KEUTAMAAN BULAN RAMADLAN KITAB DURRATUN NASHIHIN MAJLIS 01
DURRATUN NASHIHIN
Majlis 01;
Majlis 01;
Surat
Al Baqarah 185
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (سورة البقرة ١٨٥)
“Bulan Ramadlan adalah
bulan yang di dalamnya di turunkan Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil)”.(Qs. Al
Baqarah 185).
Kata
(شَهْرُ رَمَضَانَ ) adalah mubtada’, khabarnya adalah kata yang
jatuh setelahnya, atau menjadi khabar dari mubtada’ yang di buang yang berupa
kata “ ذٰلِكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ “ (Bulan itu adalah bulan Ramadlan), atau di
baca nashab ( شَهْرَ رَمَضَانَ ) karena menyimpan kata “صُوْمُوْا “
(berpuasalah pada bulan Ramadlan), atau di baca nashab karena menjadi maf’ulnya
kata “وَاَنْ تَصُوْمُوْا “ namun
ini dlo’if (lemah), atau di baca nashab karena menjadi badalnya kata “أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ “.
Kata
“الشَّهْرُ “
berasal dari kata “الشُّهْرَةُ “, dan
kata “رَمَضَانٌ “
masdar (asal kata) dari kata “رَمَضَ “ (panas/terbakar),
kemudian kata “الشَّهْرُ “ di
mudlafkan (di gabungkan) pada kata “رَمَضَانٌ “ (menjadi;شَهْرُ رَمَضَانَ ) dan di jadikan isim alam (nama-nama sesuatu) dan tidak bisa
menerima tanwin karena memiliki dua ‘illat (penyakit/cacat) yang berupa
‘alamiyah (nama-nama sesuatu) dan tambahan alif dan nun seperti halnya kata “دابةُ “ (nama
anak burung gagak), ia tidak bisa menerima tanwin karena memiliki ‘illat
‘alamiyah dan ta’nits. Sedangkan sabda Nabi ‘alaihishshalatu wassalam; “ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ “, dengan membuang mudlof (شَهْرُ )
karena aman dari kerancuan.
Bulan
itu dinamakan bulan Ramadlan adakalanya karena pada bulan itu sesorang akan merasa
kepanasan dari panasnya rasa lapar dan dahaga, atau karena terbakarnya dosa
pada bulan itu, atau karena bulan Ramadlan jatuh pada hari-hari yang panas
yaitu disaat ‘Ulama’ mengutip nama-nama bulan dari bahasa kuno.
الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ "Bulan
yang di dalamnya di turunkan Al Qur’an", maksudnya adalah turunnya Al
Qur’an dimulai pada bulan Ramadlan tepat pada malam Lailatul Qadar, atau pada
saat itu Al Qur’an diturunkan ke langit bumi secara global kemudian diturunkan
ke bumi secara di angsur, atau Al Qur’an diturunkan untuk menjelaskan tentang puasa,
demikian itu adalah Firman Allah Ta’ala; “diwajibkan atas kamu berpuasa”
(Qs. Al Baqarah 183).
Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam;
“Mushhaf Nabi Ibrahim ‘alaihishshalatu wassalam diturunkan pada malam pertama
dari bulan Ramadlan, Tuarat diturunkan pada tanggal 6 Ramadlan, Injil pada
tanggal 13, Zabur pada tanggal 18 dan Al Qur’an pada tanggal 24 Ramadlan”.
Maushul (kata penghubung) “الَّذِي “ dan shilah maushul (penyambung) “أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ “ menjadi khabar mubtada’, atau menjadi
shifatnya mubtada’ dan khabarnya adalah “ فَمَنْ شَهِدَ “, fa’nya adalah
untuk menshifati mubtada’ dengan kata yang menyimpan ma’na syarat.
Firman Allah yang berupa الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ “Bulan yang di dalamnya di turunkan Al Qur’an” menunjukkan bahwa diturunkannya Al Qur’an
pada bulan Ramadlan menjadi sebab ditentukannya kewajiban berpuasa pada bulan
Ramadlan.
هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى
وَالْفُرْقَانِ “sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil”, menjadi Hal nya “الْقُرْآَنُ “, maksudnya Al Qur’an diturunkan pada bulan
Ramadlan dan Al Qur’an adalah sebagai petunjuk dari Allah bagi manusia berupa
mu’jizat yang mengalahkan, berupa ayat-ayat yang jelas yang menunjukkan pada
perkara hak dan didalamnya berupa beberapa hikmah dan hukum yang membedakan
antara yang hak dan yang bathil.(Qodli Baidlowi).
________________________________
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu ia
berkata; Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Celakalah seseorang yang
ketika namaku disebut disisinya namun dia tidak bershalawat kepadaku, celakalah
seseorang yang memiliki kedua orang tua atau salah satunya namun dia tidak berbakti
kapadanya dengan melakukan suatu perbuatan yang dapat menyebabkan masuk sorga,
dan celakalah seseorang yang menemui bulan Ramadlan dan bulan Ramadlan sempurna
sementara dia belum mendapatkan ampunan”. Karena bulan Ramadlan adalah bulan
penuh rahmat dan ampunan dari Allah Ta’ala, maka apabila dia tidak mendapatkan
ampunan pada bilan Ramadlan, dia adalah orang yang rugi.(Zubdatul Wa’idzin).
Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam;
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sebanyak seratus kali pada malam Jum’at
maka kelak pada hari kiamat ia akan datang dengan bercahaya yang apabila
dibagi-bagikan pada seluruh makhluk niscaya cahaya tersebut mencukupinya”.(Zubdatul
Wa’idzin).
Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam
beliau bersabda; “Barangsiapa yang berbahagia dengan masuknya bulan Ramadlan
maka Allah mengharamkan jasadnya masuk neraka”.
Dan Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Apabila
malam pertama bulan Ramadlan tiba, Allah Ta’ala berfirman; “Siapakah orang yang
mencintai-Ku, Aku-pun akan mencintainya? Siapakah orang yang mencari-Ku,
Aku-pun akan mencarinya? Siapakah orang yang memohon ampun kepada-Ku, Aku-pun
akan mengampuninya lantaran kemuliaan bulan Ramadlan”, Lantas Allah Ta’ala
mengutus malaikat Kirom Al Katibin
(pencatat ‘amal) untuk mencatat ‘amal-‘amal kebaikan di bulan Ramadlan untuk
mereka serta untuk yidak mencatat ‘amal-‘amal kejelekan mereka dan Allah Ta’ala
menghapus dosa-dosa mereka yang telah lewat”.
Diriwayatkan bahwa Mushhaf Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
diturunkan pada malam pertama dari bulan Ramadlan, Taurat pada malam ke enam
dari bulan Ramadlan selisih 700 tahun setelah Mushhaf Nabi Ibrahim ‘alaihissam,
Zabur pada malam ke duabelas dari bulan Ramadlan 500 tahun lebih setelah
Tiarat, Injil pada malam ke 18 dari bulan Ramadlan setelah Zabur selisih 1200
tahun, dan Al Qur’an pada malam ke 27 dari bulan Ramadlan setelah Injil selisih
620 tahun.(Kitab Al Hayat).
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma ia
berkata; Aku mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
“Senadainya ummatku mengetahui keutamaan yang ada dalam bulan Ramadlan niscaya
mereka berharap agar semua tahin dijadikan Ramadlan”. Karena kebaikan terkumpul
dalam bulan Ramadlan, ketha’atan diterima, do’a dikabulkan, dosa diampuni dan
sorga cinta kepada mereka.(Zubdatul Wa’idzin).
Dari Hafs Al Kabir ia berkata; Dawud At Tho’iy
berkata; Kantuk memaksaku tidur pada malam pertama di bulan ramadlan, kemudian
aku bermimpi melihat sorga dan aku seakan-akan duduk ditepi bengawan yang
tercipta dari intan dan yaqut. Tiba-tiba aku melihat beberapa bidadari sorga
yang cahaya wajahnya bagaikan sinar matahari, lalu aku mengucapkan; Laa ilaa ha
illallaah Muhammadurrasulullaah, bidadari itupun mengucapkan; Laa ilaa ha
illallaah Muhammadurrasulullaah dan berkata; Kami adalah milik orang-orang yang senantiasa
memuji Allah, ruku dan sujud di bulan Ramadlan. kraena ucapan itulah Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sorga cinta pada tiga golongan; Orang
yang membaca Al Qur’an, orang yang menjaga lisan dan orang yang berpuasa di
bulan Ramadlan”.(Rawnaqul Majalis).
