DOSA YANG JAUH LEBIH BAIK DARIPADA KETA’ATAN
DOSA YANG JAUH LEBIH BAIK DARIPADA KETA’ATAN
قال بعضهم أحذروا حلاوة الطاعات فإنها سموم قاتلة لأنها تقبض صاحبها في مقام الخدمة ويحرم من مقام المحبة وفرق كبير بين من شغله بخدمته وبين من أصطفاه لمحبته وأجتباه لحضرته فإجراء الذنب على العبد أحسن من مثل هذه الطاعة التي تكون سبب الحجاب
Sebagian ‘ulama’ shufi berkata; “Hindarilah olehmu manisnya keta’atan, karena manisnya keta’atan adalah racun yang mematikan”. Karena keta’atan itu dapat menahan pemilliknya di maqam pelayanan (khidmat) dan terhalang dari maqam cinta (mahabbah).
Sungguh jauh perbedaan antara orang yang sibuk melayani-Nya dengan orang yang dipilih untuk mencintai-Nya dan hadir dihadapan-Nya. Namun dosa seorang hamba jauh lebih baik daripada keta’atan seperti ini, yaitu dosa yang menjadi penyebab timbulnya penghalang.
كما نبه عليه بقوله وقضي عليك الذنب فكان سبباً في الوصول
Ibnu 'Athaillah mengingatkan atas hal ini deangan pernyataannya; “Terkadang Dia membiarkanmu melakukan dosa, lalu dosa itu menjadi penyebab untuk wusul kepada-Nya”.
قلت وذلك أن العبد إذا كان سائراً لمولاه قاصداً لوصول حضرة حبيبه ورضاه قد يحصل له كلل أو يصيبه ملل أو يركبه كسل فسلط الحق عليه ذنباً أو تغلبه نفسه فيسقط فإذا قام من سقطته جد في سيره ونهض من غفلته ونشط من كسله فلا يزال جاداً في طلب مولاه غائباً عما سواه حتى يدخل حضرته ويشاهد طلعته وهي الحضرة التي هي تجليات الحق وأسرار ذاته
Aku berkata; Demikian itu karena ketika seorang hamba berjalan menuju Tuhan-nya, bermaksud untuk sampai (wushul) ke hadirat kekasih dan ridha-Nya, terkadang ia merasa letih, malas atau bosan, kemudian Allah al-Haqq menetapkan dosa atasnya atau menjadikan nafsunya menguasainya hingga ia terjatuh. Lalu ketika ia bangkit dari jatuhnya, ia kembali bersemangat dalam perjalannya (menuju Tuhan), bangkit dari kelalaiannya, giat kembali dari kemalasannya dan tiada henti-hentinya ia bersungguh-sungguh mencari Tuhan-nya, tenggelam dari selain-Nya hingga sampai ke hadirat-Nya dan menyaksikan kehadiran-Nya, yaitu tersingkap-Nya al-Haqq dan rahasia-rahasia Dzat-Nya.
ومثال ذلك رجل مسافر أصابه في الطريق نوم أو كسل فيسقط فيضربه حجر فإذا قام ذهب كسله وجد في سيره
Perumpamaannya adalah seperti seorang musafir yang di landa rasa kantuk dan malas di tengah perjalanan hingga ia terjatuh dan tertimpa batu. Lalu ketika ia telah bangkit, maka hilanglah rasa kantuk dan malasnya, dan ia bersungguh-sungguh dalam menempuh perjalannya.
وفي الحديث رب ذنب أدخل صاحبه الجنة قالوا وكيف ذلك يا رسول الله قال لا يزال تائباً فاراً منه خائفاً من ربه حتى يموت فيدخل الجنة أو كما قال عليه السلام
Dalam sebuah hadits diriwayatkan; “Betapa banyak dosa yang memasukkan pelakunya ke dalam surga”.
Para sahabat bertanya; "Bagaimana bisa, ya Rasulullah?".
Beliau menjawab; “Ia senantiasa bertaubat dan lari dari dosa karena takut kepada Tuhan-nya hingga ia mati, maka Dia memasukkannya ke dalam surga”.
وفي حديث آخر عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم والذي نفسي بيده لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء بقوم يذنبون فيستغفرون فيغفر لهم اه
Dalam hadits yang lain diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya kalian tidak melakukan dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, lalu Dia mendatangkan sekelompok orang yang berbuat dosa, kemudian meminta ampunan hingga Dia mengampuni mereka”.
