Ayyuhal Walad || Wasiat Imam Ghazali Untuk Para Pelajar Bag. 11

Surat Wasiyat al-Ghazali
Bagi Para Pelajar
Kitab Ayyuhal Walad
Bag. 11



أَيُّهَا الْوَلَدُ..!!
قَدْ عَلِمْتَ مِنْ هَاتَيْنِ الْحِكَايَتَيْنِ أَنَّكَ لَا تَحْتَاجُ اِلَى تَكْثِيْرِ الْعِلْمِ، وَالْآنَ أُبَيِّنُ لَكَ مَا يَجِبُ عَلَى سَالِكِ سَبِيْلِ الْحَقِّ:

Wahai anakku !.
Apabila kamu benar-benar telah mengetahui dua hikayat ini, sesungguhnya kamu tidak perlu kagi memperbanyak ‘ilmu.
Dan kini aku akan menjelaskan kepadamu apa yang diwajibkan atasi penempuh jalan menuju Allah yang Haq.

فَاعْلَمْ أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلسَّالِكِ شَيْخٌ مُرْشِدٌ مُرَبٍّ، لِيَخْرُجَ الْأَخْلَاقَ السَّيِّئَةَ مِنْهُ بِتَرْبِيَّتِهِ، وَيَجْعَل مَكَانَهَا خُلُقًا حَسَنًا.

Ketahuilah bahwasanya bagi Salik (penempuh jalan menuju Allah) seharusnya meiliki guru yang dapat memberikan petunjuk dan bimbingan, agar ia dapat menghilangkan akhlak yang tercela dari dirinya berkat bimbingnnya, dan mengantikannya dengan akhlak yang terpuji.

وَمَعْنَى التَّرْبِيَّةِ يُشْبِهُ فِعْلَ الْفَلَّاحِ الَّذِي يَقْلَعُ الشَّوْكَ. وَيُخْرِجُ النَّبَاتَاتِ الْأَجْنَبِيَّةِ مِنْ بَيْنِ الزَّرْعِ لِيَحْسُنَ نَبَاتُهُ وَيَكْمُلَ رَيْعُهُ، وَلَا بُدَّ لِلسَّالِكِ مِنْ شَيْخٍ يُؤَدِّبُهُ وَيُرْشِدُهُ اِلَى سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى،

Ma’na bimbingan tersebut adalah menyerupai pekerjaan seorang petani yang mencabut rumput-rumput berduri, dan menghilangan tumbuh-tumbuhan lain yang tumbuh di sela-sela tanamannya, agar tanamannya tumbuh dengan baik dan sempurna hasil panennya. Maka merupakan suatu keharusan bagi seorang Salik memiliki guru yang mengajarkan adab dan memberikan petunjuk ke jalan menuju Allah.

لِأَنَّ اللهَ أَرْسَلَ لِلْعِبَادِ رَسُوْلًا لِلْإِرْشَادِ اِلَى سَبِيْلِهِ، فَإِذَا ارْتَحَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ خَلَفَ الْخُلَفَاءُ فِي مَكَانِهِ، حَتَّى يُرْشِدُوْا اِلَى اللهِ تَعَالَى.

Karena Alah telah mengutus seorang utusan bagi hamba-hamba-Nya untuk menunjukkan ke jalan-Nya. Dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berangkat meninggalkan umatnya, maka Allah menjadikan beberapa khalifah untuk menggantikan kedudukannya sehingga mereka memberi petunjuk ke jalan menuju Allah Ta’ala.

وَشَرْطُ االشَّيْخِ الَّذِي يَصْلُحُ أَنْ يَكُوْنَ نَائِبًا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا، وَلَكِنْ لَا كُلُّ عَالِمٍ يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ.

Adapun syarat seorang guru yang pantas dijadikan sebagai khalifah (pengganti) Rasulullah -shalawatullahi wasalamuhu ‘alaih- adalah orang yang ‘alim, akan tetapi tidak setiap orang ‘alim pantas menjadi sebagai khalifah.

وَإِنِّي أُبَيِّنُ لَكَ بَعْضَ عَلَامَاتِهِ عَلَى سَبِيْلِ الْإِجْمَالِ؛ حَتَّى لَا يَدَّعِي كُلُّ أَحَدٍ أَنَّهُ مُرْشِدٌ،

Dan aku akan menjelaskan kepadamu sebagian dari tanda-tanda orang ‘alim (yang pantas dijadikan sebagai khalifah) secara global; sehingga tidak setiap orang dapat mengaku sebagai mursyid.

