KEUTAMAAN PUASA KITAB DURRATUN NASHIHIN MAJLIS 02

KEUTAMAAN PUASA


DURRATUN NASHIHIN
MAJLIS 02;


Surat Al Baqarah 183-184
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ . أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ (سورة البقرة ١٨٣-١٨٤)

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.(Qs. Al Baqarah 183-184).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ ; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian” yaitu Nabi-Nabi dan ummat sejak Nabi Adam ‘alaihissalam. Firman ini menegaskan tentang hukum puasa, dorongan berpuasa dan fa’idah berpuasa yang dapat memperbaiki jiwa.

Puasa menurut bahasa adalah; Menahan diri dari perkara yang disenangi hati.
Sedangkan menurut Syara’ adalah; Menahan diri dari perkara yang membathalkan puasa pada siang hari, karena perkara yang dapat membathalkan puasa adalah perkara yang paling besar yang disenangi hati.

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ; “agar kalian bertaqwa”  yaitu terpelihara dari perbuatan-perbuatan ma’shiyat, karena puasa dapat menghancurkan syahwat (keinginan hati) yang merupakan awal dari segala kema’shiyatan, sebagaimana Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mendapatkan kemampuan menikah, maka menikahlah karena pernikahan itu lebih mampu menundukkan pandangan mata dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu (menikah), maka hendaklah ia berpuasa karena puasa itu akan menjadi benteng yang dapat meredam nafsu birahinya”.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ; “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu)”. Maksudnya beberapa hari yang ditentukan dengan bilangan, atau beberapa hari yang sedikit sebagaimana Firman Allah ta’ala; دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ “Beberapa dirham saja”,(Qs. Yusuf 20).

Kata “ أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ “ dibaca nashab bukan karena di nashabkan oleh kata “ الصِّيَامُ “, sebab antara kata “ الصِّيَامُ “ dan “ أَيَّامًا “ terdapat pemisah, tapi ia dibaca nashab karena di nashabkan oleh kata “صُوْمُوْا  “ yang tersimpan yang ditunjukkan oleh kata “ الصِّيَامُ “. Dan yang dimaksud dengan hari yang ditentukan itu adalah bulan Ramadlan, atau hari yang diwajibkan berpuasa sebelum diwajibkannya berpuasa di bulan Ramadlan yaitu hari ‘Asyura, yang telah dihapus dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadlan, atau tiga hari setiap bulan. Atau karena menjadi dzaraf, atau karena menjadi maf’ul keduanya lafadz “كُتِبَ  “ (karena ittisa’). Dikatakan, ma’na ayat tersebut seperti ma’na kata; “صَوْمُكُمْ كَصَوْمِهِمْ فِى عَدَدِ الْأَيَّامِ  “ (Puasa kalian seperti puasa mereka dalam bilangan harinya),karena ada riwayat yang mengatakan bahwa puasa di bulan Ramadlan itu telah diwajibkan atas kaum Nashrany dan jatuh pada musim yang sangat dingin atau sangat panas, lalu mereka memindahnya ke musim semi, dan mereka menambahnya duapuluh hari sebagai kafarat karena telah memindahnya. Dan ada yang mengatakan; Mereka menambahnya karena gempa yang melanda mereka.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا “Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit” yaitu sakit yang membahayakan,

أَوْ عَلَى سَفَرٍ “atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka)”, ayat ini memberi isyarah bahwa bagi orang yang berangkat bepergian pada pertengahan hari, ia tidak diperkanankan berbuka.

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ “maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. Maksudnya; Apabila berbuka, ia wajib menggantinya sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan ketika sakit atau dalam perjalanan pada hari-hari yang lain.(Qodli Baidlowi).
________________________________

Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Jibril telah datang kepadaku dan berkata; Wahai Muhammad, seseorang tidaklah bershalawat atasmu kecuali 70 ribu malaikat memohonkan ampun atasnya, barangsiapa yang apabila malaikat memohonkan ampun atasnya, maka dia termasuk ahli sorga”.(Zubdah).

Dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau meriwayatkan firman Tuhannya yang Maha Luhur; “Semua ‘amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya”. Karena pauasa merupakan ‘amal yang tidak berwujud yang didalamnya tidak ada ‘amal yang nampak, tidak seperti ‘ibadah-‘ibadah yang lain, dan karena puasa adalah ‘amal rahasia yang tidak seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah, maka Allah Ta’ala berjanji, Dia sendiri yang akan memberikan balasannya, karena itu diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Pada hari kiamat kelak akan datang  suatu kaum yang memiliki sayap saperti sayap burung, lalu dengan sayapnya mereka terbang diatas pagar sorga, lantas malaikat penjaga sorga bertanya kepada mereka; Siapa kalian? Mereka menjawab; Kami dari ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam. Malaikat penjaga sorga bertanya lagi; Apakah kalian melihat hisab? Tidak. Apakah kalian melihat Shirath? Tidak, jawab mereka. Lalu dengan apa kalian bisa mendapatkan derajt ini? mereka menjawab; Saat didunia kami menyebah Allah Ta’ala dengan rahasia, dan di akhirat Allah Ta’ala memasukkan kami ke sorga dengan rahasia pula”.(Zubdatul Wa’idzin).

Dan apabila orang yang berpuasa itu menghawatirkan keselamatan dirinya sebab rasa lapar dan dahaga atau sedang sakit lalu hawatir akan bertambah parah, maka dia boleh berbuka, karena itu adalah darurat dan darurat memperbolahkan perkara yang dilarang.(Rawdlatul ‘Ulama’).

Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Ummatku akan diberi lima macam perkara yang belum pernah diberikan kepada siapapun sebelum mereka. Pertama; pada malam pertama bulan Ramadlan Allah Ta’ala akan memandang mereka dengan rahmat dan barangsiapa yang apabila Allah Ta’ala memandangnya dengan rahmat, setelah itu Allah tidak akan menyiksanya selama-lamanya. Kedua; Allah Ta’ala memerintahkan malaikat untuk memohonkan ampun bagi mereka. Ketiga; bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada wangi kesturi. Keempat; Allah Ta’ala berfirman kepada sorga; Pakailah perhiasanmu, dan berfirman; Sungguh beruntung hamba-hamba-Ku yang beriman, mereka itulah para kekasih-Ku. Kelima; Allah Ta’ala akan mengampuni mereka seluruhnya”. Karena itulah diriwatkan dari Abu Hurairah radliyallah ‘anhu ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”.(Zubdatul Wa’idzin).

Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Sesungguhnya setiap jam dari bulan Ramadlan Allah Ta’ala memerdekakan 700 ribu orang dari neraka dari golongan orang-orang yang berhak mendapatkan siksa hingga malam Lailatu Qadar, dan pada malam Lailatul Qadar Allah Ta’ala memerdekakan sejumlah bilangan orang yang dimerdekakan sejak awal bulan, dan pada hari labaran Allah Ta’ala memerdekakan sejumlah orang yang dimerdekakan dari awal bulan hingga hari lebaran”.(Misykat).

Diriwayatkan dari Jabir dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Pada malam terakhir dari bulan Ramadlan, langit, bumi dan para malaikat menangis karena mushibah yang akan menimpa ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam. Beliau ditanya; Mushibah apakah itu wahai Rasul Allah? Nabi ‘alaihishshalatu wassalam menjawab; Perginya bulan Ramadlan, karena do’a-do’a pada bulan Ramadlan dikabulkan, sedekah diterima, ‘amal-‘amal kebaikan dilipatgandakan dan siksa dijauhkan, dimanakah mushibah yang lebih besar daripada perginya bulan Ramadlan? Maka ketika langit dan bumi menangis, kita lebih pantas menangis dan berduka cita karena perkara yang memutuskan kita dari keutamaan dan kemuliyaan ini”.(Hayatul Qulub).

Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan malaikat yang memiliki empat wajah yang jarak antara satu wajah dengan wajah lainnya sejauh perjalanan seribu tahun, kemudian ia bersujud dengan salah satu wajahnya hingga kiamat seraya berkata didalam sujudnya; “سبحانك ما أعظم جمالك  “ (Maha suci Engkau, betapa AgungNya shifat Jamal-Mu, dengan satu wajahnya ia menghadap keneraka Jahannam dan berkata; Celakalah orang-orang yang masuk kedalamnya, dengan satu wajahnya lagi ia menghadap kesorga dan berkata; Beruntunglah orang-orang yang masuk kedalamnya, dan dengan satu wajah lainnya ia menghadap ke ‘Arsy Allah Ar Rahman dan berkata; Wahai Tuhanku,kasihanilah dan janganlah Engkau menyiksa orang-orang yang berpuasa Ramadlan dari ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam”.(Zahratur Riyadl).

Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan malaikat Kirom Al Katibin (malaikat mulia yang bertugas mencatat ‘amal) pada bulan Ramadlan untuk menulis ‘amal-‘amal kebaikan bagi ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam, tidak menulis ‘amal-‘amal kejelekan mereka dan menghilangkan dosa-dosa mereka yang telah lalu”.

Dan Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”.(Zahratur Riyadl).

Dikatakan, puasa itu ada tiga tingkatan; Puasa orang-orang ‘awam, Puasa orang-orang khusus dan Puasa orang-orang istimewa.

·         Puasa orang-orang ‘awam yaitu mencegah syahwat perut dan kemaluan.
·         Puasa orang-orang khusus adalah puasa orang-orang shalih, yaitu mencegah seluruh anggota dzahir dari berbuat dosa, namun itu tidak akan sempurna kecuali dengan menetapi lima macam perkara;
1)      Menundukkan pandangan dari setiap perkara yang dicela Syara’.
2)      Menjaga lisan dari menggunjing, berbohong, adu domba dan sumpah palsu karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda; “Lima perkara yang dapat membathalkan (pahala) puasa; 1) Berbohong, 2) Menggunjing, 3) Adu domba, 4) Sumpah palsu, 5) Pandangan disertai dengan syahwat”.
3)      Mencegah telinga dari mendengarkan setiap perkara yang dibenci Syara’.
4)      Mencegah seluruh organ tubuh dari perkara yang dimakruhkan dan mencegah perut dari perkara syubhat disaat berbuka, karena tidaklah berarti berpuasa dari makan barang halal kemudian berbuka dengan barang haram, demikian itu seperti orang yang membangun gedung namun menghancurkan kota. Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Berapa banyak orang orang yang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”.
5)      Tidak terlalu banyak makan barang halal disaat berbuka, kira-kira perutnya tidak sampai penuh, karerna itu Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Tidak ada perut yang lebih dibenci oleh Allah daripada perut yang penuh dengan barang halal”.
·         Puasa orang-orang istimewa adalah puasa hati, yaitu hati berpuasa dari rencana-rencana hina, berfikir tentang urusan dunia dan menahan hati dari selain Allah secara keseluruhan.
Apabila orang yang berpuasa berfikir tentang selain Allah, maka berarti berbuka dari puasanya, itulah tingkatan puasa para Nabi dan Shiddiqien.
Sesungguhnya pencapaian kedudukan ini adalah menghadap kepada Allah Ta’ala secara keseluruhan dan berpaling dari selain-Nya.(Zubdatul Wa’idzin).

Ketahuilah bahwa puasa adalah suatu ‘ibadah yang tidak dapat diraba oleh indera manusia, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah dan orang yang berpuasa itu sendiri, dan puasa adalah suatu ‘ibadah yang rahasia antara Tuhan dan hamba. Ketika puasa merupakan suatu ‘ibadah dan ketha’atan yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka Allah menyandarkan kepada-Nya dan berfirman; “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya”.

Dan dikatakan; Allah menyandarkan puasa kapada-Nya karena puasa adalah suatu ‘ibadah yang tidak seorangpung menyekutukan Allah Ta’ala dalam ‘ibadahnya sebab sebagian hamba ada yang menyembah berhala dan bersujud kepadanya, ada yang menyembah matahari, bulan dan ada yang bersedekah karena berhala, mereka adalah orang-orang kafir. Namun tidak seorangpun yang berpuasa karena berhala, matahari atau bulan, akan tetapi ia berpuasa murni karena Allah Ta’ala. Ketika puasa merupakan suatu ‘abadah yang tidak dilakukan pada selain Allah dan puasa adalah suatu ‘ibadah yang murni karena Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada-Nya lalu berfirman; “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya”. Maksudnya, Aku (Allah) membalas puasanya itu karena kemurahan dari shifat ketuhanan, bukan karena pantas menerima atas pengabdiannya.

Abu Al Hasan berkata; Ma’na Firman Allah “dan Aku lah yang akan membalasnya” yaitu; Setiap keta’atan balasannya adalah sorga, sedangkan puasa balasannya adalah bertemu dengan-Ku, Aku melihatnya, ia pun melihat-Ku dan ia berbicara dengan-Ku, Aku-pun berbicara dengannya tanpa perantara dan juru bahasa. Demikianlah apa yang disebutkan dalam kitab Mukhtashar Al Rawdlah, maka jagalah dan nasehatilah orang-orang, janganlah engkau menjadi orang yang tidak jelas.

