MANAQIB SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANIY BAG. 6
NURUL BURHAN
اَللّٰهُمَّ
انْشُرْ نَفَحَاتِ الرِّضْوَانِ عَلَيْهِ
وَأَمِدَّنَا
بِالْأَ سْرَارِ الَّتِيْ أَوْدَعْتَــهَا لَدَيْهِ
Ya Allah!... Semoga Engkau berkenan menebarkan bau
harum
Ridla-Mu kepada Tuan Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy
Dan berkenan memberi kami beberapa rahasia yang telah
Engkau titipkan kepada tuan syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy
وَكَانَ t لَا يَجْلِسُ
الذُّبَابُ عَلَى ثِيَابِهِ وِرَاثَةً لَهُ مِنْ جَدِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقِيْلَ لَهُ فِي ذٰلِكَ؟ فَقَالَ: أَيُّ شَيْءٍ يَعْمَلُ الذُّبَابُ
عِنْدِيْ وَلَيْسَ عِنْدِيْ مِنْ دِبْسِ الدُّنْيَا وَعَسَلِ الْآٰخِرَةِ؟
Tuan syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy tidak pernah dihinggapi lalat pada
tubuh dan pakaiannya karena mewaritsi Eyangnya yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Lalu hal itu di tanyakan kepada tuan syaikh; Mengapa tidak pernah ada
satu lalatpun yang hinggap pada tubuh dan pakaian tuan? Tuan syaikh menjawab;
Untuk apa lalat itu hinggap pada diriku, sementara pada diriku tidak ada
manisnya dunia dan madunya akhirat. (maksudnya; Semua ‘amalku bukan karena
untuk mencari manisnya dunia dan bukan karena untuk mencari madunya akhirat). (((Rasulallah
shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda; “Tidak seorangpun yang ber’amal dengan
ikhlash hanya karena Allah selama 40 hari, kecuali nampak beberapa sumber ‘ilmu hikmah keluar dari hatinya
terlihat pada lisannya”))).
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ: أَنَّهُ جَلَسَ مَرَّةً
يَتَوَضَّأُ فَقَذَرَ عَلَيْهِ عُصْفُوْرٌ، فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَخَرَّ
الْعُصْفُوْرُ مَيْتًا، فَغَسَلَ الثَّوْبَ ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ عَنِ
الْعُصْفُوْرِ، وَقَالَ: إِنْ كَانَ عَلَيْنَا إِثْمٌ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Pada suatu ketika tuan syaikh duduk
hendak berwudlu’. Tiba-tiba seekor burung kecil semacam burung pipit atau
burung gereja mengotori bajunya, lalu tuan syaikh mengangkat kepalanya, maka
seketika burung itu jatuh dan mati. Kemudian tuan syaikh mencuci bajunya dan
menyedekahkannya sebagai tebusan dari burung itu dan berkata; Apabila aku
berdosa sebab matinya burung itu karena aku mengangkat kepalaku, maka baju ini
sebagai tebusannya.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ أَيْضًا: أَنَّ
امْرَأَةً أَتَتْهُ بِوَلَدِهَا لِتُشَوِقَهُ إِلَى صُحْبَةِ الشَّيْخِ عَبْدِ
الْقَادِرِ وَتُسَلِّكَهُ فَأَمَرَهُ بِالْـمُجَاهَدَةِ وَسُلُوْكِ طَرِيْقِ
السَّلَفِ، فَرَأَتْهُ يَوْمًا نَحِيْلًا وَرَأَتْهُ يَأْكُلُ خُبْزَ شَعِيْرٍ،
وَدَخَلَتْ عَلَى الشَّيْخِ وَوَجَدَت بَيْنَ يَدَيْهِ عَظْمَ دَجَاجَةٍ
مَلْعُوْقَةٍ، فَسَأَلَتْهُ عَنِ الْـمَعْـنَى فِي ذٰلِكَ، فَوَضَعَ الشَّيْخُ
يَدَهُ عَلَى الْعِظَامِ، وَقَالَ لَهَا: قُوْمِيْ بِإِذْنِ اللهِ تَعَالَى
الَّذِيْ يُحْـيِى الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ! فَقَامَتِ الدَّجَاجَةُ سَوِيَّةً وَصَاحَتْ:
لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ اَلشَّيْخُ عَبْدُ الْقَاِدِر
وَلِيُّ اللهِ، فَقَالَ لَهَا: اِذَا صَارَ ابْنُكِ هٰكَذَا فَلْيَأْكُلْ
مَاشَآءَ.
Sebagian dari karamahnya yaitu; Pada suatu hari, datang kepada tuan syaikh
seorang wanita bersama anak laki-lakinya, dengan maksud menyerahkan anaknya,
agar anak itu cinta berkhidmat dan menjalankan bai’at Thoriqoh Qodiriyah kepada
tuan syaikh ‘Abdul Qodir. Setelah di serahkan, lalu tuan syaikh menyuruhnya
untuk bermujahadah (memerangi hawa nafsu seperti mengurangi makan minum dan
tidur) dan menempuh jalan salafus-Sholihin dengan memperbanyak ‘ibadah.
Beberapa hari kemudian, wanita itu datang untuk melihat keadaan anaknya, dan ternyata
anaknya dalam keadaan kurus kering, yang di makannya remukan roti gandum.
Setelah itu wanita tersebut masuk ke kediaman tuan syaikh, dan di sana wanita
itu menjumpai tuan syaikh baru selesai makan dan di hadapannya masih terlihat
tulang belulang ayam jago, maka wanita itu memohon penjelasan kepada tuan syaikh;
Wahai tuan syaikh, apa arti dari semua kejadian ini, anakku hanya diberi makan
remukan roti gandum hingga kurus kering, sedangkan tuan makan enak dengan daging
ayam jago? Mendengarnya, tuan syaikh langsung mengumpulkan tulang belulang itu
dan berkata; Wahai tulang belulang berdirilah (hiduplah kembali) dengan idzin
Allah yang mampu menghidupkan tulang belulang yang telah hancur!... Seketika
tulang belulang itu menyatu menjadi ayam jago kembali lalu berteriak; “La ilaha
illallahu Muhammadurrasulullah As-syaikh abdul Qodir Waliyullah”. (Tidak ada
tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah, syaikh ‘Abdul Qodir wali Allah).