فَنَقُوْلُ: مَنْ يُعْرِضُ عَنْ حُبِّ الدُّنْيَا وَحُبِّ الْجَاهِ، وَكَانَ قَدْ تَابَعَ شَيْخًا بَصِيْرًا تَتَسَلْسَلُ مُتَابَعَتُهُ اِلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَكَانَ مُحْسِنًا رِيَاضَةَ نَفْسِهِ مِنْ قِلَّةِ الْأَكْلِ وَالْقَوْلِ وَالنَّوْمِ وَكَثْرَةِ الصَّلَوَاتِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ، وَكَانَ بِمُتَابَعَتِهِ الشَّيْخَ الْبَصِيْرَ جَاعِلًا مَحَاسِنَ الْأَخْلَاقِ لَهُ سِيْرَةً كَالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَالشُّكْرِ وَالتَّوَكُّلِ وَالْيَقِيْنِ وَالسَّخَاءِ وَالْقَنَاعَةِ وَطُمَأْنِيْنَةِ النَّفْسِ وَالْحِلْمِ وَالتَّوَاضُعِ وَالْعِلْمِ وَالصِّدْقِ وَالْحَيَاءِ وَالْوَفَاءِ وَالْوَقَارِ وَالسُّكُوْنِ وَالتَّأَنِّي وَأَمْثَالِهَا، فَهُوَ إِذًا نُوْرٌ مِنْ أَنْوَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْلُحُ لِلْإِقْتِدَاءِ بِهِ، وَلَكِنْ وُجُوْدُ مِثْلِهِ نَادِرٌ أَعَزُّ مِنَ الْكِبْرِيْتِ الْأَحْمَرِ.

Aku berkata; Barangsiapa yang berpaling dari cinta terhadap dunia dan cinta kedudukan, dan ia benar-benar telah mengikuti seorang guru yang arif lagi bijaksana yang gurunya memiliki mata rantai sampai kepada pemimpin para utusan shallallahu ‘alaihi wasallam, ahli riyadlah (melatih diri) dengan baik mengurangi makan, ucapan dan tidur, serta memperbanyak shalat shadaqah dan puasa. Dan dalam mengikuti gurunya yang arif lagi bijaksana, ia menjadikan akhlak yang terpuji sebagai perilakunya seperti sabar, shalat, syukur, tawakkal, yaqin, dermawan, qana’ah, ketenangan jiwa, murah hati, tawadlu’, pengetahuan, jujur, malu, tepat janji, wibawa, tenang, tidak tergesa-gesa dan semacamnya, maka orang yang demikian itu merupakan pembawa cahaya dari cahaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pantas dijadikan sebagai panutan (guru), namun keberadaan orang semacam itu sangat langka dan sulit ditemukan lebih sulit daripada menemukan belerang merah.

وَمَنْ سَاعَدَتْهُ السَّعَادَةُ فَوَجَدَ شَيْخًا كَمَا ذَكَرْنَاهُ، وَقَبِلَهُ الشَّيْخُ، يَنْبَغِي أَنْ يَحْتَرِمَهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا:

Barangsiapa yang beruntung mendapatkan pertolongan dapat menemukan guru seperti yang aku jelaskan, dan guru itu menerimanya sebagai murid, maka ia (murid) harus memuliakannya lahir batin.

أَمَّا اِحْتِرَامُ الظَّاهِرِ فَهُوَ أَنْ لَا يُجَادِلَهُ،

Adapun memuliakannya secara lahir yaitu dengan cara tidak membantahnya

وَلَا يَشْتَغِلُ بِالْاِحْتِجَاجِ مَعَهُ فِي كُلِّ مَسْأَلَةٍ وَإِنْ عَلِمَ خَطَأَهُ،

Tidak menyibukkan diri dengan membuat alasan dalam setiap masalah, meskipun ia tahu bahwa gurunya salah.

وَلَا يُلْقِيَ بَيْنَ يَدَيِهْ سَجَّادَتَهُ إِلَّا وَقْتَ أَدَاءِ الصَّلَاةِ، فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الصَّلَاةِ يَرْفَعُهَا،

Tidak boleh menggelar sajadah di depan gurunya kecuali waktu hendak melakukan shalat, dan jika telah selesai shalat, murid segera mengangkat sajadahnya.

