USHFURIYAH 40 HADITS NABAWI DAN HIKAYAT SHUFI HADITS KE 32


HADITS KE TIGAPULUH DUA

عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ قّالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِيَارُ أُمَّتِي مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِذَا أَحْسَنُوا اسْتَبْشَرُوا وَإِذَا أَسَاءُوا اسْتَغْفَرُوا وَإِذَا سَافَرُوا قَصَرُوا صَلَاتَهُمْ وَأَفْطَرُوا مِنْ صَوْمِهِمْ وَاِنَّ شِرَارَ أُمَّتِي الَّذِيْنَ وُلِدُوا فِي النِّعَمِ وَغُذُوا فِي النِّعَمِ وَهِمَّتُهُمْ أَلْوَانُ الطَّعَامِ وَأَلْوَانُ الشَّرَابِ وَإِذَا تَكَلَّمُوْا تَشَدَّقُوْا وَإِذَا مَشَوْا تَبَخْتَرُوْا وَيْلٌ لِلْجَرَّارِيْنَ أَذْيَالًا وَالْأّكَّالِيْنَ اِفْضَالًا وَالنَّاطِقِيْنَ أَشْعَارًا

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; “Sebaik-baik ummatku adalah orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, apabila berbuat baik mereka bergembira (atasnya), apabila berbuat jelek mereka meminta ampun, apabila bepergian mereka mengqoshor shalatnya dan menghentikan puasanya. Dan seburuk-buruk ummatku adalah orang-orang yang di lahirkan dalam berbagai macam keni’matan, di beri makan bermacam-macam keni’matan, kepentingannya adalah bermacam-macam makanan dan minuman, apabila berbicara besar mulut dan apabila berjalan berlagak. Celakalah bagi orang-orang yang menyeret ujung pakaiannya, makan berlebihan dan orang-orang yang mendendangkan sya’ir”.

(مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا) قَالَ النَّوَوِيُّ قَالُوا الْمُرَادُ مِنْهُ أَنْ يَكُوْنَ الشِّعْرُ غَالِبًا عَلَيْهِ مُسْتَوْلِيًا بِحَيْثُ يَشْغُلُهُ عَنِ الْقُرْآنِ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ .

Imam An Nawawi berkata; Para ‘ulama’ berkata; Yang dimaksud dari sya’ir di sini adalah sya’ir yang dapat mengalahkan serta menguasainya yang sekiranya dapat melalaikannya dari Al Qur’an atau lainnya yang berupa ‘ilmu syar’i.(Sunan Ibnu Majah, Syarh).

قَالَ أَبُو عَلِىٍّ بَلَغَنِى عَنْ أَبِى عُبَيْدٍ أَنَّهُ قَالَ وَجْهُهُ أَنْ يَمْتَلِئَ قَلْبُهُ حَتَّى يَشْغَلَهُ عَنِ الْقُرْآنِ وَذِكْرِ اللَّهِ فَإِذَا كَانَ الْقُرْآنُ وَالْعِلْمُ الْغَالِبُ فَلَيْسَ جَوْفُ هَذَا عِنْدَنَا مُمْتَلِئًا مِنَ الشِّعْرِ وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرًا. قَالَ كَأَنَّ الْمَعْنَى أَنْ يَبْلُغَ مِنْ بَيَانِهِ أَنْ يَمْدَحَ الإِنْسَانَ فَيَصْدُقَ فِيهِ حَتَّى يَصْرِفَ الْقُلُوبَ إِلَى قَوْلِهِ ثُمَّ يَذُمَّهُ فَيَصْدُقَ فِيهِ حَتَّى يَصْرِفَ الْقُلُوبَ إِلَى قَوْلِهِ الآخَرِ فَكَأَنَّهُ سَحَرَ السَّامِعِينَ بِذَلِكَ.

Abu ‘Ali berkata, "Telah sampai kepadaku dari Abu ‘Ubaid, bahwa ia berkata, "Maksudnya adalah, hendaklah hatinya penuh dan tersibukkan dengan bacaan Al-Qur'an dan dzikir kepada Allah. Sebab jika hati itu terisi penuh dengan Al-Qur'an dan ilmu syar’i, maka kerongkongannya tidak akan terisi dengan sya’ir. Dan sesungguhnya dalam kefasihan itu terdapat sihir. Ia berkata, "Seakan-akan ma’na dari 'penjelasan yang berlebihan' itu adalah dengan jalan memuji manusia dan meyakinkannya hingga hati orang lain berpaling kepada ucapannya. Lalu ia mencela orang lain dan meyakinkannya sehingga hati orang lain condong kepada perkataannya. Seolah-olah ia menyihir para pendengarnya dengan kefasihannya tersebut". (Sunan Abu Dawud, Syarh).

Nabi ‘alaihishshalatu wassalam memuji ummatnya, yaitu orang-orang yang hidup dengan memiliki shifat tersebut dan mencela yang lainnya, seakan-akan beliau mendorong ummatnya untuk tha’at dan istiqamah di atas shifat tersebut sehingga pada suatu malam dari malam-malam bulan Rajab Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bangun tengah malam untuk melihat apakah di dalam masjid ada seorang shahabatnya yang bengun malam. Ketika mendekati pintu masjid, beliau mendengar suara Abu Bakar radliyallah ‘anhu yang sedang menangis di dalam shalat. Abu Bakar rdliyallahu ‘anhu berencana untuk menghatamkan Al Qur’an dalam shalat dua raka’at, namun ketika sampai pada ayat;

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”.(Qs. At Taubah 111).
Lantas dia menangis sangat sedih, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berhenti di samping pintu masjid dan air mata Abu Bakar rdliyallahu ‘anhu mengalir hingga membasahi tikar.

