CELAAN MAKAN HARTA RIBA KITAB DURRATUN NASHIHIN MAJLIS 07


CELAAN MAKAN HARTA RIBA


DURRATUN NASHIHIN
MAJLIS 07


Surat Al Baqarah 275
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (سورة البقرة ٢٧٥)
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaithan lantaran (tekanan) penyajit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat); sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.(Qs. Al Baqarah 275).

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا “Orang-orang yang makan (mengambil) riba”, Disebutkannya “makan” disini karena makan adalah manfa’at yang paling besar dan karena riba umumnya terjadi pada makanan. Riba yaitu; Melebihkan nilai dalam waktu tempo. Dalam hal jual beli seperti menjual makanan dengan makanan atau menjual emas atau perak dengan emas atau perak sampai pada waktu yang dijanjikan (kecuali kadar dan beratnya sepadan dan kontan). Dan dalam hal tukar menukar seperti menukar salahsatu dari makanan dan emas perak (dengan jenis yang sama) dengan nilai yang lebih dari sesama jenisnya (kecuali kadar atau beratnya sepadan dan kontan).

لَا يَقُومُونَ “tidak dapat berdiri”, Ketika bangkit dari kuburnya.

إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ “melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaithan”, sempoyongan seperti berdirinya orang yang dibanting syaithan, ini sebagaimana dugaan orang-orang bahwa syaithan dapat merasuk atau membanting manusia.

مِنَ الْمَسِّ “lantaran (tekanan) penyajit gila”. Inipun termasuk dugaan mereka bahwa jin dapat merasuk dan mencampuri akal manusia, karena itulah dikatakan; “orang itu kerasukan jin”. Lafadz “الْمَسِّ  “ berhubungan dengan lafadz “لَا يَقُومُونَ  “, maksudnya; Mereka tidak dapat berdiri lantaran penyakit gila yang menimpanya sebab makan riba. Atau berhubungan dengan lafadz “يَقُومُ  “ atau “يَتَخَبَّطُهُ  “, maksudnya; Jatuh bangunnya sempoyongan seperti orang yang dibanting, bukan karena hilang akalnya tapi karena Allah Ta’ala memberatkan riba yang mereka makan didalam perutnya hingga menyulitkannya.

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا “Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat); sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba”, maksudnya; Siksa tersebut dikarenakan mereka menyamakan riba engan jual beli dalam satu jalur sebab sama-sama mendatangkan keuntungan, maka mereka menghalalkan riba seperti dihalalkannya jual beli. Lafazd itu asalnya berupa; “إِنَّمَا الرِّبَا مِثْلُ الْبَيْعِ  “ (sesungguhnya riba itu sama dengan jual beli), tapi dibalik menjadi “إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا  “ (sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba) karena fa’idah Mubalaghoh, artinya; Seolah-olah mereka menjadikan riba sebagai pokok dan menyamakannya denga jual beli.

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا “padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Ini merupakan pengingkaran terhadap mereka yang menyamakan jual beli dengan riba dan membatalkan kias yang bertentangan dengan Nash.(Qadli Baidlawi).
________________________________

Dari Zaid bin Hubbab ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Barangsiapa yang membaca; “ اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَنْزِلْهُ الْمَنْزِلَةَ الْمُقَرَّبَ عِنْدَكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “ (Ya Allah, semoga Engkau melimpahkan rahmat ta’fzin kepada Nabi Muhammad dan menempatkannya pada tempat yang dekat di sisi-Mu dihari kiamat), maka ia wajib mendapatkan syfa’atku”.(Syifa’).

Dari Abu Harairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda; “Empat golongan yang pasti All Ta’ala tidak akan memasukkannya kedalam sorga dan tidak akan mencicipi keni’matan sorga; Pecandu khamer, Pemakan harta riba, Pemakan harta anak yatim tanpa hak dan Pemberani kepada kedua orang tua”.(HR. Al Hakim).
Dalam hadits ini ada dua pena’wilan, pertama; Hadits ini ditujukan kepada pecandu khaemer kemudian ia menghalalkannya. Kedua; Pada awalnya Allah Ta’ala tidak memasukkannya kedalam sorga  ketika masuknya orang-orang yang beruntung dan ahli selamat, yaitu Allah Ta’ala akan membalas untuk tidak memasukkanya kedalam sorga pada kali pertama, setelah itu Allah Ta’ala akan memasukkannya kedalam sorga dan tidak akan membalasnya bahkan akan mengampuninya.

