RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH
SEJAK DAHULU KALA MAYORITAS PENDUDUK JAWA (INDONESIA)
BERPEGANG TEGUH DENGAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
(فَصْلٌ) فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ أَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ الْبِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِيْ أَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ أَنْوَاعِ الْمُبْتَدِعِيْنَ فِيْ هَذَا الزَّمَانِ
Pasal Menjelaskan Tentang Pedoman Penduduk Jawa (Indonesia) Dengan Madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah, dan Awal Kemunculan Bid’ah dan Meluasnya di tanah Jawa serta Macam-macam Ahli Bid’ah di zaman ini
قَدْ كَانَ مُسْلِمُوا الْأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي الْأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الْآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الْإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الْأَشَعَرِيِّ، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَالْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ
Umat Islam (khususnya) yang tinggal di pulau Jawa sejak zaman dahulu telah bersatu padu dalam berpendapat dan bermadzhab, mereka bersepakat dan menyatu dalam pandangan keagamaannya; Di bidang fiqh, mereka berpegang teguh dengan madzhab Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i, di bidang ushuluddin berpegang teguh dengan madzhab imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan di bidang tasawwuf berpegang teguh dengan madzhab imam Abu Hamid al-Ghazali dan imam Abu al-Hasan asy-Syadzili, semoga Allah meridhai mereka semua.
ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا، وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ.
Kemudian pada tahun 1330 H. muncullah berbagai kelompok yang bermacam-macam, pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran dan pertikaian di kalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang mengikuti golongan ulama’ salaf yang berpegang teguh atas apa yang telah diajarkan oleh para pendahulu mereka, yaitu bermadzhab dengan madzhab tertentu, berpegang teguh dengan kitab-kitab mu’tabar yang tersebar luas, cinta terhadap Ahlul Bait Nabi, para wali dan orang-orang shalih, bertabarruk dengan mereka baik ketika masih hidup atau setelah wafat, ziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, meyakini syafa’at, bermanfa’atnya do’a bagi mayit, tawassul dan lain sebagainya.
وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ، فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ، وَهُوَ السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِهِ.
قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِيْ فَتَاوِيْهِ : وَإِذَا سَافَرَ لِاعْتِقَادِ أَنَّها أَيْ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَاعَةٌ ، كَانَ ذَلِكَ مُحَرَّمًا بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ ، فَصَارَ التَّحْرِيْمُ مِنَ الْأَمْرِ الْمَقْطُوْعِ بِهِ .
Diantara mereka ada lagi kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka mengikuti jejak kebid’ahan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya; Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.
Mereka mengharamkan apa saja yang telah disepakati oleh kaum muslimin sebagai sebuah kesunnahan, yaitu pergi berziarah ke makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan mereka menentang kesepakatan kaum muslimin tersebut juga yang lainnya.
Ibnu Taimiyah menyatakan dalam Fatawa-nya: “Jika seseorang bepergian dengan berkeyakinan bahwasanya mengunjungi makam Nabi shallallahu alaihi wasallam sebagai sebuah bentuk ketaatan, maka perbuatan tersebut hukumnya haram berdasarkan kesepakatan orang-orang Islam. Maka keharaman tersebut termasuk perkara yang harus ditinggalkan”.
قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ مُحَمَّدْ بَخِيتْ اَلْحَنَفِيُّ اَلْمُطِيْعِيُّ فِيْ رِسَالَتِهِ اَلْمُسَمَّاةِ تَطْهِيْرَ الْفُؤَادِ مِنْ دَنَسِ الْإِعْتِقَادِ : وَهَذَا الْفَرِيْقُ قَدْ اُبْتُلِيَ الْمُسْلِمُوْنَ بِكَثِيْرٍ مِنْهُمْ سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَكَانُوْا وَصْمَةً وَثُلْمَةً فِي الْمُسْلِمِيْنَ وَعُضْوًا فَاسِدًا يَجِبُ قَطْعُهُ حَتَّى لَا يُعْدِى الْبَاقِيَ ، فَهُوَ كَالْمَجْذُوْمِ يَجِبُ الْفِرَارُ مِنْهُمْ ، فَإِنَّهُمْ فَرِيْقٌ يَلْعَبُوْنَ بِدِيْنِهِمْ يَذُمُّوْنَ الْعُلَمَاءَ سَلَفًا وَخَلَفًا.
Al-‘Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muth’i menyatakan dalam kitabnya “Thathhir al-Fuad min Danas al-I’tiqad” (Pembersih Hati Dari Kotoran Keyakinan) bahwa: “Sungguh, tersebarnya kelompok ini menjadi cobaan berat bagi umat Islam, baik salaf maupun khalaf. Mereka menjadi virus dan duri dalam tubuh kaum muslimin yang hanya nerusak keutuhan Islam. Mereka laksana penyandang penyakit lepra yang mesti dijauhi, karena sesungguhnya mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka dan hanya bisa menghina para ulama, baik salaf maupun khalaf”. (Maka wajib menjauh dari mereka agar tidak tertular).
وَيَقُوْلُوْنَ : إِنَّهُمْ غَيْرُ مَعْصُوْمِيْنَ فَلَا يَنْبَغِيْ تَقْلِيْدُهُمْ ، لَا فَرْقَ فِيْ ذَلِكَ بَيْنَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ يَطْعَنُوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُلْقُوْنَ الشُّبَهَاتِ ، وَيَذُرُّوْنَهَا فِيْ عُيُوْنِ بَصَائِرِ الضُّعَفَاءِ ، لِتَعْمَى أَبْصَارُهُمْ عَنْ عُيُوْبِ هَؤُلَاءِ ، وَيَقْصِدُوْنَ بِذَلِكَ إِلْقَاءَ الْعَدَاوَةِ وَالْبَغْضَاءِ ، بِحُلُوْلِهِمْ اَلْجَوَّ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ، يَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ ، يَزْعُمُوْنً أَنَّهُمْ قَائِمُوْنَ بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ ، حَاضُّوْنَ النَّاسَ عَلَى اتِّبَاعِ الشَّرْعِ وَاجْتِنَابِ الْبِدَعِ ، وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُوْنَ .
Mereka menyatakan bahwa : “Para ulama bukanlah orang-orang yang ma’shum (yang terbebas dari dosa), maka tidaklah layak mengikuti mereka, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal”.
Mereka menyebarkan cara pandang ini pada orang-orang bodoh untuk membutakan pola berfikir sehingga tidak menyadari akan kebodohan mereka.
Tujuan mereka dengan propaganda ini adalah menanamkan rasa permusuhan dan kebencian. Dan dengan penguasaannya atas teknologi, mereka membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menyebarkan kebohongan atas nama Allah, padahal mereka menyadari kebohongan tersebut. Mereka beranggapan bahwa dirinya menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, menghasut orang-orang dengan mengajak untuk mengikuti ajaran-ajaran syari’at dan menjauhi perbuatan bid’ah. Padahal Allah Maha Mengetahui, bahwa mereka berbohong.
(Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah)
Catatan;
Yang tergolong Ulama' Salaf yaitu : Anbiya', Shahabat, Tabi'in dan Tabi'it-tabi'in terutama imam mujtahid empat.
(Tuhfatul Murid hal. 125)
Komentar
Posting Komentar