Kemudian tuan syaikh berkata kepada wanita itu; Apabila anakmu telah mampu
melakukan hal semacam ini, maka silahkan makan makanan apa saja yang di
kehendakinya.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ اَيْضًا: أَنَّهُ مَرَّ
بِمَجْلِسِهِ حِدَأَةٌ فِيْ يَوْمٍ شَدِيْدِ الرِّيْحِ فَشَوَّشَتْ بِصِيَاحِهَا
عَلَى الْحَاضِرِيْنَ، فَقَالَ، يَا رِيْحُ خُذِيْ رَأْسَهَا! فَوَقَعَتْ
لِوَقْتِهَا مَقْطُوْعَةَ الرَّأْسِ، فَنَزَلَ عَنِ الْكُرْسِيِّ وَأَخَذَهَا فِيْ
يَدِهِ وَأَمَرَّ الْأُخْرَى عَلَيِهَا وَقَالَ:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، فَحَيَّتْ وَطَارَتْ سَوِيَّةً
بِإِذْنِ اللهِ تَعَالَى وَالنَّاسُ يُشَاهِدُوْنَ ذٰلِكَ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Pada suatu hari ada seekor
burung rajawali terbang di sekitar majlis tuan syaikh. Saat itu angin bertiup
sangat kencang, dan burung itu berteriak-teriak dengan keras sehingga
mengganggu tuan syaikh dan para hadirin. Lalu tuan syaikh berkata kepada angin;
Wahai angin, tangkaplah kepala burung rajawali itu!... Seketika burung itu
jatuh dalam keadaan kepalanya terputus, maka tuan syaikh turun dari kursinya
mengambil burung tersebut dan membelainya dengan membaca; “Bismillahirrahmanirrahim”,
seketika burung itu hidup kembali dan langsung terbang dengan idzin Allah
Ta’ala, dan semua orang yang ada di sana menyaksikan kejadian ini.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ: أَنَّ أَبَا عُمَرَ
عُثْمَانَ الصَّيْرَفِيَّ، وَأَبَا مُحَمَّدٍ عَبْدَ الْحَقِّ الْحَرِيْـمِيَّ، رَحِمَهُمَا
اللهُ تَعَالَى قَالَا: كُنَّا بَيْنَ يَدَيِ الشَّيْخِ بِمَدْرَسَتِهِ يَوْمَ
الْأَحَدِ ثَالِثَ صَفَرَ سَنَةَ خَمْسٍ وَخَمْسِيْنَ وَخَمْسِمِائَةٍ،
فَتَوَضَّأَ الشَّيْخُ عَلَى قَبْقَابِهِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَلَمَّا سَلَّمَ صَرَخَ صَرْخَةً عَظِيْمَةً
وَرَمَى بِفَرْدَةِ قَبْقَابِهِ فِي الْهَوَاءِ فَغَابَتْ عَنْ أَبْصَارِنَا، ثُم
َّفَعَلَ ثَانِيَةً كَذٰلِكَ بِالْأُخْرَى، ثُمَّ جَلَسَ فَلَمْ يَتَجَاسَرْ
أَحَدٌ عَلَى سُؤَالِهِ، ثُمَّ قَدِمَتْ قَافِلَةٌ مِنْ بِلَادِ الْعَجَمِ بَعْدَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِيْنَ
يَوْمًا، فَقَالُوْا: إِنَّ مَعَنَا لِلشَّيْخِ نَذْرًا فَاسْتَأْذَنَّاهُ،
فَقَالَ: خُذَاهُ مِنْهُمْ فَأَعْطَوْنَا شَيْأً مِنْ ذَهَبٍ وَثِـيَابًا مِنْ
حَرِيْرٍ وَخَزٍّ وَالْقَبْقَابَ بِعَيْنِهِ، فَسَأَلْنَاهُمْ عَنِ الْـمَعْـنَى
فِيْ ذٰلِكَ، فَقَاُلْوا: بَيْنَمَا نَحْنُ سَآئِرُوْنَ يَوْمَ الْأَحَدِ ثَالِثَ
صَفَرَ إِذْ خَرَجَتْ عَلَيْنَا عَرَبٌ
لَهُمْ مُقَدِّمَانِ، فَانْتَـهَبُوْا اَمْوَالَنَا وَنَزَلْنَا عَلَى شَفِيْرِ
الْوَادِيْ، فَقُلْـنَا لَوْ ذَكَرْنَا الشَّيْخَ عَبْدَ الْقَادِرِ فَنَذَرْنَا
لَهُ شَيْأً مِنْ أَمْوَالِـنَا سَلِمْنَا فَمَا هُوَ إِلَّا أَنْ ذَكَرْنَاهُ،
وَجَعَلْـنَا لَهُ شَيْأً فَسَمِعْنَا صَرْخَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ مَلَأَتَا
الْوَادِيَ وَرَأَيْنَاهُمْ مَذْعُوْرِيْنَ، فَظَنَنَّا أَنْ قَدْ جَاءَهُمْ
مِثْلُهُمْ يَأْخُذُهُمْ، فَجَاءَنَا بَعْضُهُمْ وَقَالَ: تَعَالَوْ اِلَيْنَا
وَخُذُوْا أَمْوَالَكُمْ وَانْظُرُوْا مَا قَدْ دَهَـمَنَا، فَأَتَوْا بِنَا اِلَى
مُقَدِّمَيْهِمْ فَوَجَدْنَاهُـمَا مَيْتَـيْنِ، وَعِنْدَ كُلٍّ مِنْـهُمَا
فَرْدَةُ قَبْقَابٍ مُبْتَلَّةً بِمَاءٍ فَرَدُّوْا عَلَيْنَا مَا أَخَذُوْا
وَقَالُوْا لَنَا: إِنَّ لِـهٰذَا الْأَمْرِ نَبَأً عَظِيْمًا.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Syaikh Aba ‘Umar ‘Utsman As-Shairafi dan Syaikh Aba Muhammad ‘Abdul Haq
Al-Harimiy Radliyallahu ‘Anhuma berkata; Pada hari Ahad tanggal
tiga bulan Shafar tahun 555H. Kami bersama tuan syaikh di madrasahnya, lalu tuan syaikh berwudlu’ dengan menggunakan bakyak (sandal kayu) dan shalat dua
raka’at. Setelah salam tuan syaikh menjerit sangat keras sambil melemparkan salah
satu bakyaknya ke udara hingga hilang dari pandangan kami, kemudian bakyak yang
satunya lagi juga dilemparkan seperti yang pertama. Lalu tuan syaikh duduk dan tidak seorangpun yang berani bertanya kepadanya. Setelah
23 hari dari kejadian itu, lalu datang rombongan dari negara ‘Ajam dan berkata;
Kami semua memiliki nadzar kepada tuan syaikh , maka kami mohon ijin untuk
bertemu dengan tuan syaikh!. Setelah rombongan itu menghadap tuan syaikh dan
menghaturkan nadzarnya, tuan syaikh berkata; Wahai kalian berdua (Syaikh Aba
‘Umar ‘Utsman As-Shairafi dan Syaikh Aba Muhammad ‘Abdul Haq Al-Harimiy
Radliyallahu ‘Anhuma), terimalah nadzar mereka! Lalu rombongan itu memberi kami
sesuatu berupa emas, pakaian dari sutera halus dan menyerahkan bakyak tuan syaikh yang dilemparkan keudara waktu itu. Kemudian kami bertanya kepada
rombongan itu tentang asal usul semua kejadian ini, mengapa rombongan itu
sampai punya nadzar kepada tuan syaikh?. Mereka berkata; Pada saat kami bepergian,
yaitu pada hari ahad tanggal tiga bulan Shafar (23 hari yang lalu), tiba-tiba
muncul di hadapan kami segerombolan ‘Arab Badui, dan mereka memiliki dua orang
pemimpin, lalu mereka merampok seluruh harta kami. Setelah itu kami duduk di
pinggir jurang, dan salah seorang dari kami berkata; Sebaiknya kita berwashilah,
mohon bantuan pada tuan syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy, apabila kita selamat,
dan seluruh harta benda kita yang telah dirampok itu kembali ketangan kita,
maka kita bernadzar akan menghadiahkan sebagian harta kita kepada tuan syaikh.