Dan dari arah yang lain, beliau mendengar suara ‘Aliy karramallahu wajhah sedang menangis dengan suara yang keras. Dia bermaksud untuk menghatamkan Al Qur’an dalam shalat dua raka’at, namun ketika sampai pada ayat;

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الأَلْبَابِ

“Katakanlah; “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Sesungguhnya orang yang ber’akallah yang dapat menerima pelajaran”.(Qs. Az Zumar 9).
Lantas dia menangis hingga air matanya mengalir ke tikar.

Di arah yang lain di dalam masjid, Mu’adz bin Jabal radliyallau ‘anhu menangis dalam shalat dengan suara keras hingga air matanya mengalir ke tikar. Dia bermaksud untuk menghatamkan Al Qur’an dalam shalat, hanya saja dengan urut-urutan membaca setengah atau sepertiga surat lalu dia memulai membaca surat selanjutnya. Dan di pojok masjid, shahabat Bilal juga menangis dalam shalat.

Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menangis bersama mereka hingga mereka selesai mengerjakan shalat, lalu Nabi ‘alaihishshalatu wassalam pulang dengan senang hati dan mereka tidak mengetahui tentang kehadiran Nabi ‘alaihishshalatu wassalam.

Setelah masuk waktu subuh, ketika mereka (para shahabat) telah hadir di masjid dan melaksanakan shalat di belakang Nabi ‘alaihishshalatu wassalam, lantas beliau menghadapkan wajahnya kepada mereka dan bersabda dengan senang hati; Wahai Abu Bakar! Mengapa engkau menangis ketika sampai pada ayat; “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”.(Qs. At Taubah 111)?. Abu Bakar menjawab; Bagaimana mungkin aku tidak akan menangis sedangkan Allah Ta’ala berfirman; “Aku membeli jiwa hamba-hamba-Ku”. Apabila seorang hamba itu memiliki cacat, tentunya Allah Ta’ala tidak akan membelinya atau apabila cacatnya nampak setelah di beli, tentunya pambeli akan mengembalikannya. Sementara apabila aku memiliki cacat pada saat di beli atau setelah di beli, tentu Allah Ta’ala akan menolakku dan aku akan menjadi penghuni neraka, karena itulah aku menangis.

Kemudian turunlah malaikat Jibril ‘alaihissalam dan berkata; Wahai Muhammad! katakan kepada Abu Bakar; Apabila pembeli telah mengetahui cacat seorang hamba, dan dia membeli beserta cacatnya, maka dia tidak berhak untuk mengembalikannya. Sementara Allah Ta’ala lebih mengetahui terhadap cacat hamba-Nya dari sebelum menciptakannya dan Allah Ta’ala akan membeli beserta cacatnya dan tidak akan mengembalikannya, demikian pula dengan cacat yang nampak setelah di beli.

Seperti masalah apabila seseorang membeli sepuluh orang hamba, lalu dia menemukan salah seorang dari mereka yang memiliki cacat, dan pembeli hendak mengambil yang tidak cacat dan mengembalikan yang lainnya, maka yang demikian itu Syara’ tidak memperbolehkannya bahkan memerintahkan untuk menerima semuanya. Dan Allah Ta’ala membeli setiap orang-orang mu’min termasuk orang-orang yang bersih, para Wali, para Nabi dan Rasul. Lalu dengan memborong ummat, Allah Ta’ala tidak mungkin akan mengembalikan orang-orang yang bersih, para Wali, para Nabi dan Rasul, maka dari itu dapat dima’lumi bahwa orang-orang yang memiliki cacat juga tidak akan di kembalikan. Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa lega dan para shahabatpun meresa bahagia.

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada ‘Aliy karramallahu wajhah; Wahai ‘Aliy! Apa yang membuatmu menangis ketika membaca; “Katakanlah; “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Sesungguhnya orang yang ber’akallah yang dapat menerima pelajaran”.(Qs. Az Zumar 9)?. ‘Aliy karramallahu wajhah menjawab; Bagaimana mungkin aku tidak akan menangis sedangkan Allah Ta’ala berfirman; “Katakanlah; “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”. Padahal bapak kita Adam shalawatullahi ‘alaihi adalah orang yang paling mengetahui di antara manusia, dimana dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman;

وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhmya”.(Qs. Al Baqarah 31).
Sementara kami tidak memiliki pengetahuan seperti Nabi Adam, mana mungkin kami sama dengannya? Lantas malaikat Jibril turun dan berkata; Wahai Muhammad! Katakanlah kepada ‘Aliy bahwa maksud firman Allah Ta’ala itu bukan seperti yang dia duga, tapi pada hari kiamat kelak tidak akan sama antara orang kafir dan orang mu’min, karena mereka tidak menyembah kecuali terhadap berhala, tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat, sedangkan orang mu’min menyembah Allah dan setiap waktu mengucapkan; “Laa ilaaha illallahu Muhammadurrasulullah”, apabila berbuat baik mereka bergembira (atasnya), apabila berbuat jelek mereka meminta ampun, apabila bepergian mereka mengqoshor shalatnya dan menghentikan puasanya, karena itu sudah pasti antara orang kafir dan orang mu’min tidak akan sama sebab tempat mereka di dalam neraka dan tempat orang mu’min di dalam surga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

الا لا تنال العلم الا بستة

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4