KEUTAMAAN TAUBAT MAJLIS 10 KITAB DURRATUN NASHIHIN
MAJLIS 10
KITAB DURRATUN NASHIHIN
KITAB DURRATUN NASHIHIN
Surat
Al Baqarah 135-136
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ
فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ
يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ . أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ
مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (آل عمران ١٣٦-١٣٥)
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap
dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan sorga
yang didalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya, dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang ber’amal”.(Qs. Al Baqarah 135-136).
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً “Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji”, Yaitu perbuatan yang parah kejinya seperti zina.
أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ “atau menganiaya diri sendiri”, Seperti berbuat dosa, apapun itu. Dikatakan; Fahisyah adalah dosa
besar dan Dzulmun nafsi adalah dosa kecil, atau Fahisyah adalah dosa yang merembet
pada yang lain dan Dzulmun nafsi tidak seperti itu.
ذَكَرُوا اللَّهَ “mereka ingat akan Allah”, Yaitu mereka ingat terhadap ancaman Allah atau keputusannya atau
hak-Nya yang Agung.
فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ “lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka”, Disertai dengan penyesalan dan bertaubat.
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ “dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain daripada Allah?”, Ini adalah
istifham berma’ana nafi, (yaitu tidak ada seorangpun yang dapat mengampuni dosa
kecuali Allah). Dan berupa jumlah Mu’taridlah antara ma’thuf dan ma’thuf
‘alaih, maksudnya, Allah Ta’ala menyifati Dzat-Nya dengan luasnya rahmat,
umumnya ampunan, menganjurkan untuk beristighfar (meminta ampun) dan berjanji
akan menerima taubat.
وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا “Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu”, Yaitu tidak menetapi perbuatan
dosa mereka tanpa memohon ampun, karena Nabi ‘alaihishshalatu wassalam
bersabda; “Bukanlah orang yang terus menerus berbuat dosa orang yang memohon
ampunan walaupun ia kembali melekukan dosa dalam sehari sebanyak 70 kali”.
وَهُمْ يَعْلَمُونَ “sedang mereka mengetahui”. Adalah sebagai hal dari kata “وَلَمْ يُصِرُّوا “
maksudnya mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya sedangkan ia mengetahui bahwa
perbuatannya adalah perbuatan keji.
أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ
رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا “Mereka itu balasannya ialah ampunan dari
Tuhan mereka dan sorga yang didalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka
kekal didalamnya”, “أُولَئِكَ .. “ menjadi khabarnya “الَّذِينَ “
apabila “الَّذِينَ
“ dijadikan mubtada’, dan menjadi jumlah
isti’naf yang menjelaskan ayat sebelumnya apabila di ‘athafkan pada “الْمُتَّقِيْنَ “ atau
pada “الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ “.
Dipersiapkannya sorga bagi orang-orang bertaqwa dan orang-orang bertaubat
sebagai balasan bagi mereka bukan berarti memastikan bahwa orang-orang yang
melakukan dosa terus menerus tidak akan masuk sorga, sebagaimana disiapkannya
neraka bagi orang-orang kafir sebagai balasan bagi mereka bukan berarti
memastikan bahwa selain mereka tidak akan masuk neraka.
وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ “dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang
yang ber’amal”. Yang ditentukan dengan pujian
dibuang, perkirannya adalah; Sebaik-baik pahala orang-orang yang ber’amal
adalah pengampunan dan sorga.
________________________________
Dari
Sa’id dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Tidaklah suatu kaum
duduk dalam suatu majlis, tidak bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kecuali hal itu akan menjadi kerugian bagi mereka pada hari kiamat,
dan jika mereka masuk surga maka itu karena balasan dari Allah”.
Abu
‘Isa meriwayatkan dari sebagian ahli ‘ilmu ia berkata; “Apabila seseorang
bershalawat kepada Nabi ‘alaihishshalatu wassalam satu kali dalam suatu maka
hal tersebut telah memberikan kecukupan terhadap apa yang ada di dalam majelis
tersebut”.(Syifa’un Syarif).
Dikatakan;
Ayat ini turun menerangkan tentang seorang penjual kurma, suatu ketika
datanglah seorang wanita yang hendak membeli kurma darinya, lalu penjual kurma
memasukkan wanita itu kedalam tokonya dan menciumnya, tidak lama kemudian
penjual kurma menyesali perbuatannya itu. Lalu pengertian ayat ini menjadi umum
bagi setiap orang yang melakukan dosa dan bertaubat dari dosa yang dilakukan
baik dosa besar seprti zina atau lainnya dan ini merupakan syarat taubat yang
diterima.(Kasysyaf).