Setelah kami berwashilah dan bernadzar sesuatu pada tuan syaikh, lalu kami
mendengar teriakan keras yang memenuhi jurang itu, dan kami melihat mereka
sangat panik dan ketakutan, kami mengira bahwa mereka di datangi gerombolan
perampok lain yang merebut harta benda hasil rampokannya.
Kemudian, sebagian dari mereka datang kepada kami dan berkata; Kemarilah
kalian! Dan datanglah kepada kami, ambillah seluruh harta benda kalian dan
lihatlah keanehan yang telah menimpa kami! Lalu mereka mengantarkan kami
(rombongan) mendatangi dua orang pimpinannya (perampok). Ternyata, dua pimpinan
perampok itu telah mati, dan kami menemukan bakyak yang masih basah pada
masing-masing orang (rupanya masing-masing bakyak, menghantam masing-masing
perampok itu). Akhirnya mereka mengembalikan semua harta benda yang telah
mereka rampok kepada kami, termasuk sepasang bakyak ini kami bawa sebagai barang
bukti. Dan mereka berkata; Sesungguhnya ini adalah hal luar biasa yang terjadi sepanjang sejarah dan
sangat mengerikan.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ: أَنَّهُ جَآءَهُ رَجُلٌ مِنْ اَصْفِهَانَ لَهُ
مَوْلَاةٌ تُصْرَعُ وَقَدْ أَعْـيَتِ الْـمُعَزِّمِيْنَ، فَقَالَ الشّيْخُ t: هٰذَا مَارِدٌ مِنْ
وَادِيْ سَرَنْدِيْبَ وَاسْمُهُ خَانِسٌ، فَاءِذَا صُرِعَتْ فَقُلْ فِيْ
اُذُنِهَا: يَا خَانِسُ! عَبْدُ الْقَادِرِ الْـمُقِيْمُ بِبَغْدَادَ يَقُوْلُ
لَكَ: لَاتَعُدْ تَهْلِكْ، فَذَهَبَ الرَّجُلُ وَغَابَ عِشْرِيْنَ سَنَةً، ثُمَّ
قَدِمَ وَسُئِلَ وَأَخْـبَرَ أَنَّهُ فَعَلَ مَا َقاَل الشَّيْخُ t وَلَمْ يَعُدِ
الصَّرْعُ اِلَيْهَا اِلَى الْآٰنَ. وَقَالَ بَعْضُ رُؤُسَاءِ التَّعْزِيْمِ:
مَكَثْتُ بِبَغْدَادَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً فِيْ حَيَاةِ الشَّيْخِ عَبْدِ
اْلَقادِرِ t وَلَا يَقَعُ فِيْهَا
صَرْعٌ عَلَى اَحَدٍ، فَلَمَّا مَاتَ وَقَعَ الصَّرْعُ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Ada seorang laki-laki dari negara Ashfihan datang kepada tuan syaikh untuk menyampaikan permasalahannya yaitu; Amat
(budak) nya yang telah di merdekakan menderita penyakit Ayan, dan telah berobat
pada semua para normal, dukun dan ahli mengobati penyakit Ayan, namun tidak
kunjung sembuh. Lalu tuan syaikh berkata; Amatmu itu di ganggu jin nakal dari
jurang Sarandip yang bernama Khanis, maka apabila nanti Ayannya kambuh lagi,
ucapkan pada telinganya; Wahai jin Khanis! Tuan syaikh ‘Abdul Qodir yang
bermukim di Baghdad berkata kepadamu; janganlah engkau ulangi lagi mengganggu
amatku! Apabila mengulanginya, maka engkau akan hancur. Lalu laki-laki dari
Ashfihan itu pamit pulang dan tidak datang lagi. Setelah 20 tahun lamanya laki-laki
itu datang lagi kepada tuan syaikh, lalu tuan syaikh bertanya tentang amatnya
itu, laki-laki itu menjawab; Semua washiyat tuan syaikh telah kami laksanakan,
Alhamdulillah, ia sembuh dan sampai sekarang tidak pernah kambuh.
Sebagian kepala dukun dan paranormal berkata; Saya tinggal di Baghdad
selama 40 tahun di masa hidupnya tuan syaikh ‘Abdul Qodir , dan selama itu pula
tidak pernah ada orang Ayan dan gila, namun setelah tuan syaikh wafat, penyakit
itu kembali terjadi.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ اَيْضًا: أَنَّ
ثَلَاثَةً مِنْ اَشْيَاخِ جِيْلَان َاَتَوْا اِلَى زِيَارَتِهِ قَدَّسَ اللهُ
سِرَّهُ، فَلَمَّا دَخَلُوْا عَلَيْهِ رَأَوُا الْإِبْرِيْقَ مُوَجَّهًا اِلَى
غَـيْرِ جِهَةِ الْقِبْلَةِ وَالْخَادِمُ وَاقِفٌ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَنَظَرَ
بَعْضُهُمْ اِلَى بَعْضٍ كَالْـمُنْكِرِيْنَ عَلَيْهِ بِسَبَبِ تَوَجُّهِ
الْإِبْرِيْقِ لِغَـيْرِ جِهَةِ الْقِبْلَةِ وَقِيَامِ الْخَادِمِ بَيْنَ
يَدَيْهِ، فَوَضَعَ الشَّيْخُ كِتَابًا مِنْ يَدِهِ وَنَظَرَ اِلَيْهِمْ نَظْرَةً
وَاِلَى الْخَادِمِ اُخْرَى فَوَقَعَ مَيْتًا، وَنَظَرَ اِلَى الْإِبْرِيْقِ
نَظْرَةً اُخْرَى فَدَارَ وَطَافَ الْإِبْرِيْقُ وَحْدَهُ اِلَى الْقِبْلَةِ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Ada tiga orang guru dari daerah
Jilan datang berziyarah kepada tuan syaikh, ketika memasuki kediaman tuan syaikh
mereka bertiga melihat kendi tuan syaikh tidak menghadap kearah qiblat, dan khodamnya
berdiri di hadapan tuan syaikh . Lalu mereka bertiga saling berpandangan sepertinya
