USHFURIYAH 40 HADITS NABAWIY DAN HIKAYAT SHUFI HADITS KE 2
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْفَاجِرُ الرَّاجِى لِرَحْمَةِ اللهِ أَقْرَبُ مِنْهَا مِنَ الْعَابِدِ الْمُقْنِطِ .
Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud radliyallahu ‘anhu ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Orang yang berbuat dosa yang senantiasa mengharapkan rahmat Allah, dia lebih dekat dengan rahmat Allah daripada orang yang ahli ‘ibadah yang berputus asa”.
Ibn Mas’ud berkata; Telah mengabarkan kepadaku Zaid bin Aslam dari sayyidina Umar bahwa seorang laki-laki yang hidup di zaman ummat terdahulu bersungguh-sungguh dalam ber’ibadah, namun dia membuat orang-orang berputus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Kemudian setelah mati dia berkata; Wahai Tuhanku! Apa yang harus aku terima dari-Mu? Allah Ta’ala menjawab; “Neraka”. dia berkata; Wahai Tuhanku! Dimanakah ‘ibadah dan kesungguhanku? Allah Ta’ala menjawab; Sesungguhnya ketika di dunia engkau telah membuat orang-orang berputus asa dari rahmat-Ku, maka pada hari ini Aku memutusmu dari rahmat-Ku.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; "Ada seorang laki-laki pada masa sebelum kalian, dia sama sekali tidak pernah ber’amal satu kebaikanpun selain tauhid, maka ketika ajal hendak menjemputnya dia berpesan kepada keluargannya; 'Jika aku mati hendaklah kalian membakarku dan membiarkanku hingga menjadi arang, kemudian tumbuklah aku, lalu sebarkan (abu ku) dilautan saat angin bertiup kencang’. Ketika ajal benar-benar telah menjemputnya, keluarganya melaksanakan pesannya. Lantas ketika dia telah berada dalam genggaman Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman; 'Wahai anak Adam apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?’. Dia menjawab; 'Wahai Tuhanku, aku melakukan hal itu karena aku takut kepada-Mu’. Maka kemudian Allah Ta’ala mengampuninya karena rasa takut tersebut, padahal dia sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan baik kecuali tauhid”.
HIKAYAT
Berkaitan dengan hadits ini ada sebuah hikayat bahwa ada seorang laki-laki yang mati di zaman Nabi Musa ‘alaihissalam. Namun orang-orang enggan untuk memandikan dan menguburnya karena kefasikannya. Kemudian mereka mengangkat dengan kakinya dan membuangnya ke tempat pembuangan kotoran. Lantas Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi Musa ‘alaihissalam; Wahai Musa! Telah mati seorang laki-laki di kampung fulan di tempat pembuangan kotoran, dia adalah salah seorang wali dari wali-wali-Ku dan orang-orang enggan untuk memandikan, mengkafani dan mengkuburnya. Maka pergilah engkau kesana, mandikanlah, kafanilah, shalatilah dan kuburlah dia. Lantas Nabi Musa pergi ke kampung tersebut dan menanyakannya kepada orang-orang di sana. Lalu mereka menjawab; Telah mati seorang laki-laki yang shifatnya begini dan begini, dan dia termasuk orang yang jelas-jelas fasiq. Nabi Musa berkata; Dimana tempatnya, karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan wahyu kepadaku tentang laki-laki tersebut, maka tunjukkan kepadaku dimana tempatnya? Lalu mereka menunjukkannya. Setelah melihatnya terbuang di tempat pembuangan kotoran dan orang-orang telah mengabarkan tentang perbuatan buruknya kemudian Nabi Musa bermunajat kepada Tuhannya dan berkata; Wahai Tuhanku! Engkau telah memerintahkanku untuk menshalati dan mengkuburnya, sementara kaumnya bersaksi atas keburukannya, dan Engkau lebih mengetahui daripada mereka baik yang terpuji atau yang tercela. Lantas Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepadanya; “Wahai Musa! Benar apa yang di ceritakan oleh kaumnya tentang keburukan perbuatannya, hanyasaja ketika ajal menjemputnya dai memohon syafa’at kepada-Ku dengan dengan tiga macam perkara yang sekiranya seluruh orang-orang yang berdosa dari makhluq-Ku memohon dengannya niscaya Aku akan mengabulkannya. Bagaimana mungkin Aku tidak akan menyayanginya sedangkan dirinya benar-benar memohon kepada-Ku dan Aku adalah Maha Penyayang di antara para penyayang”. Nabi Musa berkata; Wahai Tuhanku, apakah tiga perkara itu? Allah Ta’ala menjawab; “Ketika kematian telah menghampirinya, dia berkata;
1)‘Wahai Tuhanku! Engkau Maha Mengetahui daripada aku. Sesungguhnya aku berbuat ma’shiyat dan aku benci terhadap kema’shiyatan. Akan tetapi pada diriku terdapat tiga perkara sehingga aku melakukan kema’shiyatan di balik hatiku yang benci terhadap kema’shiyatan, yaitu; Hawa nafsu, teman yang buruk pakertinya dan iblis -semoga Allah mela’natinya-. Tiga perkara inilah yang menjerumuskanku ke dalam kema’shiyatan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui daripada aku, maka ampunilah aku’.