Dari Abu Hurairah ia berkata, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersbda; “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang dapat merusak jiwa. Shahabat bertanya; Apakah itu wahai Rasulallah. Beliau menjawab; 1) Menyekutukan Allah, 2) Sihir, 3) Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali karena ada hak, 4) Makan riba, 5) Makan harta anak yatim, 6) Berpaling dan lari dari barisan perang, 7) Menuduh wanita yang baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina). Al Hadits.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anh ia berkata, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersbda; “Riba memilik 73 pintu (tingkatan), yang paling ringan adalah seperti seseorang yang berzina dengan ibunya”.(HR, Hakim).

Dan Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersbda; “Satu bagian riba itu lebih besar (dosanya) di sisi Allah Ta’ala daripada seseorang berzina 33 kali dalam Islam”.

Dan Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersbda; “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang sementara ia mengetahuinya, itu lebih buruk daripada berzina sebanyak 33 kali”.(Hayatul Qulub).

Dari ‘A’isyah radliyallahu ‘anha ia berkata, Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Apabila sesorang menjual satu dirham dengan dua dirham atau satu dinar dengan dua dinar, maka ia benar-benar melakukan riba, dan apabila seseorang melakukan suatu rekayasa, maka ia benar-benar melakukan riba, mengelabui Allah ‘Azza wa Jalla dan menjadikan hukum-hukun Allah buah ejekan dan permainan”.(Fidaus Akbar).

Dari Jabir bin ‘Abdullah radliyallahu ‘anhu ia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mela’nat orang yang makan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya”.(HR. Muslim).

Dari Abu Sa’id Al Khudri radliyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam bersabda mengenai kisah ira’ dan mi’raj; “… Kemudian aku berangkat bersama Jibril, lalu bertemu dengan orang banyak, tiap-tiap orang dari mereka perutnya seperti perut unta yang gemuk, sebagian dari mereka dikumpulkan dengan sebagian yang lain ditengah jalan yang dilalui oleh keluarga fir’aun sedangkan keluarga fir’aun dihadapkan keneraka stiap pagi dan sore seperti menghadapnya unta yang rakus, yaitu seperti unta yang dibentak agar berlari cepat, mereka dipukul dengan batu dan kayu, mereka tidak mendengar dan tidak sadar kalau itu adalah keluarga fir’aun, setelah sadar mereka berdiri namun perut mereka menggandolinya lalu pingsan, yang lainpun juga berdiri namun perut mereka menggandolinya lalu pingsan, mereka tidak mampu bergeser sedikitpun dari tempatnya hingga keluarga fir’aun berduyun-duyun mendatangi mereka dan menginjak-nginjaknya”. Nabi ‘alaihishshalatu wassalam melanjutkan; “Keluarga fir’aun berkata; Ya Allah, semoga Engkau tidak mendatangkan hari kiamat selama-lamanya”. Pada hari kiamat Allah Ta’ala berfirman; “Masukkanlah fir’aun dan keluarganya kedalam ‘adzab yang sangat keras”.(Qs. 40; 46). Aku (Nabi ‘alaihishshalatu wassalam) bertanya; Wahai Jibril siapakah mereka? Jibril ‘alaihissalam menjawab; Mereka adalah orang-orang yang makan riba dari ummatmu “mereka tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaithan”, Al Ayah.

Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub radliyallah Ta’ala ‘anhu ia berkata; Ketika Nabi ‘alaihishshalatu wassalam usai shalat subuh beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bertanya kepada shahabat-shahabatnya; “Apakah diantara kalian ada yang bermimpi?” Samurah berkata; Jika ada sesorang yang bermimpi maka orang itu akan menceritakan, saat itu beliau mengucapkan “Masya Allah” (atas kehendak Allah). Pada suatu hari beliau bertanya; “Apakah diantara kalian ada yang bermimpi?” Kami (shahabat) menjawab; Tidak. Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Tetapi aku tadi malam bermimpi yaitu ada dua orang menemuiku lalu keduanya membawa aku keluar menuju tanah suci. Kemudian kami berangkat hingga tiba di suatu sungai yang airnya dari darah. Disana ada seorang yang berdiri di tengah sungai dan satu orang lagi berada (di tepinya) memegang batu. Lalu laki-laki yang berada di tengah sungai menghampirinya dan setiap kali dia hendak keluar dari sungai maka laki-laki yang memegang batu (yang berada ditepi sungai) melemparnya dengan batu kearah mulutnya hingga dia kembali ke tempatnya semula di tengah sungai, begitulah seterusnya, setiap dia hendak keluar dari sungai, akan dilempar dengan batu mulutnya hingga kembali ke tempatnya semula. Aku bertanya: "Apa maksudnya ini?" Maka orang yang aku lihat dalam mimpiku itu berkata: "Orang yang kamu lihat di tengah sungai itu adalah pemakan riba'".(HR. Bukhari).

Dari Abu Rafi’ radliyallahu ‘anhu ia berkata; Aku menjual gelang kaki perak kepada Abu Bakar, kemudian beliau menggenggam gelang kaki pada tangan satunya, dan tangan satunya lagi menggenggam dirham, ternyata gelang kaki lebih berat dari dirham, lalu beliau mengambil gunting untuk memotongnya. Aku berkata; Lebihannya itu untuk anda wahai Khalifah Rasulullah, lantas Abu Bakar berkata; Aku mendengar Rasulullah ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Orang yang menambah dan orang yang mencari tambahan keduanya sama-sama berada dalam neraka”.(Mau’idzah).

Sebagian ‘ulama’ menerangkan perbedaan antara jual beli dan riba sebagai berikut; Apabila seseorang menjual baju seharga 10 dirham dengan harga 20 dirham, maka berarti baju itu sebanding dengan harga 20 dirham. Ketika penjual dan pembeli sama-sama ridlo atas perbandingan ini, maka menurut mereka salah satu antara baju dan harga 20 dirham saling membandingi satu sama lain dalam masalah nila, dan mereka tidak mengambil suatu apapun dengan tanpa ‘iwadl (pengganti). Sedangkan apabila seseorang menjual 10 dirham dengan 20 dirham (secara tempo), maka berarti ia mengambil tambahan 10 dirham dengan tanpa ‘iwadl, dan tidak mungkin dikatakan bahwa ‘iwadnya adalah penundaan (pembayaran) pada waktu jatuhnya tempo, karena penundaan bukanlah materi atau sesuatu yang dapat diuangkan, sedangkan mereka menjadikan penundaan (pembayaran) pada waktu jatuhnya tempo sebagai ‘iwadl. Kiranya cukup jelas perbedaan antara dua cotoh ini.(Hayatul Qulub).

Disebutkan beberapa pandangan tentang sebab diharamkannya riba;
1.      Riba nenuntut untuk mengambil harta orang lain dengan tanpa ‘iwadl, karena orang yang menjual satu dirham dengan dua dirham baik tunai atau tempo, ia pasti mendapatkan lebih satu dirham tanpa ‘iwadl. Itu adalah haram.
2.      Akad riba diharamkan karena riba menghalangi orang-orang untuk berniaga, karena orang yang memiliki dirham jika memungkinkan baginya untuk melakukan akad riba, maka mudah baginya untuk mendapatkan tambahan tanpa susah payah. Dan demikian itu akan menuntut terputusnya manfa’at orang-orang dengan berniaga dan mencari untung.
3.      Riba adalah penyebab terputusnya kebaikan antar manusia dari berhutang, karena ketika riba diharamkan hati akan merasa senang dengan menghutangkan dirham kepada orang yang membutuhkan dan meminta untuk mengembalikannya sesuai dengan nilai hutangnya karena mencari pahala dari Alla Ta’ala.
4.      Keharaman riba telah ditetapkan dengan Nash (teks yang jelas tidak butuh penafsiran), dan hikmah semua aturan tidak wajib diketahui bagi makhluk, yang wajib adalah menyatakan dengan pasti akan keharaman riba walaupun tidak mengetahui hikmahnya.
Pandangan keempat ini menjelaskan bahwa Nash membatalkan qias, karena pandangan ini menjadikan yang dihalalkan dan yang diharamkan Allah sebuah dalil atas batalnya qias mereka.(Hayatul Qulub).