ingkar atas kewalian tuan syaikh karena kendinya tidak menghadap kearah qiblat
dan khodamnya berdiri di hadapan tuan syaikh. Tuan syaikh faham bahwa ketiga
orang guru itu hatinya mulai ragu, maka kemudian tuan syaikh meletakkan kitab
yang di pegangnya dan memandang pada ketiga guru itu, berikutnya memandang pada
khodamnya, lantas saat dipandangnya, dia ketakutan lalu terjatuh dan mati. Selanjutnya
tuan syaikh memandang pada kendinya, tiba-tiba kendi itu berputar dengan
sendirinya lalu menghadap kearah qiblat. Akhirnya tiga orang guru itu yakin
dengan kewalian tuan syaikh.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ: أَنَّ
اَبَاالْـمُظَـفَّـرِ حَسَنَ بْنَ تَمِيْمٍ الْبَغْدَادِيَّ التَّاجِرَ جَاءَ
اِلَى الشَّيْخِ حَـمَّادِ بْنِ مُسْلِمٍ بْنِ دَرْوَةَ الدَّبَّاسِ رَحِمَهُ
اللهُ تَعَالَى فِيْ سَنَةِ اِحْدَى وَعِشْرِيْنَ وَخَمْسِمِائَةٍ، وَقَالَ لَهُ:
يَا سَيِّدِيْ قَدْ جُـهِّـزَتْ لِيْ قَافِلَةٌ اِلَى الشَّامِ فِيْهَا بِضَاعَةٌ
بِسَبْعِمِائَةِ دِيْنَارٍ، فَقَالَ: اِنْ سَافَرْتَ فِيْ هٰذِهِ السَّنَةِ
قُتِلْتَ وَأُخِذَ مَالُكَ، فَخَرَجَ مِنْ عِنْدِهِ مَغْمُوْمًا، فَوَجَدَ فِي
الطَّرِيْقِ الشَّيْخَ عَبْدَ الْقَادِرِ t وَهُوَ شَابٌ
يَوْمَئِذٍ، فَحَكَى لَهُ مَا قَالَهُ الشَّيْخُ حَمَّادٌ، فَقَالَ لَهُ: سَافِرْ
تَذْهَبْ سَالِـمًا وَتَرْجِعْ غَانِمًا وَالضَّمَانُ عَلَيَّ فِيْ ذٰلِكَ،
فَسَافَرَ اِلَى الشَّامِ وَبَاعَ بِضَاعَتَهُ بِأَلْفِ دِيْنَارٍ، وَدَخَلَ
يَوْمًا اِلَى سِقَايَةٍ فِيْ حَلَبَ لِقَضَاءِ حَاجَةِ الْإِنْسَانِ، وَوَضَعَ
اَلْفَ دِيْنَارٍ عَلَى رَفٍّ مِنَ السِّقَايَةِ، وَخَرَجَ وَتَرَكَهَا نَاسِيًا،
وَأَتَى اِلَى مَنْزِلِهِ فَأُلْقِيَ عَلَيْهِ النُّعَاسُ فَنَامَ فَرَآٰى فِيْ
مَنَامِهِ كَأَنَّهُ فِيْ قَافِلَةٍ قَدْ خَرَجَتْ عَلَيْهَا الْعَرَبُ،
وَانْتَهَبُوْهَا وَقَتَلُوْا مَنْ فِيْهَا، وَأَتَاهُ أَحَدُهُمْ فَضَرَبَهُ
بِحَرْبَةٍ فَقَتَلَهُ فَانْـتَـبَهَ فَزِعًا، وَوَجَدَ أَثَرَ الدَّمِ فِيْ
عُـنُـقِـهِ وَأَحَسَّ بِالْأَلَمِ، وَذَكَرَ الْأَلْفَ فَقَامَ مُسْرِعًا اِلَى
السِّقَايَةِ فَوَجَدَهَا فِيْ مَكَانِهَا سَالِـمًا، وَرَجَعَ اِلَى بَغْدَادَ
فَلَمَّا َدَخَلَها قَالَ فِيْ نَفْسِهِ: إِنْ بَدَأْتُ بِالشَّيْخِ حَمَّادٍ
فَهُوَ الْأَسَنُّ، وّالشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ فَهُوَ الَّذِيْ صَحَّ
كَلَامُهُ، فَلَقِيَ الشَّيْخَ حَمَّادًا فِيْ أَثْنَاءِ تَرْدِيْدِ الْخَاطِرِ
فِيْ سُوْقِ السُّلْطَانِ، فَقَالَ لَهُ: يَا اَبَاالْـمُظَفَّرِ ابْدَأْ بِعَبْدِ
القَادِرِ فَإِنَّهُ مَحْبُوْبٌ، وَلَقَدْ سَأَلَ اللهَ فِيْكَ سَبْعَ عَشَرَةَ
مَرَّةً حَـتَّى جُعِلَ مَا قُدِّرَ عَلَيْكَ مِنَ الْقَتْلِ يَقَظَةً مَنَامًا،
وَمِنَ الْفَقْرِ عِيَانًا نِسْيَانًا، وَجَاءَ اِلَى الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ
t فَقَالَ لَهُ
ابْتِدَاءً: قَالَ لَكَ الشَّيْخُ حَمَّادٌ: اِنَّـنِيْ سَأَلْتُ اللهَ فِيْكَ
سَبْعَ عَشَرَةَ مَرَّةً،
وَعِزَّةِ الْـمَعْبُوْدِ، لَقَدْ سَأَلْتُ اللهَ تَعَالَى فِيْكَ سَبْعَ
عَشَرَةَ وَسَبْعَ عَشَرَةَ مَرَّةً اِلَى تَمَامِ سَبْعِيْنَ مَرَّةً حَـتَّى
كَانَ مَا ذَكَرَهُ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Aba Al-Mudzoffar Hasan bin Tamim
Al-Baghdadiy seorang pedagang besar datang berziyarah kepada syaikh Hammad bin Muslim bin Dawud Ad-Dabbas Rahimahullahu Ta’ala pada
tahu 521 H. dengan maksud ingin memohon syafa’at pada syaikh Hammad, lalu syaikh Aba Al-Mudzoffar berkata; Wahai tuanku! Aku telah mempersiapkan rombonganku untuk pergi
ke negeri Syam dengan membawa dagangan senilai 700 Dinar. Lalu syaikh Hammad
berkata; Wahai Aba Al-Mudzoffar! Apabila engkau jadi pergi berdagang ke negeri
Syam pada tahun ini, maka engkau akan mati terbunuh, dan semua harta bendamu
akan di rampok. Lalu syaikh Aba Al-Mudzoffar pamit pulang dengan hati susah,
tiba-tiba tanpa sengaja di tengah perjalanan syaikh Aba Al-Mudzoffar berjumpa
dengan tuan syaikh ‘Abdul Qodir, dan saat itu tuan syaikh masih muda. Langsung
saja syaikh Aba Al-Mudzoffar menyampaikan apa yang telah di sampaikan pada syaikh
Hammad dan menceritakan apa yang di katakan syaikh Hammad kepadanya, lalu tuan
syaikh berkata kepadanya; Wahai Aba Al-Mudzoffar! Pergilah engkau berdagang
pada tahun ini, engkau akan selamat dalam perjalananmu dan pulang dengan
membawa hasil besar, aku bertanggung jawab atas keselatanmu dan keberhasilanmu.