Dalam sebuah khabar disebutkan; “Apabila datang bulan
Ramadlan ‘Arsy, Kursiy, malaikat dan makhluk selain mereka berteriak dan
berkata; Beruntunglah ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan
kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka, matahari, bulan, bintang,
burung di udara, ikan di laut dan semua makhluk yang bernyawa dimuka bumi diwaktu
siang dan malam kecuali syaithan yang terla’nat memohonkan ampun untuk mereka,
apabila pagi tiba Allah Ta’ala tidak membiarkan seorangpun kecuali mengampuninya,
dan Allah Ta’ala berfirman kepada malaikat; Berikanlah pahala shalat dan bacaan
tasbih kalian di bulan Ramadlan kepada ummat Muhammad ‘alaihishahalatu
wassalam”.
Diceritakan bahwa salah seorang yang bernama Muhammad
tidak pernah shalat sama sekali, namun ketika masuk bulan Ramadlan dia
menghiasi dirinya dengan pakaian dan wewangian lalu mengerjakan shalat dan
mengganti shalat yang telah ditinggalkannya. Kemudian dia ditanya; Untuk apa
kamu melakukan itu? Dia menjawab; Ini adalah bulan taubat, rahmat dan barakah,
mudah-mudahan Allah mengampuniku dengan karunia-Nya. Setelah mati, dia di
impikan dan ditanya; Apa yang Allah Ta’ala perbuat denganmu? Dia menjawab;
Tuhanku telah mengampuniku lantaran aku memuliakan dan mengagungkan bulan
Ramadlan.
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Khatthab radliallahu
Ta’ala ‘anhu dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Ketika salah
seorang dari kalian bangun dari tidurnya di bulan Ramadlan, bergerak-garak di
atas alas tidurnya dan berbolak balik dari satu sisi ke sisi lainnya maka
malaikat berkata kepadanya; Bangunlah semoga Allah memberkahi dan mengasihimu, apabila
dia telah bangun dengan niyat mengerjakan shalat maka alas tidurnya berdo’a
untuknya; Wahai Allah, semoga Engkau memberi dia alas tidur yang tebal lagi
empuk, ketika dia mengenakan pakaiannya, pakaiannya berdo’a; Wahai Allah,
semoga Engkau memberinya pakaian dari sorga, ketika memakai sandalnya,
sandalnya berdo’a untuknya; Wahai Allah, semoga Engkau menetapkan kedua kakinya
di atas shirath, ketika mengambil wadah air, wadak berdo’a untuknya; Wahai
Allah, semoga Engkau memberinya wadah dari sorga, ketika berwudlu’, air
berdo’a; Wahai Allah, semoga Engkau mensucikan dia dari salah dan dosa, dan
ketika berdiri untuk melaksanakan shalat, rumahnya berdo’a: Wahai Allah, semoga
Engkau meluaskan dan menerangkang kuburnya dan menambahkan rahmat kepadanya.
Dan Allah memandangnya dengan kasih sayang, ketika berdo’a Allah berfirman;
Wahai hamba-Ku, engkau yang berdo’a dan Aku yang mengabulkan, engkau yang
meminta dan Aku yang memberi, engkau yang memohon ampun dan Aku yang memberi
ampunan.(Zubdatul Wa’idzin).
