MANAQIB SYAIKH ABDUL QADIR AL JILANIY BAG. 4
NURUL BURHAN
اَللّٰهُمَّ
انْشُرْ نَفَحَاتِ الرِّضْوَانِ عَلَيْهِ
وَأَمِدَّنَا
بِالْأَ سْرَارِ الَّتِيْ أَوْدَعْتَــهَا لَدَيْهِ
Ya Allah!... Semoga Engkau berkenan menebarkan bau
harum
Ridla-Mu kepada Tuan Syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy
Dan berkenan memberi kami beberapa rahasia yang telah
Engkau titipkan kepada tuan syaikh ‘Abdul Qodir Al-Jilaniy
وَكَانَ يَلْبَسُ لِبَاسَ الْعُلَمَاءِ
وَيَتَطَيْلَسُ وَيَرْكَبُ الْبَغْلَةَ وَتُرْفَعُ الْغَاشِيَةُ بَيْنَ يَدَيْهِ،
وَاِذَا تَكَلَّمَ جَلَسَ عَلَى كُرْسِيٍّ عَالٍ، وَكَانَ فِيْ كَلَامِهِ سُرْعَةٌ
وَجَهْرٌ، وَرُبَّمَا خَطَا فِي الْهَوَاءِ عَلَى رُءُوْسِ الْأَشْهَادِ ثُمَّ
يَرْجِعُ اِلَى الْكُرْسِيِّ، وَكَانَ وَقْتُهُ كُلُّهُ مَعْمُوْرًا
بِالطَّاعَاتِ،
Ketika Tuan Syaikh telah mencapai maqom puncak, Tuan Syaikh mengenakan
pakaian ‘Ulama’ dan mengenakan jubah Thoilusan (semacam pakaian ‘ulama’ Persia, dengan tutup kepala dan menutupi sebagian
besar muka). Bila bepergian, tuan syaikh mengendarai keledai, dan memuliakan siapa saja
yang datang berziarah kepadanya. Bila mengajar tuan syaikh duduk di atas kursi
yang tinggi, bicaranya cepat dan lantang, terkadang terbang di awang-awang di
atas para hadirin lalu kembali lagi pada kursinya.
Tidak ada waktu kosong, semua waktunya di gunakan untuk berbagai macam
ketha’atan.
قَالَ خَادِمُهُ الشَّيْخُ اَبُوْ عَبْدِ
اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْفَتَّاحِ الْهَرَوِيُّ: خَدَمْتُ الشَّيْخَ عَبْدَ
الْقَادِرِ مُدَّةَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةً،
وَكَانَ يُصَلِّي الصُّبْحَ بِوُضُوْءِ الْعِشَاءِ هٰذِهِ الْـمُدَّةَ كُلَّهَا،
وَكَانَ اِذَا اَحْدَثَ جَدَّدَ فِيْ وَقْتِهِ وُضُوْءَهُ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ،
وَكَانَ اِذَا صَلَّى الْعِشَاءَ دَخَلَ خَلْوَتَهُ فَلَا يُمْكِنُ اَحَدٌ أَنْ
يَدْخُلَهَا مَعَهُ وَلَايَفْتَحَهَا، وَلَايَخْرُجُ مِنْهَا اِلَّا عِنْدَ
طُلُوْعِ الْفَجْرِ، وَلَقَدْ اَتَاهُ الْخَلِيْفَةُ مِرَارًا بِالَّليْلِ
يَقْصِدُ الْإِجْتِمَاعَ بِهِ فَلَا يَقْدِرُ عَلَى ذٰلِكَ،
Khodam tuan syaikh yang bernama; Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdul
Fattah Al-Harawi berkata; Saya menjadi khodam tuan syaikh selama 40 tahun. Setiap tuan syaikh shalat shubuh, selalu menggunakan wudlu’nya
shalat ‘isya’, ini berjalan selama saya berkhidmat kepada tuan syaikh. dan bila hadats, tuan syaikh segera berwudlu’ lalu shalat dua raka’at.