وَلَا يُكْثِرَ نَوَافِلَ الصَّلَاةِ بِحَضْرَتِهِ، وَيَعْمَلُ مَا يَأْمُرُهُ الشَّيْخُ مِنَ الْعَمَلِ بِقَدْرِ وُسْعِهِ وَطَاقَتِهِ.

Murid tidak boleh meperbanyak shalat sunnat di hadapan gurunya. Dan murid harus menjalankan amalan yang diperintahkan gurunya sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya.

وَأَمَّا اِحْتِرَامُ الْبَاطِنِ: فَهُوَ أَنَّ كُلَّ مَا يَسْمَعُ وَيَقْبَلُ مِنْهُ فِي الظَّاهِرِ لَا يُنْكِرُهُ فِي الْبَاطِنِ لَا فِعْلًا وَلَا قَوْلًا؛ لِئَلَّا يَتَّسِمَ بِالنِّفَاقِ،

Adapun memuliakan guru secara batin ialah; setiap apapun yang didengar dan diterima dari guru secara lahir, murid tidak mengingkari dalam batinnya, baik dalam perbuatan maupun ucapan, agar tidak bershifat dengan shifat-shifat munafiq.

وَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ يَتْرُكْ صُحْبَتَهُ إِلَى أَنْ يُوَافِقَ يَاطِنُهُ ظَاهِرَهُ.

Apabila murid tidak mampu menjalankan perintah-perintah gurunya, hendaknya ia meninggalkan bersama gurunya sampai batinnya cocok dengan lahirnya.

وَيَحْتَرِزُ عَنْ مُجَالَسَةِ صَاحِبِ السُّوْءِ؛ لِيَقْصُرَ وِلَايَةَ شَيَاطِيْنَ الْإِنْسِ وِالْجِنِّ عَنْ صَحْنِ قَلْبِهِ، فَيُصَفَّي مِنْ لَوْثِ الشَّيْطَنَةِ، وَعَلَى كُلِّ حَالٍ يَخْتَارُ الْفَقْرَ عَلَى الْغِنَى.

Dan murid hendaknya menjaga diri dari duduk bersama dengan orang yang buruk budi pakertinya, agar dapat mempersempit peluang setan jin dan manusia masuk ke ruang hatinya, sehingga hatinya bersih dari kotoran setani. Dalam kondisi apapun hendaknya murid lebih mengutamakan kefakiran daripada kekayaan.

ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ التَّصَوُّفَ لَهُ خَصْلَتَانِ: اَلْاِسْتِقَامَةُ مَعَ اللهِ تَعَالَى، وَالسُّكُوْنُ عَنِ الْخَلْقِ، فَمَنْ اسْتَقَامَ مَعَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَحْسَنَ خُلُقُهُ بِالنَّاسِ وَعَامَلَهُمْ بِالْحِلْمِ فَهُوَ "صُوْفِيٌّ".

Ketahuilah bahwasanya tashawwuf memiliki dua pekerti;
1. Istiqamah bersama Allah Ta’ala,
2. Tenang menghadapi orang-orang.
Barang siapa yang istiqamah bersama Allah ‘Azza wa Jalla, baik budi pakertinya terhadap sesama manusia dan mempergauli mereka dengan lemah lembut, maka ia adalah orang shufi.

وَالْاِسْتِقَامَةُ أَنْ يَفْدِيَ حَظَّ نَفْسِهِ عَلَى أَمْرِ اللهِ تَعَالَى.
وَحُسْنُ الْخُلُقِ مَعَ النَّاسِ: أَلَّا تَحْمِلَ النَّاسَ عَلَى مُرَاِد نَفْسِكَ، بَلْ تَحْمِلَ نَفْسَكَ عَلَى مُرَادِهِمْ مَا لَمْ يُخَالِفُوا الشَّرْعَ.

Dan istiqamah ialah; Mengalahkan kepantingan diri sendiri demi menjalankan perintah Allah Ta’ala. Sedangkan berakhlak mulia terhadap sesama manusia ialah; Kamu tidak membebani orang lain demi memenuhi keinginanmu sendiri, bahkan kamu rela menanggung beban demi memenuhi keinginan orang lain selama tidak bertentangan dengan hukum syara’.

