DEFINISI AAM PEMBAGIAN AAM DAN HUKUM MENGAMALKANNYA
DEFINISI AAM, PEMBAGIAN AAM DAN HUKUM MENGAMALKANNYA
العام
AAM
تعريفه:
Definisi Aam;
العام لغة: الشامل. واصطلاحاً: اللفظ المستغرق لجميع أفراده بلا
حصر، مثل: {إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ} [الانفطار:١۳]
فخرج بقولنا: "المستغرق
لجميع أفراده" ؛ ما لا يتناول إلا واحداً كالعَلَم والنكرة في سياق الإثبات؛
كقوله تعالى: {فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ } [المجادلة: ۳] لأنها لا تتناول جميع الأفراد
على وجه الشمول، وإنما تتناول واحداً غير معيَّن.
وخرج بقولنا: "بلا
حصر" ؛ ما يتناول جميع أفراده مع الحصر كأسماء العدد: مئة وألف ونحوهما.
Aam menurut
bahasa berarti; Menyeluruh.
Dan menurut
istilah berarti; Kata yang mencakup seluruh bagian-bagiannya dengan tanpa
adanya batasan. Seperti; “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti
benar-benar berada dalam (surga yang penuh) keni’matan”.(Qs. Al Infithar;
13, dan Al Muthaffifi; 22).
§
Maka dikecualikan
dari perkataan kami; “yang mencakup seluruh bagian-bagiannya”,
yaitu; Kata yang tidak mencakup kecuali hanya satu (jenis), seperti Isim Alam
(nama-nama sesuatu) dam Isim Nakirah dalam alur penetapan (bukan penafian),
seperti firman Allah Ta’ala; “Maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang
budak”.(Qs. Al Mujadalah; 3). Karena ia tidak mencakup seluruh secara
menyeluruh, ia hanya mencakup satu bagian yang tidak ditentukan.
§
Dan dikecualikan
dari perkataan kami; “dengan tanpa adanya batasan”, yaitu; kata
yang mencakup seluruh bagian-bagiannya dengan batasan tertentu, seperti Isim Adad
(nama bilangan); Seratus, seribu dan sesamanya.
صيغ
العموم
BENTUK-BENTUK AAM
صيغ العموم سبع:
1 - ما دل على العموم بمادته مثل: كُلّ، وجَمِيْع،
وكَافَّة، وقَاطِبَة، وعَامَّة؛ كقوله تعالى: {إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ} [القمر:٤٩]
2 - أسماء الشرط؛ كقوله تعالى: {مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِه}[الجاثية: من
الآية ١٥] {فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ}[البقرة: من الآية ١١٥]
3 - أسماء الاستفهام؛ كقوله تعالى: {فَمَنْ يَأْتِيكُمْ بِمَاءٍ مَعِينٍ}[الملك:من
الآية ۳٠] {مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ}[القصص: من
الآية ٦٥] {فأين تذهبون} [التكوير: ٢٦].
4 - الأسماء الموصولة؛ كقوله تعالى: {وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ
أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ} [الزمر:۳۳].
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا}[العنكبوت: من الآية ٦٩]. {إِنَّ فِي ذَلِكَ لَعِبْرَةً
لِمَنْ يَخْشَى} [النازعات:٢٦]. {وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْض}[آل عمران: من الآية ١٢٩].
5 - النكرة في سياق النفي أو النهي أو الشرط أو
الاستفهام الإنكاري؛ كقوله تعالى: {وما من اله الا الله } [آل عمران: ٦٢] {وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً}[النساء: من الآية ۳٦]. {إِنْ تُبْدُوا شَيْئاً أَوْ تُخْفُوهُ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً} [الأحزاب:٥٤] {مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا تَسْمَعُونَ}[القصص: من
الآية
٧١]
6 - المعرّف بالإضافة مفرداً كان أم مجموعاً؛
كقوله تعالى: {وأذكروا نعمة الله عليكم}[أعراف: ٧٤]
7 - المعرف بأل الاستغراقية مفرداً كان أم
مجموعاً؛ كقوله تعالى: {وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفاً}[النساء:من الآية ٢٨]. {وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ
فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِم}[النور: من الآية ٥٩].
