LARANGAN TAAT DAN TAQLID BUTA KEPADA ULIL AMRI

LARANGAN TAAT DAN TAQLID BUTA KEPADA ULIL AMRI

 

 

قوله تعالى: {أَطِيعُوا اللهَ وأطِيعُوا الرَّسُولَ وأُولي الأَمْرِ منكم} النساء آية [59].

يحتمل أن يراد به الفقهاء والعلماء.

ويحتمل أن يراد به الأمراء, وهو الأظهر, لما تقدم من ذكر العدل في قوله: {وإذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ الناسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ}النساء 58.

وقوله: {فَإنْ تَنَازَعْتُمْ فيِ شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إلىَ اللهِ والرَّسول}: يدل على أن أولي الأمر هم الفقهاء, لأنه أمر سائر الناس بطاعتهم, وأمر أولي الأمر برد المتنازع فيه إلى كتاب الله, وسنة نبيه عليه السلام, وليس لغير العلماء معرفة كيفية الرد إلى الكتاب والسنة.

(الكتاب : أحكام القرآن للكيا الهراسى) (المؤلف : عماد الدين بن محمد الطبري ، المعروف بالكيا الهراسي) (المتوفى : 504هـ)

 

Firman Allah Ta’ala; “Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu”.(Qs. An-Nisa’; 59)

 

Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah Fuqoha’ dan Ulama’.

Dan ada kemungkinan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah Umaro’, ini berdasarkan ayat sebelumnya yang menerangkan tentang keadilan yang disebutkan dalam firman-Nya; “dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”.(Qs. An-Nisa’; 58)

 

Dan firman-Nya; “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah)”.(Qs. An-Nisa’; 59)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud Ulil Amri adalah Fuqoha’, karena Dia memerintahkan kepada seluruh manusia supaya mentaati mereka (ulil amri), dan Dia memerintahkan kepada ulil amri untuk mengembalikan perselisihan sesuatu kepada kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya alaihissalam, sedangkan selain ulama’ tidak ada yang mengerti bagaimana cara mengembalikan kepada al-Kitab dan as-Sunnah.

(Ahkamul Qur’an lil-Kiya al-Hirrasy)

 

والتحقيق في معنى الآية الكريمة أن المراد بأولي الأمر: ما يشمل الأمراء والعلماء؛ لأن العلماء مبلغون عن الله وعن رسوله، والأمراء منفذون، ولا تجوز طاعة أحد منهم إلا فيما أذن الله فيه, لأن ما أمر به أولو الأمر لا يخلو من أحد أمرين:

أحدهما: أن يكون طاعة لله ولرسوله من غير نزاع، وطاعة أولي الأمر في مثل هذا من طاعة الله ورسوله.

والثاني: أن يحصل فيه نزاع هل هو من طاعة الله ورسوله أو لا؟

وفي هذه الحالة لا تجوز الطاعة العمياء لأولي الأمر ولا التقليد الأعمى كما صرح الله تعالى بذلك في نفس الآية.

لأنه تعالى لما قال: {أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ}[النساء:59]، أتبع ذلك بقوله: {فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخر ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً}[النساء:59].

فالآية صريحة في رد كل نزاع إلى الله ورسوله.

والرد إلى الله هو الرد إلى كتابه، والرد إلى رسوله صلى الله عليه وسلم، هو الرد إليه في حياته، والرد إلى سنته بعد وفاته صلى الله عليه وسلم.

وقد قدمنا في سورة البقرة في الكلام على قوله تعالى: {إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً} [البقرة:30], بعض الأحاديث الصحيحة الدالة على أنه لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق، كحديث ابن عمر أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "السمع والطاعة على المرء المسلم فيما أحب وكره ما لم يؤمر بمعصية، فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة".

وحديث علي رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في السرية الذين أمرهم أميرهم أن يدخلوا في النار: "لو دخلوها ما خرجوا منها أبدا إنما الطاعة في المعروف".