2)‘Wahai Tuhanku! Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa aku melakukan kema’shiyatan dan keberadaanku bersama orang-orang fasiq. Akan tetapi aku lebih suka bergaul dengan orang-orang shalih, cinta akan ke zuhudannya dan berada bersama mereka lebih aku cintai daripada orang-orang fasiq’.
3)‘Wahai Tuhanku! Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui daripada aku bahwa orang-orang shalih itu lebih aku cintai daripada orang-orang fasiq hingga sekiranya ada dua orang yang menghadap kepadaku, yang satu orang shalih dan yang satu lagi orang thalih (fasiq) nisacaya aku lebih mendahulukan kepentingan orang shalih daripada kepentingan orang thalih’”.
Perawi berkata; Dalam riwayat Wahb bin Munabbah. Laki-laki itu berkata;
يَا رَبِّ لَوْ غَفَرْتَ وَغَفَرْتَ ذُنُوْبِيْ يَفْرَحُ أَوْلِيَاؤُكَ وَأَنْبِيَاؤُكَ وَيَحْزَنُ الشَّيْطَانُ عَدُوِّيْ وَعَدُوُّكَ ، وَلَوْ عَذَّبَنِيْ بِذُنُوْبِيْ يَفْرَحُ الشَّيْطَانُ وَأَعْوَانُهُ وَيَحْزَنُ الْأَنْبِيَاءَ وَالْأَوْلِيَاءُ وَإِنِّيْ أَعْلَمُ أَنَّ فَرْحَ الْأَوْلِيَاءِ إِلَيْكَ أَحَبُّ مِنْ فَرْحِ الشَّيْطَانِ وَأَعْوَانِهِ فَاغْفِرْلِيْ ، اَللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ مِنِّيْ مَا أّقُوْلُ فَارْحَمْنِيْ وَتَجَاوَزْ عَنِّيْ .
(Wahai Tuhanku! Sekiranya Engkau memberi ampunan dan mengampuni dosa-dosaku niscaya wali-wali-Mu dan Nabi-Nabi-Mu akan bahagia, dan syaithan musuhku dan musuh-Mu akan bersedih. Namun sekiranya Engkau menyiksaku lantaran dosa-dosaku niscaya syaithan dan pasukannya akan bahagia dan para Nabi dan para wali akan bersedih, sesungguhnya aku tahu bahwa membabahagiakan para wali lebih Engkau cintai daripada membahagiakan syaithan dan pasukannya, maka ampunilah aku. Ya Allah! Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui daripada aku terhadap apa yang aku ucapkan, maka sayangilah aku dan ampunilah aku).
Allah Ta’ala berfirman; “Lantas Aku menyayanginya, mengampuni dan membebaskannya. Sesungguhnya Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lebih-lebih kepada orang yang mengakui dosa-dosanya di hadapan-Ku. Dan laki-laki ini telah mengakui dosa-dosanya, maka Aku mengampuni dan membebaskannya. Wahai Musa! Laksanakanlah apa yang telah Aku perintahkan karena sesungguhnya Aku akan mengampuni orang yang menshalati dan mengkubur janazahnya berkat kemuliaannya”.
Komentar
Posting Komentar