Menurut Madzhab kami, orang yang berpuasa boleh menyantuh dan mencium istrinya di bulan Ramadlan apabila tidak hawatir terhadap dirinya, sedangkan apabila menghawatirkan dirinya akan melakukan senggama atau akan keluar mani lantaran sentuhan tersebut, maka demikian itu tidak boleh. Dan Sa’id bin Musayyab berkata; Tidak boleh bagi orang yang berpuasa menyentuh atau mencium istrinya, baik menghawatirkan dirinya atau tidak.

Diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas; Seorang pemuda datang kepada Ibn ‘Abbas dan berkata kepadanya; Bolehkah aku mencium istriku sementara aku sedang berpuasa? “Tidak”, jawab Ibn ‘Abbas. Lalu datanglah kakek-kakek dan bertanya kepadanya; Bolehkah aku mencium istriku sementara aku sedang berpuasa? “Boleh”, jawab Ibn ‘Abbas. Kemudian pemuda tersebut kembali kepada Ibn ‘Abbas dan bertanya; Bagaimana bisa engkau menghalalkan baginya apa yang engkau harmkan bagiku, sedangkan kami satu Agama? Ibn ‘Abbas menjawab; Sesungguhnya (ototmu digantungkan pada hidung, apabila hidung mencium, dzakar akan bergerak, dan apabila dzakar bergerak, ia akan menarik pada hal yang lebih besar dari itu), orang yang sudah tua itu dapat mengendalikan nafsu birahinya, sedangkan engkau seorang pemuda tidak akan dapat mengendalikan nafsu birahimu.(Rawdlatul ‘Ulama’).

Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash, ia berkata; Ketika kami sedang bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam datanglah seorang pemuda dan bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah boleh aku mencium (isteriku) sementara aku sedang berpuasa?  "Tidak", jawab beliau. Lalu ada seorang kakek-kakek datang dan bertanya; "Apakah aku boleh mencium (isteriku) sementara aku sedang berpuasa? "Ya", jawab beliau. Ia berkata; lalu kamipun saling memandang satu sama lain, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Aku tahu kenapa kalian saling berpandangan satu sama lain; sesungguhnya orang yang sudah tua itu dapat menahan nafsu birahiya”.(Musnad Ahmad 2/185)(Hadza min ziyadati).

Dikatakan; Yang dimaksud dengan puasa adalah menaklukkan musuh Allah, karena syahwat merupakan perangkap syaithan dan syahwat akan semakin kuat sebab makan dan minum, maka fa’idah puasa yang berupa menaklukkan musuh Allah dan mengahancurkan syahwat tidak akan tercapai kecuali dengan menundukkan nafsu dengan mengurangi makan, karena itulah diriwayatkan tentang di syari’atkannya puasa bahwasanya setelah Allah Ta’ala menciptakan akal, Allah Ta’ala berfirman; Menghadaplah! Lalu akal menghadap. Allah Ta’ala berfirman lagi; Berbaliklah! Lalu akal berbalik. Kemudian Allah bertanya; Siapa kamu, dan siapa Aku? Akal menjawab; Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah. Lantas Allah Ta’ala berfirman; Wahai akal, Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia darimu. Kemudian Allah Ta’ala menciptakan nafsu lalu berfirman; Menghadaplah! Nafsu tidak menjawabnya. Lantas Allah Ta’ala bertanya; Siapa kamu, dan siapa Aku? Nafsu menjawab; Aku adalah aku, Kamu adalah Kamu. Lalu Allah Ta’ala menghukumnya dalam neraka Jahannam selama seratus tahun, kemudian mengeluarkannya dan bertanya; Siapa kamu, dan siapa Aku? Nafsu menjawab seperti jawaban yang pertama. Lantas Allah Ta’ala menenggelamkannya dalam panasnya lapar selama seratus tahun, lalu bertanya kepadanya, dan akhirnya nafsu mengakui bahwa ia adalah hamba dan Dia adalah Tuhan. Sebab itulah Allah Ta’ala mewajibkan atas nafsu untuk berpuasa.(Misykat).