Akhirnya syaikh Aba Al-Mudzoffar jadi berangkat berdagang ke negeri Syam. Dan di sana, syaikh Aba Al-Mudzoffar menjual dagangannya dan laku
1000 Dinar.
Pada suatu hari, syaikh Aba Al-Mudzoffar masuk kekamar kecil di desa
Halab untuk buang air dan meletakkan uangnya yang berjumlah 1000 Dinar itu pada
rak papan. Setelah selesai buang air, syaikh Aba Al-Mudzoffar keluar dan pergi
meninggalkan uangnya dalam keadaan lupa langsung menuju tempat pemondokannya,
sesampainya di sana, syaikh Aba Al-Mudzoffar merasa ngantuk lalu tidur. Didalam
tidurnya syaikh Aba Al-Mudzoffar bermimpi seolah-olah rombongannya kedatangan
orang Badui dan merampok seluruh harta bendanya, membunuh salah seorang dari
rombongannya dan salah seorang dari mereka (Badui) menghapiri syaikh Aba
Al-Mudzoffar lalu menusuknya hingga mati. Syaikh Aba Al-Mudzoffar lalu
tersentak bangun dan kaget melihat sisa darah di lehernya dan merasa kesakitan,
setelah itu syaikh Aba Al-Mudzoffar teringat dengan uangnya, maka ia langsung
bangkit dan cepat-cepat pergi menuju kamar kecil itu, sesampainya di sana, syaikh
Aba Al-Mudzoffar menemukan uangnya dalam keadaan utuh, kemudian berangkat
pulang ke Baghdad. Setelah memasuki wilayah Baghdad, syaikh Aba Al-Mudzoffar
berkata dalam hatinya; Apakah aku mendatangi syaikh Hammad terlebih dahulu
karena beliau yang lebih tua, ataukah mendatangi tuan syaikh ‘Abdul Qodir
terlebih dahulu karena beliau adalah orang yang paling benar perkataannya? Di
tengah-tengah kebimbangannya, sambil berjalan menuju pasar Sultan, tiba-tiba syaikh
Aba Al-Mudzoffar berjumpa dengan syaikh Hammad di dalam pasar Sultan. Lalu syaikh
Hammad berkata; Wahai Aba Al-Mudzoffar! Pergilah terlebih dahulu kepada tuan syaikh ‘Abdul Qodir, karena
sesungguhnya Beliau itu adalah Mahbubullah (wali Allah), sungguh usaha tuan syaikh
‘Abdul Qodir dalam memohonkan keselamatan kepada Allah untukmu dan rombonganmu
mencapai 17 kali, (padahal di sana telah tertulis bahwa kamu dan rombonganmu
akan di rampok dan mati terbunuh dalam tahun ini), sehingga apa yang telah di
tetapkan atas dirimu, yaitu yang seharusnya kamu terbunuh dalam keadaan sadar,
hanya terwujud di dalam mimpi, dan kefaqiran yang seharusnya terjadi di alam
nyata, hanya berwujud lupa. Akhirnya syaikh Aba Al-Mudzoffar langsung datang
pada tuan syaikh ‘Abdul Qodir, dan di sana, sebelum syaikh Aba Al-Mudzoffar
berkata sepatah katapun, tuan syaikh berkata terlebih dahulu; Syaikh Hammad
berkata kepadamu, bahwa aku memohonkan selamat kepada Allah untukmu dan rombonganmu
hanya sebanyak 17 kali. Sebenarnya bukan seperti itu, tapi lebih banyak dari
itu. Demi kemuliaan Dzat yang di sembah! Sungguh Aku memohon kepada Allah
untukmu dan rombonganmu sebanyak 17 kali, dan memohon lagi sebanyak 17 kali,
begitu seterusnya sampai mencapai 70 kali hingga dirimu dan rombonganmu
berhasil di selamatkan sebagaimana yang di sampaikan oleh syaikh Hammad.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ اَيْضًا: أَنَّ
الشَّيْخَ عَلِيَّانِالْهَـيْـتِيِّ وَالشَّرِيْفَ عَبْدَ اللهِ بْنَ
مُحَمَّدٍ اَبَا الْغَنَائِمِ الْحَسَنِيَّ رَحِمَهُمَا اللهُ تَعَالَى دَخَلَا
دَارَ الشَّيْخِ قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ، فَوَجَدَ اِنْسَاًنا شَآبًّا مُلْقًى
عَلَى قَفَاهُ، فَقَالَ لِلشَّيْخِ عَلِيِّنِالْهَـيْـتِيِّ t: يَا سَيِّدِي اشْفَعْ
لِيْ عِنْدَ الشّيْخِ! فَلَمَّا ذَكَرَهُ لَهُ وَهَبَهُ لَهُ بِقَوْلِهِ: قَدْ
وَهَبْتُهُ لَهُ، فَخَرَجَا اِلَى الرَّجُلِ الْـمُلْقَى وَعَرَّفَاهُ بِذٰلِكَ،
فَقَامَ الرَّجُلُ وَخَرَجَ مِنْ كُوَّةٍ فِي الدِّهْلِيْزِ وَطَارَ فِي
الْهَوَاءِ، فَرَجَعَا اِلَى الشَّيْخِ t وَسَأَلَاهُ عَنْ
حَالِ الرَّجُلِ ؟ فَقَالَ: اِنَّهُ مَرَّ فِي الْهَوَاءِ وَقَالَ فِيْ نَفْسِهِ: مَا فِيْ بَغْدَادَ رَجُلٌ
مِثْلِيْ فَسَلَبْتُهُ حَالَهُ، وَلَوْلَا الشَّيْخُ عَلِيٌّ مَا رَدَدْتُهُ لَهُ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Syaikh ‘Aliy Al-Haitiy dan
Syaikh Syarif ‘Abdullah bin Muhammad Aba Al-Ghona im Al-Hasaniy Rahihumallahu
Ta’ala, bersama-sama masuk ke kediaman tuan syaikh qoddasallahu sirrohu, dan disana
beliau berdua menjumpai seorang pemuda yang tidur terlentang tidak bisa duduk,
lalu pemuda itu berkata pada syaikh ‘Aliy Al-Haitiy; Wahai tuanku! Mohonkanlah
syafa’at untukku kepada tuan syaikh ‘Abdul Qodir! Ketika syaikh ‘Aliy Al-Haitiy
telah memohonkan syafa’at kepada tuan syaikh ‘Abdul Qodir untuk pemuda itu,
tuan syaikh ‘Abdul Qodir berkenan memberi pertolongan seraya berkata kepada syaikh
‘Aliy Al-Haitiy; Aku serahkan pemuda itu kepadamu. Lalu Syaikh ‘Aliy Al-Haitiy dan Syaikh Syarif ‘Abdullah pergi dari sisi
Tuan Syaikh ‘Abdul Qodir untuk memberi kabar kepada pemuda yang terlentang yang
tidak berdaya itu bahwa tuan syaikh ‘Abdul Qodir berkenan memberi syafa’at.