Firman
Allah “لِذُنُوبِهِمْ
“ maksudnya; Karena dosa mereka, lalu mereka
bertaubat dan berhenti darinya serta bermaksud dengan sungguh-sungguh untuk
tidak mengulanginya kembali.(Tafsir Khazin).
Firman
Allah “وَهُمْ
يَعْلَمُونَ “, Ibnu ‘Abbas berkata; Mereka mengetahui
bahwa perbuatannya itu adala ma’shiyat. Dikatakan; Mereka mengetahui bahwa
berbuat dosa terus menerus itu membahayakan. Dikatakan; Mereka mengetahui bahwa
Allah Ta’ala bershifat mengampuni dosa dan mengetahui bahwa mereka memiliki
Tuhan yang akan mengampuni dosa mereka. Dikatakan; Mereka mengetahui bahwa
Allah Ta’ala tidak meresa Agung diri untuk mengampuni dosa walaupun banyak. Dan
dikatakan; Mereka mengetahui bahwa apabila memohon ampun, mereka akan
diampuni.(Tafsir Al Lubab).
Dari
Ibnu ‘Umar dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Sesungguhnya
Allah Ta’ala akan menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat”.(Al
Mashabih). Maksudnya; Taubat orang yang berdosa akan diterima selama ruh belum
sampai ditenggorokan, karena ketika sekarat ia menyaksikan apa yang akan dihadapinya,
berupa rahmat, sesuatu yang mengerikan atau siksa yang sangat pedih, ketika itu
taubat dan imannya tidak bermanf’at karena syarat taubat adalah bermaksud
dengan sungguh-sungguh untuk meninggalkan dosa dan tidak mengulanginya kembali,
demikian itu hanya akan menjadi nyata apabila orang yang bertaubat masih ada
kemungkinan untuk melakukannya, sementara hal itu tidak akan nyata bagi orang
yang sekarat karena ia sudah tidak mampu lagi.(Majalis Ar Rumy).
Dari
‘Aly bi Abi Thalib dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda;
“Tertulis pada kanan kiri ‘Arsy, empat ribu tahun sebelum Allah Ta’ala
menciptakan Nabi Adam ‘alaihishshalatu wassalam; ‘Dan sesungguhnya Aku Maha
Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan ber’amal shalih’”.(Qs. Thaha
82).(Tanbihul Ghofilin).
Diriwayatkan
bahwa malaikat Jibril ‘alaihishshalatu wassalam datang kepada Nabi
‘alaihishshalatu wassalam dan berkata; ‘Wahai Muhmmad, sesungguhnya Allah
Ta’ala mengirimkan salam untukmu dan berfirman; ‘Barangsiapa yang bertaubat
dari ummatmu setahun sebelum mati, maka taubatnya diterima’’, Nabi
‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Wahai Jibril, satu tahun bagi ummatku
adalah waktu yang sangat lama karena dikalahkan oleh kelalaian dan panjang
angan-angan, lalu malaikat Jibril ‘alaihishshalatu wassalam pergi, tidak lama
kemudian ia datang kembali dan berkata; ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu
bersabda; ‘Barangsiapa yang bertaubat satu bulan sebelum matinya , maka
taubatnya diterima’’, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Wahai Jibril,
satu bulan adalah waktu yang lama bagi ummatku, lalu malaikat Jibril
‘alaihishshalatu wassalam pergi, tidak lama kemudian ia datang kembali dan
berkata; ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu bersabda; ‘Barangsiapa yang
bertaubat satu hari sebelum matinya , maka taubatnya diterima’’, Nabi
‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Wahai Jibril, satu hari adalah waktu yang
lama bagi ummatku, lalu malaikat Jibril ‘alaihishshalatu wassalam pergi, tidak
lama kemudian ia datang kembali dan berkata; ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya
Tuhanmu bersabda; ‘Barangsiapa yang bertaubat satu jam sebelum matinya , maka
taubatnya diterima’’, Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Wahai Jibril,
satu jam adalah waktu yang lama bagi ummatku, lalu malaikat Jibril
‘alaihishshalatu wassalam pergi, tidak lama kemudian ia datang kembali dan
berkata; ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala mengirimkan salam untukmu
an berfirman; ‘Barangsiapa yang menghabiskan semua usianya dalam kema’shiyatan
dan ia tidak kembali kepada-Ku satu tahun, satu bulan, satu hari atau satu jam
sebelum matinya hingga ruh sampai ditenggorokan dan tidak memungkinkan baginya
untuk berkata dan memberi alasan, dan ia hanya bisa menyesal dalam hatinya,
maka Aku benar-benar mengampuninya’.(Zubdatul Wa’idzin).