(أضواء البيان)

 

Yang jelas, bahwa yang dikehendaki dengan ma’na ulil amri dalam ayat yang mulia tersebut adalah mencakup Umaro’ dan Ulama’, karena ulama’ adalah orang-orang yang menyampaikan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, dan umaro’ adalah orang-orang yang mengimplementasikannya, serta tidak boleh mentaati salah seorang pun dari mereka kecuali dalam hal yang diperbolehkan oleh Allah, karena apa yang diperintahkan oleh ulil amri tidak terlepas dari dua perkara;

1)       Berupa perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang didalamnya tanpa ada pertentangan, dan taat kepada ulil amri dalam hal ini termasuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

2)       Berupa perintah yang didalamnya terdapat pertentangan apakah termasuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya atau tidak?

 

Dalam masalah ini, tidak boleh taat dan taqlid buta kepada ulil amri sebagaimana Allah Ta’ala telah menjelaskan tentangnya dalam ayat tersebut, karena sesungguhnya manakala Allah Ta’ala berfirman; “Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu” Dia menyusulkan firman-Nya; “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) danlebih baik akibatnya”.(Qs. An-Nisa’; 59)

 

Ayat ini menegaskan tentang mengembalikan segala bentuk pertentangan kepada Allah dan Rasul-Nya.

 

Adapun maksud mengembalikan kepada Allah adalah mengembalikan kepada kitab-Nya, dan yang dimaksud mengembalikan kepada Rasul-Nya adalah mengembalikan kepada Rasul dimasa hidupnya dan kepada sunnahnya setelah beliau wafat shallallahu alaihi wasallam.

 

Sungguh telah kami kemukakan dalam surat al-Baqarah terkait firman Allah Ta’ala; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.(Qs. Al-Baqarah; 30) sebagian hadits shahih yang menunjukkan bahwa tidak ada kewajiban taat kepada makhluk jika didalamnya terdapat maksiat kepada al-Khaliq, seperti hadits dari ibn Umar bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda; “Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan taat, baik terhadap sesuatu yang dia suka atau sesuatu yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan untuk berma’siat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mendengar dan taat."

 

Dan hadits dari Aly radliyallahu ‘anh dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda perihal suatu ekspedisi militer, yaitu orang-orang yang diperintahkan oleh komandan mereka untuk masuk kedalam api; "Kalaulah mereka memasukinya, niscaya mereka tidak akan dapat keluar dari api tersebut selama-lamanya. Sesungguhnya keta'atan hanya berlaku dalam kebaikan."

(Adhwaul Bayan)

 

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي سَعْدُ بْنُ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً فَاسْتَعْمَلَ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ فَقَالَ أَلَيْسَ أَمَرَكُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي قَالُوا بَلَى قَالَ فَاجْمَعُوا لِي حَطَبًا فَجَمَعُوا فَقَالَ أَوْقِدُوا نَارًا فَأَوْقَدُوهَا فَقَالَ ادْخُلُوهَا فَهَمُّوا وَجَعَلَ بَعْضُهُمْ يُمْسِكُ بَعْضًا وَيَقُولُونَ فَرَرْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ النَّارِ فَمَا زَالُوا حَتَّى خَمَدَتْ النَّارُ فَسَكَنَ غَضَبُهُ فَبَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

 

Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid Telah menceritakan kepada kami Al A'masy katanya, Telah menceritakan kepadaku Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman dari Ali radliyallahu 'anhu, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengirim suatu ekspedisi militer dan beliau angkat seorang laki-laki Anshar sebagai komandannya, dan memerintahkan kepada mereka (anggota pasukan) untuk menta'atinya. Suatu ketika sang komandan marah dan berkata; "Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kalian untuk menta'atiku?" Mereka menjawab: "Benar". Dia berkata: "Kalau begitu, kumpulkanlah kayu bakar untukku!" Mereka pun mengumpulkannya. Kemudian dia meneruskan perintahnya: "Sekarang, nyalakanlah api!" Mereka pun menyalakannya. Ia meneruskan lagi: "Sekarang masuklah kalian kedalam api itu!" Dan sebagian mereka mencegah sebagian lainya seraya berkata: " Kita harus lari kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari api tersebut", Mereka terus seperti itu hingga api padam, dan emosi sang komandan mereda. Kemidian berita ini sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: "Kalau saja mereka memasukinya, niscaya mereka tidak akan bisa keluar selama-lamanya. Sesungguhnya keta'atan hanya berlaku dalam kebaikan."