ثُمَّ إِنَّكَ سَأَلْتَنِي عَنِ الْعُبُوْدِيَّةِ؟،

Kemudian kamu bertanya kepadaku tentang ‘ubudiyah (penghambaan diri kepada Allah Ta’ala)?.

وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ:
أَحَدُهَا: مُحَافَظَةُ أَمْرِ الشَّرْعِ.
وَثَانِيْهَا: الرِّضَاءُ بِالْقَضَاءِ وَالْقَدَرِ وَقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى.
وَثَالِثُهَا: تَرْكُ رِضَاءِ نَفْسِكَ فِي طَلَبِ رِضَاءِ اللهِ تَعَالَى.

‘Ubudiyah ada tiga perkara;
1. Menjaga perintah syara’.
2. Ridla dengan qadla’ dan qadar serta ridla dengan pembagian Allah Ta’ala.
3. Meninggalkan ridla terhadap dirimu sendiri demi mencari ridla Allah Ta’ala.

وَسَأَلْتَنِي عَنِ التَّوَكُّلِ؟

Kamu bertanya kepadaku tentang tawakkal?.

وَهُوَ أَنْ تَسْتَحْكِمَ اِعْتِقَادَكَ بِاللهِ تَعَالَى فِيْمَا وَعَدَ، يَعْنِي تَعْتَقِدُ أَنَّ مَا قُدِّرَ لَكَ سَيَصِلُ إِلَيْكَ لَا مَحَالَةَ وَإِنِ اجْتَهَدَ كُلُّ مَنْ فِي الْعَالَمِ عَلَى صَرْفِهِ عَنْكَ، وَمَا لَمْ يَكْتُبْ لَكَ لَنْ يَصِلَ إِلَيْكَ، وَإِنْ سَاعَدَكَ جَمِيْعُ الْعَالَمِ.

Tawakkal ialah; Memperkuat keyakinanmu kepada Allah Ta’ala perihal apa yang telah dijanjikan. Artinya kamu yakin bahwa apapun yang telah ditentukan untukmu pasti akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini berusaha menghalanginya untuk sampai kepadamu. Dan kamu yakin bahwa apapun yang tidak ditentukan untukmu pasti tidak akan sampai kepadamu walaupun semua orang yang ada di alam semesta ini membantumu.

وَسَأَلْتَنِي عَنِ الْإِخْلَاصِ؟

Dan kamu bertanya kepadaku tentang ikhlas?.

وَهُوَ أَنْ تَكُوْنَ أَعْمَالُكَ كُلُّهَا لِلهِ تَعَالَى، وَلَا يَرْتَاحُ قَلْبُكَ بِمَحَامِدِ النَّاسِ، وَلَا تُبَالِي بِمَذَمَّتِهِمْ.

Ikhlas ialah; Kamu menjadikan seluruh ‘amal perbuatanmu hanya karena Allah Ta’ala, hatimu tidak merasa nyaman dengan pujian orang lain, dan kamu tidak perduli dengan cacian mereka.

وَاعْلَمْ أَنَّ الرِّيَاءَ يَتَوَلَّدُ مِنْ تَعْظِيْمِ الْخَلْقِ.

Ketahuilah bahwa riya’ itu lahir dari menganggap agung terhadap makhluk.

وَعِلَاجُهُ أَن تَرَاهُمْ مُسَخَّرِيْنَ تَحْتَ الْقُدْرَةِ، وَتَحْسَبُهُمْ كَالْجَمَادَاتِ فِي عَدَمِ قُدْرَةِ إِيْصَالِ الرَّاحَةِ وَالْمَشَقَّةِ لِتَخْلُصَ مِنْ مُرَاءَاتِهِمْ.

Sedangkan obatnya adalah; Hendaknya kamu memandang bahwa semua makhluk itu hina dibawah kekuasaan Allah. Dan hendaknya kamu menganggap mereka sama dengan benda mati dalam hal ketidakmampuannya mendatangkan rasa senang dan susah, agar kamu selamat dari riya’ (pamer) terhadap makhluk.

وَمَتَى تَحْسَبُهُمْ ذَوِي قُدْرَةٍ وَإِرَادَةٍ لَنْ يَبْعُدَ عَنْكَ الرِّيَاءُ.

Selama kamu masih menganggap makhluk itu mempunyai kekuasaan dan kehendak, selama itu pula riya’ tidak akan menjauh darimu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

الا لا تنال العلم الا بستة

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4