Apabila tuan syaikh telah selesai shalat ‘isya’, tuan syaikh langsung
masuk kamar tempat berkhalwat, tidak seorangpun yang mampu dan berani
memasukinya, dan tidak pernah keluar dari tempat khalwatnya kecuali fajar
shodiq telah terbit. Berulang kali, raja Baghdad datang di malam hari dengan
maksud ingin mengadakan pertemuan dengan tuan syaikh, namun tidak pernah
berhasil.
وَقَالَ ابْنُ اَبِي الْفَتْحِ: بِتُّ
لَيْلَةً عِنْدَهُ فَرَأَيْتُهُ يُصَلِّيْ اَوَّلَ الَّليْلِ يَسِيْرًا، ثُمَّ
يَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى اِلَى أَنْ يَمْضِيَ الثُّلُثُ الْأَوَّلُ مِنَ
الَّليْلِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: ( الْـمُحِيْطُ الرَّبُّ الشَّهِيْدُ الْحَسِيْبُ
الْفَعَّالُ الْخَلَّاقُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ ۹×)، وَيَرْتَفِعُ
فِي الْهَوَاءِ اِلَى أَنْ يَغِيْبَ عَنْ بَصَرِيْ ثُمَّ يُصَلِّيْ قَائِمًا عَلَى
قَدَمَيْهِ يَتْلُو الْقُرْآنَ اِلَى أَنْ يَذْهَبَ الثُّلُثُ الثَّانِيْ، وَكَانَ
يُطِيْلُ سُجُوْدَهُ جِدًّا، ثُمَّ يَجْلِسُ مُتَوَجِّهًا مُرَاقِبًا اِلَى طُلُوْعِ
الْفَجْرِ، ثُمَّ يَأْخُذُ فِي
الْإِبْتِهَالِ وَالدُّعَاءِ وَالتَّذَلُّلِ وَيَغْشَاهُ نُوْرٌ يَكَادُ
يَخْطَفُ بِالْأَبْصَارِ اِلَى أَنْ
يَغِيْبَ فِيْهِ عَنِ النَّظَرِ، قَالَ: وَكُنْتُ اَسْمَعُ عِنْدَهُ؛ سَلَامٌ
عَلَيْكُمْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ، وَهُوَ يَرُدُّ السَّلَامَ اِلَى أَنْ يَخْرُجَ
لِصَلَاةِ الْفَجْرِ،
Ibn Abil Fath berkata; Pernah saya bermalam di kediaman tuan syaikh, lalu pada permulaan malam saya melihat tuan syaikh shalat sunnat, dan sebentar kemudian berdzikir kepada Allah Ta’ala sampai melewati
sepertiga malam bagian pertama, setelah itu tuan syaikh membaca sembilan Nama Allah yaitu; Al-Muhith, Ar-Robb, As-Syahid, Al-Hasib,
Al-Fa’’al, Al-Kholiq, Al-Bari’, dan Al-Mushowwir, lalu terbang keangkasa hingga
hilang dari pandangan mata, setelah kebali, tuan syaikh melaksanakan shalat berdiri di atas kedua telapak kakinya dengan
membaca Al-Qur’an sampai sepertiga malam bagian kedua habis, dan sujudnya
sangat lama. Setelah selesai shalat, kemudian tuan syaikh bertawajjuh menjalankan 20
Muroqobah, yaitu; (1) Muroqobah Ahadiyyah, (2) Muroqobah Ma’iyyah, (3)
Muroqobah Aqrobiyyah, (4) Muroqobah Mahabbah fidda irotil ula, (5) Muroqobah
Mahabbah fidda irotits-tsaniyah, (6) Muroqobah Mahabbah fidda irotilqowsi, (7)
Muroqobah Wilayatil ‘ulya, (8) Muroqobah Kamalatinnubuwwah, (9) Muroqobah
kamalatirrisalah, (10) Muroqobah Ulil ‘azmi, (11) Muroqobah da irotil khullah,
(12) Muroqobah Mahabbatis-shirfah, (13) Muroqobah Mahabbatid-dzatiyah
Al-Mumtazijah bil mahbubiyyah, (14) Muroqobah Al-Mahbubiyyah As-Shirfah, (15)
Muroqobah Al-hubbis-shirfah, (16) Muroqobah La ta’yin, (17) Muroqobah Haqiqotil
ka’bah, (18) Muroqobah Haqiqotil Qur an, (19) Muroqobah Haqiqotis-shalat, (20)
Muroqobah Al- Ma’budiyyah As-shirfah, sampai terbit fajar shodiq, lalu memohon
kepada Allah dengan sepenuh hati, dengan menampakkan shifat rendah dan hina,
hingga tuan syaikh tertutup nur yang hampir saja menyambar mata dan hilang dari
pandangan mata karena terkurung oleh nur.