Setelah kabar itu di sampaikan, tiba-tiba pemuda itu dapat berdiri dan keluar
melalui lubang cahaya yang ada di lobby rumah terus terbang keudara, kemudian syaikh
‘Aliy Al-Haitiy dan syaikh Syarif
‘Abdullah kembali pada tuan syaikh ‘Abdul Qodir dan bertanya tentang hal ahwal
pemuda itu, mengapa sampai terkulai tidak berdaya? Tuan syaikh ‘Abdul Qodir
menjawab; Sesungguhnya pemuda itu adalah orang yang bisa terbang. Pada saat
melintasi Baghdad, hatinya takabbur dan berkata; tidak seorangpun di negara
Baghdad ini yang dapat menandingi kemampuanku, maka kemudian Aku mencabut
kemampuannya. Kalau bukan karena syaikh ‘Aliy Al-Haitiy yang memohon syafa’at,
maka aku tidak akan mengembalikan kemampuannya.
وَمِنْ كَرَامَاتِهِ اَيْضًا: أَنَّ
الشَّيْخَ اَبَاالْحَسَنِ الْـمَعْرُوْفَ بِابْنِ الطَّنْطَنَةِ الْبَغْدَادِيَّ
رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى قَالَ يَوْمَ وَفَاتِ الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ
قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ وَنَوَّرَ ضَرِيْحَهُ: كُنْتُ أَشْتَغِلُ بِالْعِلْمِ
وَأُكْـثِرُ السَّهَرَ أَتَرَقَّبُ حَاجَةً لَهُ، فَخَرَجَ لَيْلَةً مِنْ دَارِهِ
فِيْ صَفَرَ سَنَةَ ثَلَاثٍ وَخَمْسِيْنَ وَخَمْسِمِائَةٍ، فَنَاوَلْتُهُ
اِبْرِيْقًا فَلَمْ يَأْخُذْهُ وَقَصَدَ بَابَ الْـمَدْرَسَةِ فَأَشَارَ اِلَيْهِ
فَانْفَتَحَ وَخَرَجَ وَخَرَجْتُ خَلْفَهُ وَأَنَا أَقُوْلُ فِيْ نَفْسِيْ:
اِنَّهُ لَايَشْعُرُبِيْ ثُمَّ انْغَلَقَ، ثُمَّ بَابَ الْـمَدِيْنَةِ كَذٰلِكَ
ثُمَّ مَشَى غَـيْرَ بَعِيْدٍ، فَإِذًا نَحْنُ بِبَلْدَةٍ لَا اَعْرِفُهَا
فَدَخَلَ مَكَانًا كَالرِّبَاطِ، فَإِذًا فِيْهِ سِتَّةٌ مِنْ رِجَالٍ قُعُوْدٍ،
فَلَمَّا رَأَوُا الشَّيْخَ عَظَّمُوْهُ وَبَادَرُوْهُ بِالسَّلَامِ اِلَيْهِ،
وَالْتَجَأْتُ اِلَى سَارِيَةٍ فَسَمِعْتُ أَنِيْنًا مِنْ ذٰلِكَ
الْـمَكَانِ،ثُمَّ بَعْدَ يَسِيْرٍ سَكَنَ
ذٰلِكَ الْأَنِيْنُ، ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ اِلَى تِلْكَ الْجِهَةِ الَّـتِيْ
فِيْهَا الْأَنِيْنُ، وَخَرَجَ يَحْمِلُ رَجُلًا ِمْن ذٰلِكَ الْجَانِبِ، وَدَخَلَ
شَخْصٌ مَكْشُوْفُ الرَّأْسِ طَوِيْلُ الشَّارِبِ، فَوَقَفَ بَيْنَ يَدَيِ
الشَّيْخِ فَأَخَذَ عَلَيْهِ الْعَهْدَ بِالشَّهَادَتَيْنِ، وَقَصَّ رَأْسَهُ
وَشَارِبَهُ وَأَلْـبَسَهُ طَاقِـيَةً وَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، وَقَالَ
لِلسِّتَّةِ: قَدْ أَمَرْتُ أَنْ يَكُوْنَ هٰذَا بَدَلًا عَنِ الْـمَيِّتِ،
فَقَالُوْا: سَمْعًا وَطَاعَةً، ثُمَّ خَرَجَ وَتَرَكَهُمْ وَخَرَجْتُ مَعَهُ،
وَمَشَيْنَا غَـيْرَ بَعِيْدٍ وَإِذًا نَحْنُ عِنْدَ بَابِ بَغْدَادَ فَانْفَتَحَ
كَأَوَّلِ مَرَّةٍ، ثُمَّ أَتَى بَابَ الْـمَدْرَسَةِ كَذٰلِكَ فَدَخَلَ دَارَهُ،
ثُمَّ فِي الْغَدِ جَلَسْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ أَقْرَأُ فَمَنَعَتْـنِيْ
هَيْـبَـتُهُ، فَقَالَ: يَابُــنَيَّ إِقْرَأْ وَلَا عَلَيْكَ، فَأَقْسَمْتُ
عَلَيْهِ أَنْ يُـبَـيِّنَ لِيْ مَا رَاَيْتُ بِالْأَمْسِ، فَقَالَ: أَمَّا
الْبَلَدُ فَنَـهَاوَنْدُ، وَأَمَّا السِّتَّةُ فَهُمُ الْأَبْدَالُ النُّجَبَاءُ،
وَأَمَّا صَاحِبُ الْأَنِيْنِ فَسَابِعُهُمْ كَانَ مَرِيْضًا، َفَلَمَّا حَضَرَتْهُ
الْوَفَاتُ جِئْتُ أَحْضُرُ وَفَاتَهُ، وَأَمَّا الَّذِيْ حَمَلَهُ عَلَى
عَاتِقِهِ فَأَبُوالْعَبَّاسِ الْخَضِرُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَخَذَهُ
لِيَتَوَلَّى أَمْرَهُ، وَأَمَّا الَّذِيْ أَخَذْتُ عَلَيْهِ الْعَهْدَ
فَنَصْرَانِيٌّ مِنَ الْقَسْطَنْطِيْنِيَّةِ،
أَمَرْتُ أَنْ يَكُوْنَ عِوَضًا عَنِ الْمُتَوَفَّى وَهُوَ الْآٰنَ مِنْهُمْ،
قَالَ اَبُوالْحَسَنِ: وَأَخَذَ عَلَيَّ الْعَهْدَ أَنْ لَا أُحَدِّثَ بِذٰلِكَ
لِأَحَدٍ مَا دَامَ حَيًّا، وَقَالَ: اِحْذَرْ مِنْ إِفْشَاءِ السِّرِّ فِيْ حَيَاتِيْ.