Dalam sebuah khabar disebutkan; “Kelak pada hari
kiamat Ramadlan akan datang dalam bentuk sebaik-baiknya bentuk lalu bersujud di
hapan Allah, Allah berfirman; ‘Wahai Ramadlan sampaikanlah hajadmu dan
peganglah tangan orang-orang yang mengerti terhadap hakmu. Lantas Ramadlan mengelilingi
pelataran kiamat mencari dan memegang tangan orang-orang yang mengerti terhadap
haknya lalu membawa pergi kehadanpan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala bertanya; Wahai
Ramadlan, apa yang kamu inginkan? Ramadlan menjawab; Aku ingin agar Engkau memberinya
mahkota ketenangan. Lantas Allah Ta’ala memberinya seribu mahkota, memberinya
idzin untuk memberi syafa’at kepada orang-orang yang berdosa besar dan
mengawinkannya dengan seribu bidadari yang masing-masing bidadari memiliki 70
ribu pelayan lalu menaikkannya keatas buraq. Allah Ta’ala bertanya lagi; Wahai
Ramadlan, apa yang kamu inginkan? Ramadlan menjawab; Semoga Engkau
menempatkannya bertetangga dengan Nabi-Mu. Kemudian Allah Ta’ala menempatkannya
didalam sorga Firdaus. Dan Allah Ta’ala bertanya lagi; Wahai Ramadlan, apa yang
kamu inginkan? Ramadlan menjawab; Engkau telah memenuhi semua hajatku Wahai
Tuhanku, kini dimana kemurahan-Mu? Maka Allah Ta’ala memberinya 100 kota dari
Yaqut merah dan Zabarjad hijau, dan dalam setiap kota terdapat seribu
istana”.(Zahratur Riyadl).
Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud radliyallahu ‘anhu dari
Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Orang yang paling dekat
denganku kelak pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat
kepadaku”.
Diriwayatkan dari Zaid bin Rafi’ dari Nabi
‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Barangsiapa yang bershalawat
kepadaku sebanyak seratus kali setiap malam Jum’at maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya walaupun banyak seperti buih lautan”.(Zubdatul Wa’idzin).
Diriwayat oleh Al Bukhari dari Abu Hurairah; “Barangsiapa
yang menegakkan bulan Ramadlan” (maksudnya barangsiapa yang menghidupkan
malam-malam bulan Ramadlan dengan ber’ibadah pada selain Lailatu Qadar secara
perkiraan. Atau maksudnya barangsiapa yang mengerjakan shalat Tarawih) “dengan
penuh ke imanan” (maksudnya meyakini tentang pahala ‘ibadah malam) “dan
mengharap ridla Allah”, (maksudnya dengan ikhlash)( kata إِيْمَانًا dan إِحْتِسَابًاdibaca Nashab karena menjadi Hal atau
menjadi Maf’ul Lah) “maka dosa-dosanya yang telah lalu akan di ampuni”.(Masyariq).
Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas dari Nabi
‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Apabila hari pertama bulan Ramadlan
tiba, maka angin Mutsirah (angin sepoi-sepoi) bertiup dari bawah ‘Arsy
menggerakkan dedaunan pohon sorga dan mengeluarkan suara merdu yang belum
pernah didengar oleh siapapun, lalu bidadari melihatnya dan berkata; Wahai
Allah, jadikanlah hamba-hamba-Mu yang berpuasa di bulan ini suami bagi kami.
Maka tidaklah seorangpun yang berpuasa di bulan Ramadlan kecuali Allah Ta’ala
memberinya istri dari bidadari tersebut yang dipingit dalam rumah, sebagaimana
firman Allah Ta’ala dalam Kalam Qadim-Nya; “Bidadari yang cantik jelita, putih
bersih, dipingit dalam rumah”. (Qs, Al Qaqi’ah 72). Masing-masing bidadari
memiliki 70 pakaian dengan warna yang berbeda, dan setiap istri memiliki
ranjang yang terbuat dari yaqut merah yang dirajut dengan intan, dan pada
setiap ranjang terdapat 70 kasur dan 70 macam hidangan. Ini semua untuk orang
yang berpuasa di bulan Ramadlan selain perbuatan yang berupa ‘amal kebaikan”.