(Shahih Bukhari)

 

 

أما الآية الثانية(59)، فإن الله تعالى لما أمر ولاة أمور المسلمين بأداء الأمانات التي هي حقوق الرعية، وبالحكم بينهم بالعدل أمر المؤمنين المولي عليهم بطاعته وطاعة رسوله أولاً، ثم بطاعة ولاة الأمور ثانياً، فقال: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ} ، والطاعة لأولي الأمر مُقيد بما كان معروفاً للشرع، أما في غير المعروف فلا طاعة في الاختيار لحديث: "إنما الطاعة في المعروف، ولا طاعة لمخلوق في معصية الخالق" .

(أيسر التفاسير)

 

Adapun ayat yang kedua (an-Nisa’; 59); Sesungguhnya Allah Ta’ala tatkala memerintahkan pemimpin yang mengatur urusan kaum muslimin untuk memunaikan amanat yang menjadi hak rakyat serta menetapkan hukum diantara mereka dengan adil, Dia memerintahkan kepada orang-orang mu’min yang dipimpinnya untuk taat kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya pada kali pertama, kemudian pada kali kedua Dia memerintakan untuk taat kepada pemimpin yang mengatur urusan kaum muslimin. Dia berfirman; “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu”, dan taat kepada ulil amri dibatasi dengan perkara yang baik menurut syara’, sedangkan selain dalam kebaikan, maka tidak ada kewajiban taat jika dalam keadaan bebas memilih berdasarkan hadits; “Sesungguhnya ketaatan hanya berlaku dalam kebaikan, dan tidak ada kewajiban taat kepada makhluk jika didalamnya terdapat maksiat kepada al-Khaliq”.

(Aisarut Tafasir)

 

 

يقول الحقّ جلّ جلاله : {ياأيها الذين آمنوا أطيعوا الله} فيما أمركم به ونهاكم عنه ، {وأطيعوا الرسول} كذلك. {وأولي الأمر منكم} أي : مَن ولي أمرَكم. من وُلاَةِ العدل كالخلفاء والأمراء بعدهم ، تجب طاعتهم فيما أمَروُا به من الطاعة دون المعصية إلا لخوف هرج ، قال عليه الصلاة والسلام : " إنَّمَا الطَّاعَةُ فِي المَعرُوف " ، فإن لم يعدل : وجبت طاعته خوفًا من الفتنة. وهذا هو الأصح. لقوله ـ عليه الصلاة والسلام ـ : «سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ , فَيَلِيكُمُ الْبَرُّ بِبِرِّهِ وَالْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ , فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِيمَا وَافَقَ الْحَقَّ , وَصَلُّوا وَرَاءَهُمْ فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ»

(بحر المديد)

 

Allah al-Haq Jalla Jalaluh berfirman; “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah” dengan menjalankan apasaja yang Dia perintahkan kepadamu, dan meninggalkan apasaja yang Dia larang bagimu, “dan taatilah Rasul-Nya” demikian pula. “dan ulil amri diantara kamu”, yaitu orang yang mengatur urusanmu dari kalangan pemimpin yang adil seperti Khulafa’ dan Umaro’ setelah mereka yang wajib dipatuhi perintahnya yang berupa ketaatan, bukan kema’shiyatan, kecuali takut terjadi huru-hara. Nabi alaihishshalatu wassalam bersabda; “Sesungguhnya ketaatan hanya berlaku dalam kebaikan”, dan jika tidak adil, maka wajib taat kepadanya karena takut terjadi fitnah. Inilah qoul ashoh yang berdasarkan sabda Nabi alaihishshalatu wassalam;  "Akan ada penguasa yang memerintahkan kalian sesudahku, lalu orang yang shalih akan memerintah kalian dengan keshalihannya, dan orang yang jahat dengan kejahatannya. Maka dengarkanlah mereka, taatilah perkara yang sesuai dengan kebenaran, dan shalatlah di belakang mereka. Sesungguhnya jika mereka berbuat baik, maka itu untuk kalian dan untuk mereka, dan jika mereka berbuat jelek, maka itu untuk kalian dan menjadi tanggungan mereka."

(Bahrul Madid).kitabmujarab.blogspot.com

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 5

Kunci Sukses Menuntut Ilmu Fasal 4

الا لا تنال العلم الا بستة