قال صلى الله عليه وسلم في شأن الطاعة التي لم تقبل رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع وقائم ليس له من قيامه إلا السهر
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai keta’atan yang tidak di terima; “Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala puasanya kecuali lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam tidak mendapatkan pahala shalat malamnya selain hanya begadang”.
فمثل هذه الطاعة المعصية التي يصحبها الأنكسار أحسن منها بكثير كما أبان ذلك بقوله معصية أورثت ذلاً وأفتقاراً خير من طاعة أورثت عزاً وأستكباراً
Maka kema’shiyatan yang disertai dengan perasaan bersalah adalah jauh lebih baik daripada keta’atan semacam ini. Ibnu 'Athaillah menyatakan sebagaimana yang telah aku jelaskan mengenai hal tersebut; “Kema’shiyatan yang menimbulkan rasa hina dan butuh adalah jauh lebih baik daripada keta’atan yang membangkitkan rasa mulia dan sikap sombong”.
قلت أنما كانت المعصية التي توجب الأنكسار أفضل من الطاعة التي توجب الأستكبار لأن المقصود من الطاعة هو الخضوع والخشوع والأنقياد والتذلل والأنكسار يقول الله تبارك وتعالى أنا عند المنكسرة قلوبهم من أجلي فإذا خلت الطاعة من هذه المعاني وأتصفت بأضدادها فالمعصية التي توجب هذه المعاني وتجلب هذه المحاسن أفضل منها إذ لا عبرة بصورة الطاعة ولا بصورة المعصية وإنما العبرة بما ينتج عنهما أن الله لا ينظر إلى صوركم ولا إلى أعمالكم وإنما ينظر إلى قلوبكم
Aku berkata; Sesungguhnya kema’shiyatan yang menimbulkan rasa hina dan butuh di anggap jauh lebih utama daripada keta’atan yang membangkitkan rasa mulia dan sikap sombong karena tujuan dari ketaatan adalah tunduk, khusyuk, patuh, merasa hina dan merasa tidak berharga. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman; “Aku adalah dekat dengan orang-orang yang hati mereka merasa hancur karena Aku”. Karena itu manakala keta’atan tidak membuahkan sifat-sifat seperti ini, tetapi justru memunculkan sifat-sifat sebaliknya, maka kema’shiyatan yang memunculkan sifat-sifat tersebut dan yang mendorong pada kebaikan, kema’shiyatan itu jauh lebih baik daripada keta’atan semacam ini. Karena yang dinilai bukanlah bentuk keta’atan dan kema’shiyatan, tetapi sesuatu yang dihasilkan dari keduanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupamu, juga tidak pada amal-amalmu, tetapi Dia hanya melihat pada hati-mu.
فثمرة الطاعة هي الذل والأنكسار وثمرة المعصية هي القسوة والأستكبار فإذا أنقلبت الثمرات أنقلبت الحقائق صارت الطاعة معصية والمعصية طاعة
Buah dari keta’atan adalah rasa hina dan hati yang hancur, dan buah dari kema’shiyatan adalah hati yang keras dan kesombongan. Oleh karena itu apabila buah tersebut terbalik, maka perkara yang hakiki pun akan terbalik hingga akhirnya keta’atan menjadi kema’shiyatan dan kema’shiyatan menjadi keta’atan.
ولذلك قال المحاسبي رضي الله عنه إنما مراد الله سبحانه من عباده قلوبهم فإذا تكبر العالم أو العابد وتواضع الجاهل والعاصي وذل هيبة لله عز وجل وخوفاً منه فهو أطوع لله عز وجل من العالم والعابد بقلبه اه
Karena itulah al-Muhasibiy radliyallahu ‘anh berkata; Sasaran Allah subhanahu terhadap hamba-hamba-Nya adalah hati mereka. Maka apabila orang yang berilmu atau yang ahli ibadah merasa sombong, sedangkan orang bodoh dan suka melakukan ma’shiyat merasa hina serta takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berarti orang yang bodoh dan suka berma’siat lebih ta’at kepada Allah dengan hatinya daripada orang berilmu dan suka beribadah (yang sombong hatinya).
(Iqodzul Himam syarh matn al-Hikam Ibn ‘Ajibah al-Hasaniy)
Komentar
Posting Komentar