Sebagian dari karamah tuan syaikh yaitu; Pada saat wafatnya tuan syaikh ‘Abdul Qodir Qoddasallahu sirrahu wanawwaro dlorihahu, syaikh Abu Al-hasan Al-Ma’ruf bibni At-Thonthonah
Al-Baghdadiy Rahimahullahu Ta’ala berkata; Sejak berada di
pesantren tuan syaikh, aku senantiasa sibuk dengan belajar ‘ilmu, banyak bangun malam (mengurangi tidur di malam hari,
serta meneliti kebutuhan tuan syaikh untuk saya layani. Pada suatu malam di bulan
Shafar tahun 553 H. Tuan syaikh keluar dari kediamannya, maka aku segera menghaturkan
kendi kepadanya, namun tuan syaikh tidak mengambilnya, tuan syaikh terus saja
berjalan menuju pintu gerbang madrasah (pesantren) yang masih terkunci, lalu
memberi isyarat (menunjukkan jari tangannya) pada pintu itu, tiba-tiba pintu
itu terbuka dengan sendirinya, lalu tuan syaikh keluar, dan akupun ikut keluar
membuntuti tuan syaikh dari belakang. Dalam hati aku berkata dan mengira bahwa tuan syaikh tidak menghiraukan diriku. Setelah keluar, pintu gerbang
(pesantren) itu terkunci sendiri, kemudian tuan syaikh menuju pintu gerbang
kota (negara Baghdad), pintu gerbang itu juga di isyarahi oleh tuan syaikh dan
terbuka sendiri. Setelah berjalan tidak begitu jauh, tiba-tiba kami sampai di
sebuah negeri yang belum pernah aku ketahui, lalu tuan syaikh masuk ke sebuah
tempat semacam pesantren, dan disana ada enam orang laki-laki yang sedang
duduk. Ketika mereka melihat kedatangan tuan syaikh, mereka segera berdiri
karena memuliyakan tuan syaikh dengan mengucapkan salam, sementara aku
bersembunyi di balik tiang, dan dari sana aku mendengar suara rintihan orang
sakit dari dalam tempat itu, dan tidak lama kemudian diam, sepi, senyap, lalu
seorang laki-laki masuk ketempat terdengarnya suara rintihan itu, dan keluar
dengan membopong mayat seorang laki-laki dari tempat itu. Kemudian ada seorang
laki-laki yang terbuka kepalanya, berkumis panjang masuk dan berdiri di hadapan
tuan syaikh, lalu tuan syaikh mengambil janji dengan menyuruhnya membaca dua
kalimat syahadat (di bai’at), selanjutnya, tuan syaikh mencukur rambut kepala
dan kumis laki-laki itu, mamakaikan pakaian Thoqiyah Shufiyah dan memberinya
nama Muhammad, lalu tuan syaikh berkata kepada enam orang itu; Sungguh aku
mengangkat dan menjadikan orang ini sebagai ganti dari mayat tersebut. Mereka
(orang enam) berkata; Sam ‘an wa tho ‘atan (kami mendengar dan kami menta’atinya). Kemudian
tuan syaikh pergi meninggalkan mereka semua, dan aku juga ikut pergi bersama
tuan syaikh dengan sembunyi-sembunyi, baru berjalan beberapa langkah, tidak
jauh dari tempat itu, tiba-tiba kami telah berada di depan pintu gerbang negara
Bagdad, lalu pintu itu terbuka sendiri setelah di isyarahi oleh tuan syaikh
seperti halnya pada saat keluar, terus menuju pintu gerbang pesantren, dan
disana kejadiannya juga sama seperti tadi, kemudian tuan syaikh masuk ke dalam
rumahnya.
Pagi harinya, seperti biasa aku pergi mengaji duduk dihadapan tuan syaikh,
tiba-tiba aku tidak dapat bersuara karena hebatnya wibawa tuan syaikh, dan tuan
syaikh faham dengan keadaanku, maka tuan syaikh berkata; Wahai anakku! Bacalah,
tidak akan terjadi apa-apa denganmu! Lalu aku bersumpah pada tuan syaikh agar
tuan syaikh menjelaskan apa yang aku saksikan tadi malam. Kemudian tuan syaikh
berkata; Nagara yang kamu datangi tadi malam adalah nagara Nahawandu (daerah
pegunungan di sebelah selatan negara Hamadzan berjarak tiga hari perjalanan,
Nahawandu berasal dari kata; Nuh Awanda, karena yang membangunnya adalah Nabi
Nuh ‘alaihissalam).(Tajul ‘Arus). Dan enam orang itu adalah para wali Abdal
yang mulia, sedangkan orang yang merintih itu adalah orang ketujuh dari
golongan wali Abdal, dan dalam keadaan sakit parah, berhubung ajalnya sudah
tiba, maka aku hadir untuk melayatnya. Adapun orang yang membopong mayat di
atas pundaknya itu adalah seorang Nabi yang bernama Balya bin Malkan, di juluki
Abul ‘Abbas, dan Laqob (gelar kehormatannya) adalah Khodlir ‘Alaihissalam, dia
membopong mayat itu karena untuk di rawatnya, dan orang yang aku bai’at itu
adalah orang Nashrani dari negara Qusthantiyah (kerajaan Romawi), aku
mengangkatnya untuk menggantikan wali yang meninggal itu, sekarang dia menjadi
salah satu dari wali Abdal. Syaikh Abu Al-hasan Al-Ma’ruf bibni At-Thonthonah
Al-Baghdadiy Rahimahullahu Ta’ala berkata; Tuan syaikh memintaku berjanji untuk
tidak menceritakan kejadian itu pada siapapun selama tuan syaikh masih hidup,
tuan syaikh t berkata; Jangan sekali-kali engkau menyebarkan
rahasia ini sepanjang hidupku.