Ibn Abil Fath berkata; Saya mendengar namun tidak dapat melihatnya, di
sisi tuan syaikh ada orang yang mengucapkan salam; Salamun ‘alaikum, salamun ‘alaikum,
dan tuan syaikh menjawab salam itu sampai tuan syaikh beranjak keluar untuk
melaksanakan shalat shubuh.
وَكَانَ t يَقُوْلُ:
لَايَنْـبَـغِيْ لِفَقِـيْرٍ أَنْ
يَتَصَدَّى وَيَتَصَدَّرَ لِإِرْشَادِ النَّاسِ إِلَّا أَنْ اَعْطَاهُ اللهُ
عِلْمَ الْعُلَمَاءِ وَسِيَاسَةَ الْـمُلُوْكِ وَحِكْمَةَ الْحُكَمَاءِ،
Tuan syaikh berkata; Tidak sepantasnya seorang faqir (ahli tashawwuf)
bertandang menjadi mursyid membai ‘at para muridin (orang-orang yang ingin
menempuh jalan menuju Allah) kecuali Allah telah memberinya tiga macam perkara
yaitu; (1) ‘Ilmul ‘ulama’, (2) Siasat raja-raja, (3) Hikmah ‘ulama’ ahli hikmah.
قَالَ: وَرُفِعَ اِلَيْهِ مَرَّةً شَخْصُ نِادَّعَى
أَنَّهُ يَرَى اللهَ تَعَالَى بَعَيْنَيْ رَأْسِهِ، فَقَالَ: أَحَقُّ مَا
يَقُوْلُوْنَ عَنْكَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَزَجَرَهُ وَانْتَـهَرَهُ
وَعَاهَدَهُ عَلَى أَنْ لَايَعُوْدَ اِلَى ذِكْرِ ذٰلِكَ، ثُمَّ الْـتَـفَتَ
الشّيْخُ اِلَى الْحَاضِرِيْنَ السَّائِلِيْنَ لَهُ أَمُحِقٌّ هٰذَا أَمْ
مُبْطِلٌ؟ فَقَالَ: هُوَ مُحِقٌّ فِيْ قَوْلِهِ مُلْـتَـبَسٌ عَلَيْهِ، وَذٰلِكَ
أَنَّهُ شَهِدَ بِبَصِيْرَتِهِ نُوْرَالْجَمَالِ، ثُمَّ خُرِقَ مِنْ بَصِيْرَتِهِ
مَنْفَذٌ فَرَآٰى بَصَرُهُ بَصِيْرَتَهُ وَشُعَاعُهَا مُتَّصِلٌ بِنُوْرِ
شُهُوْدِهِ، فَظَنَّ أَنَّ بَصَرَهُ رَآٰى مَا شَهِدَتْهُ بَصِيْرَتُهُ،
وَإِنَّمَا رَآٰى نُوْرَ بَصِيْرَتِهِ فَقَطْ وَهُوَ لَايَدْرِيْ، فَاضْطَرَبَ
الْعُلَمَاءُ وَالصُّوْفِـيَّـةُ مِنْ سَمَاعِ ذٰلِكَ الْكَلَامِ وَدُهِشُوْا،
Syaikh Abul Fath berkata; Pada suatu hari tuan syaikh mendapat laporan tentang seseorang yang
mengaku-ngaku bahwa dirinya pernah melihat Allah Ta’ala dengan kedua mata dzohirnya, lalu tuan syaikh memanggil orang itu dan bertanya kepadanya; Benarkah apa yang di katakan orang-orang kalau engkau
melihat Allah Ta’ala dengan kedua mata dzohirmu? Orang itu menjawab; Ya, benar.
