DIAM DARI KEBAIKAN BUKAN MERUPAKAN ADAB YANG BAIK Kitab Risalah Adabu Sulukil Murid Fasal Penyelesaian
Kitab
Risalah Adabu Sulukil Murid
Risalah Adabu Sulukil Murid
"تَتِمَّةٌ"
وَإِذا أَردتَ - أيُّها المُريدُ - مِن شَيخِكَ أَمراً أَو بَدا لَكَ
أَن تَسأَلَهُ عَن شَيءٍ فَلا يَمنَعُكَ إِجلالُهُ وَالتَّأدُّبُ مَعَهُ عَن
طَلَبِهِ مِنهُ وَسُؤَالِهِ عَنهُ، وَتَسأَلُهُ المَرَّةَ وَالمرَّتينِ
وَالثَّلاثَ، فَلَيسَ السُّكوتُ عَنِ السُّؤاَلِ وَالطَّلبِ مِن حُسنِ الأَدَبِ،
اللَّهُمَّ إِلاَّ أَن يُشيرَ عَليكَ الشَّيخُ بِالسِّكوتِ وَيَأمُرَكَ بِتَركِ
السُّؤالِ، فَعِندَ ذَلكَ يَجِبُ عَليكَ اِمتِثالُهُ.
◆▷ “Penyelesaian”
Wahai
murid, apabila engkau menghendaki suatu hal dari tuan gurumu atau ada hal yang
ingin engkau tanyakan pada tuan gurumu, maka jangan sampai keagungannya dan
adabmu terhadapnya menghalangimu untuk mencari darinya dan bertanya padanya,
tetapi bertanyalah kepadanya sekali, dua atau tiga kali, karena tidaklah diam
dari bertanya dan mencari darinya itu merupakan adab yang baik, kecuali jika tuan
gurumu memberimu isyarat untuk diam dan memerintahkanmu untuk tidak bertanya. Dengan
demikan maka wajib bagimu menta’ati perintahnya.
وَإِذا مَنعَكَ الشَّيخُ عَن أَمرٍ أَو قَدَّمَ عَليكَ أَحداً
فَإِيَّاكَ أَن تَتَّهِمَهُ، وَلْتَكُن مُعتَقِداً أَنَّهُ قَد فَعَلَ مَا هُوَ
الأَنفَعُ وَالأَحسنُ لَكَ، وَإذا وَقَع مِنكَ ذَنبٌ وَوَجدَ (اى غضب) عَليكَ
الشَّيخُ بِسَبَبِهِ فَبادِر بِالاِعتِذارِ إِليهِ مِن ذَنبِكَ حَتَّى يَرضَى
عَنكَ.
Ketika
tuan guru melarangmu tentang suatu perkara atau mengajukan salah seorang dari
padamu, maka janganlah sekali-kali engkau mencurigainya, tapi yakinlah bahwa tuan
gurumu telah melakukan hal yang lebih bermanfa’at dan lebih baik bagimu. Dan ketika
telah terjadi suatu dosa (kesalahan) darimu kemudian tuan gurumu marah kepadamu
sebab dosa tersebut, maka segeralah engkau meminta ma’af kepadanya dari dosamu
sehingga gurumu ridlo terhadapmu.
وَإِذا أَنكَرتَ قَلبَ الشَّيخِ عَليكَ كَأَن فَقَدتَ مِنهُ بِشراً
كُنتَ تَأَلَفُهُ أَو نَحوَ ذَلكَ، فَحَدِّثهُ بِما وَقعَ لَكَ مِن تَخَوُّفِكَ
تَغَـيُّرَ قَلبِهِ عَليكَ فَلـَعلَّهُ تَغَـيَّرَ عَليكَ لِشيءٍ أَحدَثتَهُ
فَتَتُوبَ عَنهُ، أَو لَعَلَّ الذِّي تَوَهَّمتَهُ لَم يَكُن عِندَ الشَّيخِ
وَأَلقاهُ الشَّيطانُ إِليكَ لِيَـسُوءَكَ بِهِ، فَإِذا عَرَفتَ أَنَّ الشَّيخَ
رَاضٍ عَنكَ سَكَنَ قَلبُكَ بِخلافِ مَا إِذا لَم تُحَدِّثهُ وَسَكَتَّ بِمَعرِفةٍ
منِكَ بِسلامةِ جِهَتِكَ.
Ketika
engkau mengingkari hati tuan gurumu terhadapmu, seperti ketika engkau merasa
kehilangan rasa bahagia darinya, maka bersikaplah kepadanya dengan sikap yang
ramah dan semacamnya, dan ceritakanlah kepadanya apa terjadi padamu yaitu rasa
takutmu akan berubahnya hati tuan gurumu kepadamu, dengan harapan hati tuan gurumu
dapat berubah terhadapmu karena sesuatu yang engkau ceritakan kepadanya dan ia
bertaubat darinya. Atau bisa jadi kecurigaan yang engkau tuduhkan kepada tuan
gurumu itu tidak benar adanya hanya saja itu merupakan ulah syaithan yang telah
menjatuhkan (rasa curiga) kepadamu untuk menyusahkanmu. Jika engkau telah
mengetahui bahwa tuan gurumu ridla keadamu, maka hatimu akan tenang, berbeda
dengan jika engkau tidak menceritakan kepadanya dan memilih diam dengan
pengetahuanmu dan dengan keselamatan dirimu.
وَإِذا رَأيتَ المُريدَ مُمتَـلِئاً بِتَعظِيمِ شَيخِهِ وَإِجلالِهِ
مُجتَمِعاً بِظاهِرِهِ وَبَاطِنهِ عَلى اِعتِقادِهِ وَامتِثالِهِ وَالتَّأَدُّبِ
بِآدابِهِ فَلا بُدَّ أَن يَرِثَ سِرَّهُ أَو شَيئاً مِنهُ إِن بَقِيَ بَعدَهُ.
Dan
ketika engkau melihat seorang murid dipenuhi dengan hormat dan memuliakan kepada
tuan gurunya, berkumpul pada dzahir dan batinnya perihal keyakinannya dan kepatuhannya
serta beradab dengan adab tuan gurunya, maka sudah pasti ia akan mewarisi sir
(rahasia) tuan gurunya atau sesuatu yang masih tersisa dari tuan gurunya.
Komentar
Posting Komentar