وَذَكَرَ الشَّيْخُ عَبْدُ اللهِ
الْـمُوْصِلِيُّ: أَنَّ الْإِمَامَ الْـمُسْتَنْجِدَ بِاللهِ اَبَاالْـمُظَفَّرِ
يُوْسُفُ جَاءَ اِلَى الشَّيْخِ قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ
وَاسْتَوْصَاهُ: وَوَضَعَ بَيْنَ يَدَيْهِ مَالًا فِيْ عَشَرَةِ أَكْيَاسٍ
يَحْمِلُهَا عَشَرَةٌ مِنَ الْخُدَّامِ، فَرَدَّهَا الشَّيْخُ t فَأَبَى الْخَلِيْفَةُ
اِلَّا أَنْ يَقْبَلَهَا وَأَلَحَّ عَلَى الشَّيْخِ t، فَأَخَذَ الشَّيْخُ t كِيْسَيْنِ مِنْهَا
فِيْ يَدَيْهِ، وَهُمَا خَـيْرُ الْأَكْيَاسِ وَأَحْسَنُهَا وَعَصَرَهُمَا
فَسَالَا دَمًا، فَقَالَ الشَّيْخُ t لِلْخَلِيْفَةِ: أَمَا
تَسْتَحِيْ مِنَ اللهِ تَعَالَى
أَنْ تَأْخُذَ دَمَ النَّاسِ
وَتُـــقَابِـلَـنِيْ بِهِ، فَغَشِيَ الْخَـلِـــيْـــفَـةُ فِي الْحَالِ، فَقَالَ
الشَّيْخُ t: وَعِزَّةِ
الْـمَعْبُوْدِ لَوْلَا حُرْمَةُ اتِّصَالِهِ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَرَكْتُ الدَّمَ يَجْرِيْ اِلَى مَنْزِلِهِ
Syaikh ‘Abdullah Al-Mushiliy menerangkan riwayatnya raja yang nama kebesarannya adalah; Imam Mustanjid Billah, julukannya;
Abu Al-Mudzoffar, namanya; Yusuf. Beliau menjadi raja pada tahun 555 H.
Pada suatu ketika Imam Mustanjid Billah Abu Al-Mudzoffar datang
berziyarah kepada tuan syaikh untuk memohon washiyat dengan membawa sepuluh
kantong besar berisi uang yang di bawa oleh sepuluh orang pembantunya untuk di
haturkan kepada tuan syaikh, namun tuan syaikh menolaknya. Sang kholifah sangat
kecewa dan terus akan kecewa kecuali tuan syaikh menerimanya, maka sang kholifah
terus menerus mendesak tuan syaikh agar mau menerimanya. Akhirnya dengan
terpaksa tuan syaikh mengambil dua kantong yang paling baik dari sepuluh yang
ada, lalu tuan syaikh memeras dua kantong itu, dan ternyata dua kantong itu
mengalirkan darah, maka tuan syaikh berkata; Apakah kamu tidak malu kepada
Allah memeras darah manusia yang kemudian kamu berikan kepadaku?
Menyaksikan kejadian itu, seketika sang kholifah jatuh pingsan, lalu
tuan syaikh t berkata; Demi Allah Dzat yang di sembah, andaikata
bukan karena menjaga kehormatan dan kemuliaan sang kholifah yang Nasabnya
bertemu dengan Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam, tentu aku akam membiarkan
darah itu mengalir hingga kerumahnya.
قَالَ عَبْدُ اللهِ الْـمَذْكُوْرُ:
وَشَهِدْتُ الْخَلِيْفَةَ عِنْدَهُ يَوْمًا، فَقَالَ لِلشَّيْخِ: أُرِيْدُ شَيْأً
مِنَ الْكَرَامَاتِ لِيَطْمَئِنَّ قَلْـبِيْ، قَالَ: وَمَا تُرِيْدُ؟ قَالَ:
تُفَّاحًا ِمنَ الْغَيْبِ وَلَمْ يَكُنْ أَوَانَهُ بِالْعِرَاقِ، فَمَدَّ
الشَّيْخُ يَدَهُ فِي الْهَوَاءِ فَإِذًا فِيْهَا تُفَّاحَتَانِ فَنَاوَلَهُ
اِحْدَاهُمَا، وَكَسَرَ الشَّيْخُ الَّـتِيْ فِيْ يَدِهِ فَإِذًا هِيَ بَيْضَاءُ
تُفُوْحُ مِنْهَا رَائِحَةُ الْـمِسْكِ، وَكَسَرَ الْخَلِيْفَةُ الْأُخْرَى
فَإِذًا فِيْهَا دُوْدَةٌ، َفَقَالَ: مَا هٰذِهِ وَالَّتِيْ بِيَدِكَ كَمَا َتَرَى
اَوْ قَالَ: كَمَا اَرَى؟ قَالَ الشَّيْخُ t يَا
اَبَاالْـمُظَفَّرِ! هٰذِهِ لَـمَسَتْهَا يَدُ الظَّالِمِ فَدَوَّدَتْ كَمَا
تَرَى، وَهٰذِهِ لَـمَسَتْـهَا يَدُ الْوِلَايَةِ فَطَابَتْ، َوَقَدْ تَقَدَّمَتْ
قِصَّةُ التُّفَّاحِ الَّذِيْ جَاْءَ بِهِ الْخَلِيْفَةُ لِلشَّيْخِ t، وَكَرَامَاتُهُ
أَكْـثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَى وَأَعْظَمُ مِنْ أَنْ تُسْتَقْصَى رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ وَعَنَّا بِرِضَائِهِ الرَّفِيْعِ، وَأَمَدَّنَا بِمَدَدِهِ الْوَسِيْعِ
Syaikh ‘Abdullah Al-Mushiliy berkata; Pada suatu hari aku menyaksikan Khalifah Abu Al-Mudzoffar berada di samping tuan syaikh lalu beliau berkata kepada tuan syaikh; Wahai tuan syaikh, aku ingin tuan syaikh menunjukkan suatu karomah kepadaku agar hatiku menjadi tenang!
Tuan syaikh bertanya; Karomah semacam apa yang kamu kehendaki? Sang khalifah
menjawab; Aku ingin tuan syaikh mendatangkan buah apel dari alam ghaib! <padahal
pada waktu itu di ‘Iraq belum waktunya musim apel> , lalu tuan syaikh
mengangkat kedua tanngannya tinggi-tinggi, dan tiba-tiba tangan tuan syaikh
memegang dua buah apel; yang satu di pegangnya dan yang satunya lagi di berikan
kepada khalifah, lalu tuan syaikh membelah buah apel yang ada di tangannya,
ternyata buah apel itu berwarna putih dan berbau wangi semerbak minyak misik,
kemudian Khalifah membelah buah apel yang di pegangnya, tiba-tiba buah apel itu
penuh dengan ulat, lalu sang khalifah bertanya; Bagaimana mungkin ini bisa
terjadi, buah apel yang ada di tangan tuan warnanya putih bersih semerbak wangi
misik sebagaimana yang tuan lihat, sedangkan buah apel yang ada di tanganku
busuk penuh dengan ulat? Tuan syaikh berkata; Wahai Abu Al-Mudzoffar! Ini adalah
bukti nyata. Sungguh! Apabila tangan orang dzalim menyentuh buah apel ini, maka akan busuk dan penuh
dengan ulat, dan apabila tangan orang wali yang menyentuhnya, maka akan menjadi
baik semerbak mewangi.
Di
depan telah di kemukakan tentang buah apel yang dibawa khalifah kepada tuan syaikh.
Yang jelas karomah tuan syaikh sangat banyak hingga tidak dapat di hitung, dan
sangat agung hingga tidak ada habisnya. Semoga Allah meridloi tuan syaikh juga
kami dengan ridlo-Nya yang luhur, dan menolong kami dengan pertolongan-Nya yang
luas. Amin…
Komentar
Posting Komentar