Karena itu, di anjurkan bagi orang-orang yang beriman untuk memuliakan bulan
Ramadlan, menjaga diri dari perbuatan munkar, menyibukkan diri dengan
ketha’atan berupa shalat, membaca tasbih, dzikir dan membaca Al Qur’an. Allah
Ta’ala berfirman kepada Nabi Musa ‘alaihishshalatu wassalam; Sungguh Aku akan
memberi ummat Muhammad dua cahaya agar mereka selamat dari dua kegelapan. Nabi
Musa bertanya; Apakah dua cehaya itu wahai Tuhanku? Allah Ta’ala menjawab;
Cahaya Ramadlan dan cahaya Al Qur’an. Nabi Musa bertanya lagi; Apakah dua
kegelapan itu wahai Tuhanku? Allah menjawab; Kegelapan alam kubur dan hari
kiamat.(Durratul Wa’idzin).
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radliyallahu Ta’ala
‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda; “Barangsiapa yang
menggelar majlis ‘ilmu pada bulan Ramadlan, maka Allah Ta’ala akan mencatat
setiap langkahnya dengan ‘ibadah setahun dan dia akan bersamaku dibawah ‘Arsy. Barangsiapa
yang melanggengkan shalat berjama’ah di bulan Ramadlan, maka Allah Ta’ala akan
memberinya dari setiap raka’at dengan kota yang penuh dengan ni’mat-ni’mat
Allah Ta’ala. Berangsiapa yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya di bulan
Ramadlan, maka dia akan memperoleh pandangan Rahmat-Nya Allah Ta’ala, dan aku
yang akan menanggungnya di sorga. Dan tidaklah seorang wanitapun yang mencari
ridla suaminya di bulan Ramadlan kecuali dia mendapatkan pahala seperti pahala
sayyidah Maryam dan sayyidah Asiyah. Dan barangsiapa yang memenuhi hajat
saudaranya sesama muslim di bulan Ramadlan, maka Allah Ta’ala akan memenuhi
seribu hajat baginya kelak pada hari kiamat”.
Diriwayatkan dari Abu Harairah radliyallahu ‘anhu ia
berkata; Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Barangsiapa yang
memberi lampu pada salah satu masjid dari masjid-masjid-Nya Allah di bulan
Ramadlan, maka dia akan mendapatkan cahaya terang dalam kuburnya, mendapatkan
pahala orang yang shalat di masjid itu, dan para malaikat serta malaikat
Hamalatul ‘Arsy (malaikat yang memikul ‘Arsy) memohonkan ampun untuknya selama
lampu tersebut masih berada dalam masjid”.(Dakhiratul ‘Abidin).
Diriwatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau
bersabda; “Apabila malam pertama bulan Ramadlan telah tiba, maka syaithan-syaithan
yang durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka dikunci dan tidaklah satu pintupun
yang dibuka, sementar pintu-pintu sorga dibuka dan tidaklah satu pintupun yang
ditutup, dan setiap malam dari bulan Ramadlan Allah Ta’ala berfirman sebanyak
tiga kali; Adakah orang yang meminta, maka Aku akan memenuhi permintaannya?
Adakah orang yang bertaubat, maka Aku akan menerima taubatnya? Adakah orang
yang memohon ampun, maka Aku akan mengampuninya?, dan setiap malam dari bulan
Ramadlan Allah Ta’ala memerdekakan sejuta orang dari neraka dari golongan
orang-orang yang berhak mendapatkan siksa, apabila hari Jum’at, Allah Ta’ala
memerdekakan sejuta orang dari neraka dalam setiap jamnya, dan di akhir bulan
Ramadlan Allah Ta’ala memerdekakan sebanyak bilangan orang yang telah
dimerdekakan sejak awal bulan Ramadlan”.(Zubdatul Wa’idzin).
Berpuasa
pada hari yang meragukan ada tujuh macam; Tiga di antaranya boleh tetapi
makruh, dan yang tiga lagi boleh tanpa makruh, sedang yang satu sama sekali
tidak boleh.
Adapun
tiga macam puasa yang boleh tetapi makruh ialah;
1.
Apabila
seorang yang berpuasa pada hari yang meragukan dengan niyat puasa Ramadhan.
2.
Apabila
dengan puasanya itu, berniyat menunaikan kewajiban yang lain.