Lalu tuan syaikh membentaknya dan membuat perjanjian dengannya untuk tidak mengulangi
lagi pernyataannya itu. Kemudian tuan syaikh menoleh kepada hadirin yang
bertanya; Apakah benar apa yang di katakan orang itu? Atau apakah itu salah?
Tuan syaikh menjawab; Yang di katakannya itu benar, namun
ada kesamaran pada dirinya. Sesungguhnya orang itu melihat nur Jamal-Nya Allah
dengan mata hatinya, lalu pandangan mata hati itu terhubung dengan pandangan
mata dzohir, maka akhirnya mata dzohir dapat melihat pada pandangan mata hati
yang sorot pandangannya bertemu dengan nur Jamal-Nya Allah, dan ia mengira
bahwa mata dzohirnya melihat apa yang dilihat oleh mata bathinnya, sebenarnya
ia hanya dapat melihat pandangan mata bathinnya (yang sebenarnya melihat adalah
mata bathinnya), namun ia tidak faham. Mendengar penjelasan itu para ‘ulama’ dan ahli tashawwuf tercengan dan bingung.
قَالَ: وَذُكِرَ أَنَّهُ يُرَى لَهُ مَرَّةً
مِنَ الْـمَرَّاتِ نُوْرٌ عَظِيْمٌ أَضَاءَ بِهِ الْأُفُقُ، وَبَدَا لَهُ فِيْ
ذٰلِكَ النُّوْرِ صُوْرَةٌ، فَنَادَتْنِيْ، يَا عَبْدَ الْقَادِرِ أَنَا رَبُّكَ
وَقَدْ أَبَحْتُ لَكَ الْـمُحَرَّمَاتِ! فَقُلْتُ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، إِخْسَأْ يَا لَعِيْنُ! قَالَ: فَإِذًا بِذٰلِكَ
النُّوْرِ ظُلَامٌ – وَالصُّوْرَةِ دُخَانٌ، ثُمَّ صَرَخَ: يَا عَبْدَ الْقَادِرِ
نَجَوْتَ مِـنِّيْ بِعِلْمِكَ بِحُكْمِ رَبِّكَ وَفِقْهِكَ فِيْ إِحْكَامِ
مَنَازِلِكَ، وَلَقَدْ أَضْلَلْتُ بِمِثْلِ هٰذِهِ الْوَاقِعَةِ سَبْعِيْنَ مِنْ
أَهْلِ الطَّرِيْقِ، فَقُلْتُ: لِرَبِّيَ الْفَضْلُ وَالْـمِنَّةُ، فَقِيْلَ
لِلشَّيْخِ: بِمَ عَرَفْتَ أَنَّهُ شَيْطَانٌ؟ فَقَالَ: مِنْ قَوْلِهِ: أَبَحْتُ
لَكَ الْـمُحَرَّمَاتِ، فَعَلِمْتُ أَنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَأْمُرُ
بِالْفَحْشَاءِ.
Syaikh Abul Fath berkata; Di kisahkan bahwa suatu ketika tuan syaikh melihat cahaya yang besar yang menerangi cakrawala. Pada cahaya itu nampak sebuah bentuk, dan memanggilku; Wahai ‘Abdul Qodir! Aku adalah tuhanmu, dan aku telah
menghalalkan bagimu semua perkara yang diharamkan, lalu aku (tuan syaikh)
berkata; A’udzu billahi minas-syaithanirrojim, pergilah wahai syaithan yang
terla’nat!. Tiba-tiba cahaya itu menjadi gelap dan sebuah bentuk itu berubah
menjadi asap lalu menjerit; Wahai ‘Abdul Qodir! Engkau selamat dari godaanku
sebab ‘ilmumu yang mengetahui tentang hukum-hukum Tuhanmu dan kefahamanmu didalam
memperkokoh maqom-maqommu. Sungguh! Aku telah menyesatkan 70 orang ahli thoriqot
dengan menggunakan cara seperti ini. Lalu aku (tuan syaikh) berkata; Aku dapat
selamat dari godaan syaitan bukan karena ‘ilmuku, tapi karena anugrah dan
ni’mat dari Tuhanku.
Komentar
Posting Komentar