Dari
‘Umar bin Khatthab ia berkata; Aku bersama Nabi ‘alaihishshalatu wassalam mendatangi
salah seorang shahabat anshar, semtara ia dalam keadaan naza’ (menghadapi
kematian), lalu Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; “Bertaubatlah kepada
Allah”, namun ia tidak mampu melakukannya dengan lisan, ia hanya bisa
menggerakkan kedua matanya kelangit, lantas Nabi ‘alaihishshalatu wassalam
tersenyum. Aku bertanya; Wahai Rasulallah, apakah yang membuatmu tersenyum?
Nabi ‘alaihishshalatu wassalam bersabda; Sesungguhnya orang yang sakit ini
tidak mampu bertaubat dengan lisannya, ia hanya berisyarah dengan kedua matanya
dan menyesal dalam hatinya, lalu Allah Ta’ala berfirman; ‘Wahai malaikat- ku,
sesungguhnya hamba-Ku tidak mampu bertaubat dengan lisannya, ia hanya menyesal
dalam hatinya, maka Aku tidak akan menyia-nyiakan taubat dan penyesalan dalam
hatinya, saksikanlah bahwa Aku benar-benar telah mengampuninya’.(Durratul
Majalis).
Allah
Ta’ala berfirman dalam surat An Nur; “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.(Qs. An Nur31).
Sebagian
ahli hikmah berkata; taubat seseorang dapat diketahui dengan empat perkara;
1.
Mencegah
lisannya dari pembicaraan yang berlebihan, menggunjing, adu domba dan
berbohong.
2.
Dalam
hatinya tidak ada dengki dan permusuhan terhadap salah seorang manusia.
3.
Meninggalkan
teman-teman yang jelek dan tidak menemani salah seorangpun dari mereka.
4.
Mempersiapkan
diri menghadapi kematian dengan menyesal dan memohon ampun atas dosa-dosanya
yang telah lalu serta bersungguh-sungguh didalam berbakti kepada Tuhannya.
Allah
Ta’ala berfirman dalam ayat yang lain; “Wahai orang-orang yang beriman
bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”.(Qs. At
Tahrim 8). Maksudnya bersungguh-sungguh dalam bertaubat. Dan dikatakan; Memurnikan
kepada Allah dalam bertaubat.
‘Umar
bin Khaththab ditanya tentang Taubat Nashuha, beliau menjawab; Yaitu seseorang
bertaubat dari perbuatan yang jelek dan tidak mengulanginya selama-lamanya.
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma tentang firman Allah Ta’ala; “Bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”. Ia berkata; Taubat
Nashuha adalah menyesal dihati, memohon ampun dengan lisan dan berjanji tidak
akan mengulanginya lagi selama-lamanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi
‘alaihishshalatu wassalam; “Orang yang memohon ampun dengan lisan yang tetap
berbuat dosa, ia seperti orang yang menghina Tuhannya”.(Rawdlatul ‘Ulama’).
Dari
Tsabit Al Bannany ia berkata; “Telah sampai kepadaku bahwa Iblis semoga la’nat
tetap atasnya menangis ketika ayat yang mulia ini turun”.(Tafsir Al Lubab).
Dari
Abu Bakar dari Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Hendaklah
kalian senantiasa membaca; Laa ilaaha illallah dan istighfar dan perbanyaklah
dari keduanya, karena Iblis la’nat atasnya berkata; Aku menghancurkan manusia
dengan dosa dan ma’shiyat dan mereka menghancurkanku dengan; Laa ilaaha
illallah dan istighfar, begitu aku melihat hal itu terjadi, aku akan
menghancurkan mereka dengan hawa nafsu, sedangkan mereka mengira behwa mereka
mendapatkan petunjuk”.(Durrul Mantsur).