3.
Apabila
ia berpuasa pada hari itu dengan niyat ragu-ragu, ya’ni ia berniyat; Jika hari ini
termasuk bulan Ramadlan, maka ini adalah puasa Ramadlan, dan jika termasuk
bulan Sya’ban, maka ini adalah puasa Sya’ban. Semua ini boleh.
Adapun
tiga macam yang boleh tanpa makruh ialah; Apabila ia berpuasa pada hari yang
meragukan;
1)
Dengan
niyat puasa Tathawwu’ (sunnah).
2)
Dengan
niyat puasa Sya’ban.
3)
Dengan
niyat puasa mutlak.
Sedangkan
satu macam puasa yang sama sekali tidak boleh ialah; Apabila ia berpuasa pada
hari yang meragukan dengan catatan; Jika hari ini termasuk bulan Ramadhan, maka
aku berpuasa, sedang jika bukan, maka bukan berpuasa. Berpuasa seperti ini sama
sekali tidak boleh.(Qadhikhan)
________________________________
النوع الثاني ـ الصوم الحرام عند الجمهور أو
المكروه تحريماً عند الحنفية: وهو ما يأتي: إلى أن قال:
2 - صوم يوم الشك: وهو يوم الثلاثين من شعبان
إذا تردد الناس في كونه من رمضان، وللفقهاء عبارات متقاربة في تحديده، واختلفوا في
حكمه، مع اتفاقهم على عدم الكراهة وإباحة صومه إن صادف عادة للمسلم بصوم تطوع كيوم
الاثنين أو الخميس.
فقال الحنفية (1) : هو آخر يوم من شعبان يوم
الثلاثين إذا شك بسبب الغيم أمن رمضان هو أم من شعبان. فلو كانت السماء صحواً ولم
ير هلال أحد فليس بيوم شك.
وحكمه : أنه مكروه تحريماً إذا نوى أنه من
رمضان أو من واجب آخر. ويكره أيضاً صوم ما قبل رمضان بيوم أو يومين، لحديث: «لا
تَقدَّموا رمضان بصوم يوم أو يومين، إلا رجل كان يصوم صوماً، فيصومه» (2) فيكره
صومه إلا أن يوافق صوماً كان يصومه المسلم، خوفاً من أن يظن أنه زيادة على صوم
رمضان، ولا يكره صوم نفل جزم به بلا ترديد بينه وبين صوم آخر، فلا يصام يوم الشك
إلا تطوعاً.
وقال المالكية على المشهور (3) : إنه يوم
الثلاثين من شعبان إذا كان بالسماء في ليلته (أي ليلة الثلاثين) غيم، ولم ير هلال
رمضان. فإن كانت السماء صحواً لم يكن يوم شك؛ لأنه إذا لم تثبت رؤية هلال رمضان،
كان اليوم من شعبان جزماً. وهذا كمذهب الحنفية.
___________________
(1) فتح القدير : 53/1 وما بعدها ،الدر
المختار : 119/2 وما بعدها ،مراقي الفلاح ،ص 107.
(2) رواه الأئمة الستة في كتبهم عن أبي هريرة
(نصب الراية: 440/2).
(3) الشرح الكبير: 513/1، الشرح الصغير:
686/1 وما بعدها، القوانين الفقهية: ص115، شرح الرسالة: 293/1-295.
__________________
والراجح عند الدردير والدسوقي وغيرهما أن يوم
الشك: صبيحة الثلاثين من شعبان إذا كانت السماء صحواً أو غيماً، وتحدث بالرؤية من
لا تقبل شهادته كعبد أو امرأة أو فاسق. أما يوم الغيم فهو من شعبان جزماً؛ لخبر
الصحيحين: «فإن غم عليكم، فأكملوا عدة شعبان ثلاثين» .