Dikatakan; Hikmah diwajibkannya berpuasa selama 30 hari (sebulan) ialah; Sesungguhnya bapak kita, Nabi Adam ‘alaihissalam setelah memakan buah pohon abadi di sorga, buah itu mengendap dalam perutnya selama 30 hari, dan ketika beliau bertaubat kepada Allah Ta’ala, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk berpuasa siang malam selama 30 hari. Sebab keni’matan dunia itu ada empat macam, yaitu; Makan, minum, jima’ dan tidur, yang semuanya dapat menjadi penghalang bagi seorang hamba dari ridla Allah Ta’ala. Sedangkan diwajibkannya berpuasa bagi ummat Muhammad ‘alaihishshalatu wassalam disiang hari dan diperbolehkan makan pada malam hari adalah merupakan anugrah dari Allah Ta’ala dan kemuliaan bagi kita.(Bahjatul Anwar).


● HIKAYAT ●
Dikisahkan bahwa salah seorang Majusi menlihat anaknya makan di sebuah pasar pada bulan Ramadlan, lalu Majusi memukulnya dan berkata; Kenapasih engkau tidak menghargai penghormatan orang-orang Islam terhadap bulan Ramadlan? Kemudian setelah Majusi itu meninggal dunia, seorang ‘Alim melihatnya dalam mimpi ia berada diatas ranjang kehormatan didalam sorga lalu berkata; Bukankah engkau seorang Majusi? Majusi menjawab; Ya, nemun pada saat aku hendak meninggal dunia, aku mendengar seruan dari langit; Wahai malaikat-Ku, janganlah engkau membiarkannya mati dalam keadaan baragama Majusi, muliakanlah ia dengan Islam lantaran penghormatannya terhadap Ramadlan.
Kisah ini memberikan pengertian bahwa; Menghormati bulan Ramadlan saja seorang Majusi mendapatkan keimanan, apalagi orang yang berpuasa dan memuliakannya?(Zubdatul Majalis).

Dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau meriwayatkan firman Tuhannya yang Maha Luhur; “Setiap ‘amal kebaikan yang dilakukan oleh anak Adam, pahalanya dilipat gandakan mulai dari 10 sampai 700 kali lipat kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya”.
Para ‘Ulama’ berbeda pendapat tentang firman Allah ta’ala; “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya”, padahal setiap ‘amal adalah untuk Allah, dan Allah lah yang akan membalasnya;

1)      Maksudnya didalam puasa tidak ada riya’ sebagaimana yang terjadi pada ‘ibadah selain puasa, karena riya’ terdapat pada diri anak Adam sedangkan puasa adalah sesuatu yang terdapat dalam hati. Tagasnya, tidak ada suatu ‘amalpun yang dilakukan tanpa gerakan kecuali puasa, dan puasa hanya dengan niyat yang tersembunyi dari semua orang.
2)      Yang dimaksud dengan firman; “dan Aku lah yang akan membalasnya” adalah hanya Allah semata yang mengetahui kadar dan kelipatan pahalanya, sedangkan ‘ibadah selain puasa terkadang sebagian orang ada yang mengetahuinya.
3)      Maksud firman Allah itu ialah; puasa adalah ‘ibadah yang paling Allah cintai.
4)      Idofah tersebut (Allah menyandarkan puasa kapada-Nya) adalah idlofah Tasyrif (karena memuliakan) dan idlofah Tadl’if (karena melipat gandakan) seperti kata “Baitullah”.
5)      Meninggalkan makan minum dan lainnya yang berupa syahwat (selera hati) termasuk diantara shifat-shifat ketuhanan, maka ketika orang yang berpuasa bertakarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan shifat yang sesuai dengan shifat-shifat Allah, Allah menyandarkan kepada-Nya.
6)      Secara ma’na sama seperti pendapat kelima, hanyasaja disini dinisbatkan kepada malaikat, karena demikian itu merupakan shifat-shifat malaikat.
7)      Semua ‘ibadah bisa menerima kedzaliman orang-orang kecuali puasa.

Para ‘Ulama’ sepakat bahwa yang dimaksud dengan puasa dalam firman Allah “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya” adalah puasa orang yang selamat dari kema’shiyatan baik berupa ucapan atau perbuatan.(Miftahush Shalat).

Diriwayatkan dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

الا لا تنال العلم الا بستة

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4