Dari ‘Ubadah bin As Shamit radliyallahu ‘anhu ia berkata, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Janganlah kalian memperjual belikan emas dengan emas perak dengan perak, gandum merah dengan gandum merah, gandum putih dengan gandum putih, kurma dengan kurma dan garam dengan garam,kecuali sama-sama sepadan, sebanding dan tunai, akan tetapi perjual belikanlah emas dengan perak, perak dengan emas, gandum merah dengan gandum putih, kurma dengan dengan garam secara tunai berapapun yang kalian kehendaki kelebihannya”. Karena kelebihannya itu tidak termasuk riba sebab jenis dianggap tidak ada. Hafalkanlkanlah dan jangan engkau menjadi orang pelupa.

Adapun barang yang di Nash (oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) tentang keharaman ribanya yaitu apabila berupa barang yang ditakar maka ia termasuk barang yang ditakar selama-lamanya seperti gandum merah, gandum putih dan kurma (walaupun umumnya orang-orang tidak menjualnya dengan takaran lagi), atau apabila berupa barang yang ditimbang maka ia termasuk barang yang ditimbang selama-lamanya seperti emas dan perak, walaupun umumnya orang-orang menjualnya dengan cara yang berbeda dengan Nash karena Nash adalah pasti dan lebih kuat daripada ‘Urf (umumnya), dan yang lebih kuat tidak akan tertinggal dengan yang lebih rendah. Sedangkan barang yang tidak ada Nash padanya, maka ia tergantung pada umumnya seperti selain enam barang yang telah disebutkan dalam hadits; “Janganlah kalian memperjual belikan emas dengan emas … dst”.

Ketahuilah bahwa rekayasa secara syari’at karena untuk menjaga dari terjadinya riba walaupun rekayasa itu boleh menurut sebagian ‘ulama’ ahli fiqih namun makruh menurut sebagian yang lain dan ini yang lebih unggul, seperti; Seseorang hendak berhutang uang 10 dirham dari orang lain dengan mengembalikan 10 setengah dirham dalam waktu sebulan, lalu direkayasa seperti; Peminjam menjual baju seharga 10 dirham dijual (tunai) dengan harga 10 dirham kepada pemberi pinjaman, lalu penjual (peminjam) menyerahkannya dan menerima uang 10 dirham, kemudian pembeli (pemberi pinjaman) berkata; Baju ini akan aku jual dengan harga 10 setengan dirham, lalu peminjam membelinya dari pemberi pinjaman dengan harga tersebut secara tempo. Rekayasa riba seperti ini ditolak, yang lebih utama adalah tidak mengikuti rekayasa ini karena taqwa itu lebih baik daripada fatwa.
Atau seperti; Pemberi pinjamanan (orang pertama) menyerahkan baju yang dipatok dengan dengan harga 12 dirham sesuai harga pada waktu itu  kepada peminjam (orang kedua), lalu peminjam menjualnya pada orang ketiga dengan harga 10 dirham, kemudian orang ketiga menjualnya pada penjual pertama yaitu pemberi pinjamanan juga dengan harga 10 dirham … dengan demikian, maka orang kedua mempunyai hutang 12 dirham kepada orang pertama. Praktek seperti ini tidak termasuk riba namun sebaiknya bagi orang-orang mu’min menghindari mu’amalah merekayasa syari’at hingga tidak dituntut kelak diakhirat. Sedangkan rincian tentang masalah ini dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih, maka hendaklah engkau menela’ah sumber penukilan ini dan mendo’akan orang yang menukilnya dengan baik, semoga engkau mendapatkan syafa’at Nabi yang terpilih setelah engkau berpegang teguh dengan sunnah yang luhur. Janganlah engkau meragukan ni’mat-ni’mat Allah Ta’ala yang besar yang dicurahkan kepada hamba-hamba-Nya yang berdosa sehingga engkau tidak terhalang dari keberuntungan abadi, dan perhatikanlah apa yang telah aku hadirkan untukmu dengan mendalam, serius dan penuh ketelitian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

الا لا تنال العلم الا بستة

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4