وحكمه: أنه يكره صومه للاحتياط على أنه من
رمضان، ولا يجزئه صومه عن رمضان، فمن أصبح فلم يأكل ولم يشرب، ثم تبين له أن ذلك
اليوم من رمضان، لم يجزه، وجاز صومه لمن اعتاد الصوم تطوعاً سرداً أو يوماً معيناً
كيوم الخميس مثلاً، فصادف يوم الشك، كما جاز صومه تطوعاً، وقضاء عن رمضان سابق،وكفارة
عن يمين أوغيره، ولنذر يوم معين أو يوم قدوم شخص مثلاً، فصادف يوم الشك. ويندب
الإمساك (الكف عن المفطر) يوم الشك ليتحقق الحال، فإن ثبت رمضان وجب الإمساك لحرمة
الشهر، ولو لم يكن أمسك أولاً.
وقال الشافعية (1) : يوم الشك: هو يوم
الثلاثين من شعبان في حال الصحو، إذا تحدث الناس برؤية الهلال ليلته، ولم يعلم من
رآه، ولم يشهد برؤيته أحد، أو شهد بها صبيان أو عبيد أو فسقة أو نساء، وظن صدقهم،
أو شهد شخص عدل ولم يكتف به. وليس إطباق الغيم بشك، كما أنه إذا لم يتحدث أحد من
الناس بالرؤية فليس بشك، بل هو يوم من شعبان، وإن أطبق الغيم، لخبر الصحيحين
المتقدم: «فإن غم عليكم، فأكملوا عدة شعبان ثلاثين» .
___________________
(1) مغني المحتاج: 433/1،438.
___________________
وحكمه: أنه يحرم ولا يصح التطوع بالصوم يوم
الشك، ولقول عمار بن ياسر رضي الله عنه: «من صام يوم الشك، قد عصى أبا القاسم صلّى
الله عليه وسلم » (1) . وحكمة التحريم: توفير القوة على صوم رمضان، وضبط زمن الصوم
وتوحيده بين الناس، دون زيادة. وكذلك يحرم صوم يوم أو يومين قبل رمضان، والأظهر
أنه يلزم الإمساك من أكل يوم الشك، ثم ثبت كونه من رمضان، لأن صومه واجب عليه، إلا
أنه جهله.
ويجوز صوم يوم الشك عن القضاء والنذر
والكفارة، ولموافقة عادة تطوعه، ونحوه مما له سبب يقتضي الصوم، على الأصح مسارعة
لبراءة الذمة، فيما عدا الاعتياد، وعملاً في الاعتياد بالحديث المتقدم: «... إلا رجل كان يصوم صوماً، فليصمه» ويجب الإمساك على
من أصبح يوم الشك مفطراً، ثم تبين أنه من رمضان، ثم يقضيه بعد رمضان فوراً، وإن
صامه متردداً بين كونه نفلاً من شعبان أو فرضاً من رمضان،لم يصح فرضاً ولا نفلاً
إن ظهر أنه من رمضان.
وقال الحنابلة (2) : يوم الشك: هو يوم
الثلاثين من شعبان إذا لم ير الهلال ليلته، مع كون السماء صحواً لا علة فيها من
غيم أو قَتَر ونحوهما، أو شهد برؤية الهلال من ردت شهادته لفسق ونحوه، فهم في
تحديده كالشافعية.
وحكمه كما قال المالكية: يكره ويصح صوم يوم
الشك بنية الرمضانية احتياطاً، ولا يجزئ إن ظهر منه، إلا إذا وافق عادة له، أو
وصله بصيام قبله، فلا كراهة، للحديث المتقدم: «لا تقدموا رمضان بصوم يوم أو يومين،
إلا رجل كان يصوم صوماً، فليصمه» وإلا أن يصومه عن قضاء أو نذر أو كفارة، فلا
كراهة؛ لأن صومه واجب إذاً. وإن صامه موافقة لعادة ثم تبين أنه من رمضان، فلا
يجزئه عنه، ويجب عليه الإمساك فيه، وقضاء يوم بعده . والخلاصة: إن صوم يوم الشك
مكروه عند الجمهور، حرام عند الشافعية.
__________________
(1) رواه أصحاب السنن الأربعة، وصححه الترمذي
وغيره.
(2) المغني: 89/3، كشاف القناع:
350/2-351،398 ومابعدها.
________________________________
Komentar
Posting Komentar