Dari
Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Iblis berkata; Demi
kemuliaan-Mu, tidak akan henti-hentinya aku akan menyesatkan anak Adam selama ruh
mereka berada didalam jasadnya, maka Allah Ta’ala berfirman; ‘Demi kemuliaan-Ku
dan keagungan-Ku wahai Iblis terkutuk, Aku akan senantiasa mengampuni mereka
selama mereka meminta ampun kepada-Ku’”.
Dari
‘Atha’ bin Khalid ia berkata; “Telah sampai kepadaku bahwa ketika turun firman
Allah Ta’ala “Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada
Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui”.(Qs. Ali ‘Imean 35). Iblis semoga la’nat tetap atasnya dengan
pasukannya menjerit dan menumpahkan debu diatas kepalanya dan berteriak dengan
kerusakan hingga pasukannya mendatanginya dari setiap daratan dan lautan lalu
berkata; Apa yang terjadi wahai tuanku? Iblis menjawab; Ayat yang turun dalam
kitab Allah Ta’ala yang setelahnya dosa tidak lagi membahayakan seorangpun dari
anak Adam. Mereka bertanya; Ayat apakah itu? Iblis lalu mengabarkannya kepada
mereka. Mereka berkata; Kami akan membuka untuk mereka (anak Adam) pintu-pintu
hawa nafsu hingga mereka tudak bertaubat dan tidak memohon ampun, dan mereka
mengira bahwa mereka berada diatas kebenaran. Lantas Iblis ridla dengan perkataan
itu”.(Durrul Mantsur).
Dari
Anas bin Malik radliyallahu Ta’ala ‘anhu ia berkata; Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Allah Ta’ala berfirman; Wahai anak
Adam, tidaklah engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku melainkan Aku akan
mengampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli, wahai anak Adam,
seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau meminta
ampun kepada-Ku niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak
Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan kepenuh bumi
kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak mensekutukan sesuatu dengan-Ku niscaya
Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi”.(HR, Tirmidzi).
Telah
datang dalam sebuah hadits bahwa Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau
bersabda; “Barang siapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan
memberikannya jalan keluar dari setiap kesempitan, dan memberi kebahagiaan dari
segala kesusahan serta Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak ia
sangka-sangka”.
Dan
didalam hadits yang lain Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Demi
Allah, sesungguhnya aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya
dalam sehari lebih dari 70 kali”.
Dan
didalam hadits yang lain Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Wahai
manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya aku bertaubat
kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali”.
Dan
didalam hadits yang lain Nabi ‘alaihishshalatu wassalam beliau bersabda; “Smua
anak Adam pasti pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang
bersalah adalah orang yang bertaubat”.
Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma ia berkata, Nabi ‘alaihishshalatu
wassalam beliau bersabda; “Binasalah Al Musawwifun (orang-orang yang menunda-nuda)”.
“Al
Masawwifun” adalah orang yang berkata; Kelak aku akan bertaubat. Ia adalah
orang yang binasa karena ia menetapkan suatu perkara diatas kekekalan diluar
kekuasannya. Ia boleh jadi tidak kekal, dan apabila kekal ia tidak akan mampu sebagaimana
ia tidak mampu meninggalkan dosa pada hari ini, ia juga tidak akan mampu untuk
meninggalkannya esok hari, karena ketidakmampuannya meningglkan seketika
hanyalah karena syahwat yang menguasainya, sedangkan syahwat tidak akan
berpisah dengannya esok hari bahkan akan berlipat ganda dan semakin kuat sebab
membiasakan, maka syahwat yang perkuat oleh manusia tidaklah sama dengan
syahwat yang tidak diperkuatnya. Renungkanlah wahai ahli majlis dan ahli
berlaku adil ketika Nabi ‘alaihishshalatu wassalam memohon ampun dan bertaubat,
padahal Allah Ta’ala benar-benar telah mengampuni dosanya yang telah lalu atau
yang akan datang, lalu bagaimana dengan orang yang tidak jelas keadaannya,
apakah diampuninya ataukah tidak? Bagaimana dengan orang yang tidak bertaubat
kepada Allah Ta’ala dalam setiap saat dan tidak menjadikan lisannya senantiasa
sibuk dengan membaca istighfar? Bagaimana dengan orang yang tidak mengingat Allah
yang Maha Kuasa lagi Maha Pengampun dan menyelamatkan dari siksa
neraka?.(Ringkasan dari Majalisul Anwar).
Komentar
Posting Komentar