ILMU BERHUBUNGAN DENGAN AGAMA

Adabud-Dun_ya-wad-Din
.
.
.

(ما يتعلق بعلم الدين من العلوم)
وَقَدْ يَتَعَلَّقُ بِالدِّينِ عُلُومٌ ، قدْ بَيَّنَ الشَّافِعِيُّ فَضِيلَةَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهَا فَقَالَ : مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ عَظُمَتْ قِيمَتُهُ ، وَمَنْ تَعَلَّمَ الْفِقْهَ نَبُلَ مِقْدَارُهُ ، وَمَنْ كَتَبَ الْحَدِيثَ قَوِيَتْ حُجَّتُهُ، وَمَنْ تَعَلَّمَ الْحِسَابَ جَزَلَ رَأْيُهُ ، وَمَنْ تَعَلَّمَ الْعَرَبِيَّةَ رَقَّ طَبْعُهُ، وَمَنْ لَمْ يَصُنْ نَفْسَهُ لَمْ يَنْفَعْهُ عملهُ.

Sesungguhnya ilmu berhubungan dengan Agama. Imam Syafi'i rahimahullah telah menjelaskan keutamaan tiap-tiap ilmu, beliau berkata : Barangsiapa belajar ilmu Al-Qur'an, maka tinggilah kehormatannya, barangsiapa belajar ilmu fiqih, maka luhurlah derajatnya, barangsiapa belajar ilmu hadits, maka kuatlah hujjahnya, barangsiapa belajar ilmu hisab, maka kuatlah pendapatnya, dan barangsiapa belajar ilmu tata bahasa, maka lembutlah wataknya, namun barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat baginya.

وَلَعَمْرِي إنَّ صِيَانَةَ النَّفْسِ أَصْلُ الْفَضَائِلِ؛ لِأَنَّ مَنْ أَهْمَلَ صِيَانَةَ نَفْسِهِ ثِقَةً بِمَا مَنَحَهُ الْعِلْمُ مِنْ فَضِيلَتِهِ، وَتَوَكُّلًا عَلَى مَا يَلْزَمُ النَّاسَ مِنْ صِيَانَتِهِ، سَلَوْهُ فَضِيلَةَ عِلْمِهِ وَوَسَمُوهُ بِقَبِيحِ تَبَذُّلِهِ، فَلَمْ يَفِ مَا أَعْطَاهُ الْعِلْمُ بِمَا سَلَبَهُ التَّبَذُّلُ؛ لِأَنَّ الْقَبِيحَ أَنَمُّ مِنْ الْجَمِيلِ وَالرَّذِيلَةُ أَشْهَرُ مِنْ الْفَضِيلَةِ؛ لِأَنَّ النَّاسَ لِمَا فِي طَبَائِعِهِمْ مِنْ الْبِغْضَةِ وَالْحَسَدِ وَنِزَاعِ الْمُنَافَسَةِ تَنْصَرِفُ عُيُونُهُمْ عَنْ الْمَحَاسِنِ إلَى الْمَسَاوِئِ، فَلَا يُنْصِفُونَ مُحْسِنًا وَلَا يُحَابُونَ مُسِيئًا لَا سِيَّمَا مَنْ كَانَ بِالْعِلْمِ مَوْسُومًا وَإِلَيْهِ مَنْسُوبًا، فَإِنَّ زَلَّتَهُ لَا تُقَالُ وَهَفْوَتَهُ لَا تُعْذَرُ إمَّا لِقُبْحِ أَثَرِهَا وَاغْتِرَارِ كَثِيرٍ مِنْ النَّاسِ بِهَا.

Aku bersumpah demi hidupku. Sungguh, menjaga diri adalah kunci segala keutamaan, karena barangsiapa tidak menjaga dirinya karena yakin dengan keutamaan yang diberikan oleh ilmu kepadanya, dan pasrah atas apa yang diwajibkan kepadanya yaitu menjaga ilmu, maka orang-orang akan menghilangkan keutamaan ilmunya dan menyetempelnya sebagai orang yang jelek karena tidak punya rasa malu, sehingga apa yang diberikan oleh ilmu tidak cukup baginya lantaran telah dihilangkan oleh tidak adanya rasa malu, karena kejelekan lebih tersohor daripada kebaikan dan perkara rendah lebih mashur daripada keutamaan, sebab manusia dengan watak dasarnya yang pembenci, pendengki dan saling unggul-unggulan akan memalingkan pandangannya dari kebaikan kepada kejelekan, mereka tidak pernah bersikap adil pada orang yang berbuat baik dan tidak memberi ampun pada orang yang berbuat jelek apalagi pada orang yang dikenal dan dianggap berilmu, maka kesalahan dan kekeliruannya tidak terampuni. Demikian itu adakalanya karena buruknya pengaruh kesalahannya dan tertipunya orang banyak olehnya.

وَقَدْ قِيلَ فِي مَنْثُورِ الْحِكَمِ: إنَّ زَلَّةَ الْعَالِمِ كَالسَّفِينَةِ تَغْرَقُ وَيَغْرَقُ مَعَهَا خَلْقٌ كَثِيرٌ، وَقِيلَ لِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ - عَلَيْهِ السَّلَامُ - مَنْ أَشَدُّ النَّاسِ فِتْنَةً؟ قَالَ: زَلَّةُ الْعَالِمِ إذَا زَلَّ زَلَّ بِزَلَّتِهِ عَالَمٌ كَثِيرٌ. فَهَذَا وَجْهٌ.

وَإِمَّا لِأَنَّ الْجُهَّالَ بِذَمِّهِ أَغْرَى، وَعَلَى تَنَقُّصِهِ أَحْرَى؛ لِيَسْلُبُوهُ فَضِيلَةَ التَّقَدُّمِ وَيَمْنَعُوهُ مُبَايِنَةَ التَّخْصِيصِ عِنَادًا لِمَا جَهِلُوهُ وَمَقْتًا لِمَا بَايَنُوهُ؛ لِأَنَّ الْجَاهِلَ يَرَى الْعِلْمَ تَكَلُّفًا وَلَوْمًا، كَمَا أَنَّ الْعَالِمَ يَرَى الْجَهْلَ تَخَلُّفًا وَذَمًّا.

Disebutkan dalam kitab Mantsur al-Hikam : "Kesalahan orang alim laksana perahu tenggelam yang menenggelamkan orang banyak".

Nabi Isa bin Maryam alaihissalam pernah ditanya : Siapakah orang yang paling besar fitnahnya?
Beliau menjawab : "Yaitu orang alim yang melakukan kesalahan, karena kesalahannya menyebabkan banyak orang alim menjadi binasa". Ini adalah salah satu alasan.

Dan yang lain adakalanya karena orang-orang bodoh gemar mencela dan suka meremehkan guna menghilangkan keutamaan ilmu yang membuat orang berilmu lebih maju, dan mencegah keistimewaan ilmu yang membedakannya dari mereka. Mereka keras kepala dengan kebodohannya dan benci pada apa yang membuat mereka berbeda. Mengapa demikian? Karena orang bodoh memandang ilmu sebagai beban yang menyusahkan dan penyebab tercelanya seseorang, seperti halnya orang alim memandang kebodohan dapat menyebabkan seseorang menjadi tertinggal dan tercela.

(Adabud Dun_ya wad Din)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4

الا لا تنال العلم الا بستة