Bentuk-bentuk Aam
ada tujuh;
1.
Kata yang
menunjukkan arti umum dengan seluruh unsurnya, semisal; “كُلّ”, “جَمِيْع”,
“كَافَّة”, “قَاطِبَة”,
dan “عَامَّة”, seperti firman Allah Ta’ala; “Sesungguh, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran”.(Qs. Al Qamar; 49).
2.
Isim Syarat,
seperti firman Allah Ta’ala; “Barangsiapa mengerjakan
kewajiban, maka itu adalah untuk dirinya sendiri”.(Qs. Al Jatsiyah; 49). “Kemanapun
kamu menghadap, disanalah wajah Allah”.(Qs. Al Baqarah; 115).
3.
Isim Istifham
(kata tanya), seperti firman Allah Ta’ala; “Maka siapa yang akan
memberimu air yang mengalir”.(Qs. Al Mulk; 30). “Apakah
jawabanmu terhadap para Rasul”.(Qs. Al Qashash; 65). “Maka kemanakah
kamu akan pergi?”.(Qs. At Takwir; 26).
4.
Isim Maushul (kata
penghubung), seperti firman Allah Ta’ala; “Dan orang-orang yang
membawa kebenaran, dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang
bertakwa”.(Qs. Al Zumar; 33). “Dan orang-orang yang berjihad untu
(mencari keridha’an) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”.(Qs.
Al Ankabut; 69). “Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang
yang takut (kepada Allah)”.(Qs. Al Nazi’at; 26). “Dan milik Allah
lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi”.(Qs. Ali
‘Imran; 129).
5.
Isim Nakirah dalam
alur penafian (jatuh setelah nafi), atau nahi, syarat, atau istifhan inkariy
(kata tanya untuk mengingkari dan sebagai celaan); seperti firman Allah Ta’ala;
“Tidak ada tuhan selain Allah”.(Qs. Ali ‘Imran; 62). “Dan
sembahlah Allah, dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun”.(Qs. An Nisa’;
36). “Jika kamu menyatakan sesuatu atau
menyembunyikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(Qs.
Al Ahzab; 54). “Siapakah tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepadamu? Apakah kamu tidak mendengar?”.(Qs.
Al Qashah; 71).
6.
Isim Nakirah yang
dima’rifatkan dengan idhafah baik mufrad atau jama’, seperti firman Allat
Ta’ala; “Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu”.(Qs. Al
Maidah; 7).
7.
Isim Nakirah yang
dima’rifatkan dengan “Al” yang menunjukkan arti umum baik mufrad atau jama’, seperti firman Allah
Ta’ala; “Karena manusia diciptakan bersifat lemah”.(Qs. An Nisa’;
28). “Dan apabila anak-anakmu telah sampai
umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta ijin, seperti orang-orang
yang lebih dewasa meminta ijin”.(Qs. An Nur; 59).
وأما المعرف بأل العهدية، فإنه
بحسب المعهود فإن كان عامًّا فالمعرَّف عام، وإن كان خاصًّا فالمعرَّف خاص، مثال
العام قوله تعالى: {إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِنْ طِينٍ}
{فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}
{فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ} [صّ:٧١-٧۳]
ومثال الخاص قوله تعالى: {كَمَا
أَرْسَلْنَا إِلَى فِرْعَوْنَ رَسُولاً} {فَعَصَى فِرْعَوْنُ الرَّسُولَ فَأَخَذْنَاهُ أَخْذاً وَبِيلاً} [المزمل:١٥-١٦]
Adapun Isim Nakirah
yang dima’rifatkan dengan “Al al-Ahdiyah” (“Al” yang menjelaskan suatu isim
yang telah diketahui sebelumnya), maka hal ini tergantung isim yang telah
diketahui (yang bersamaan dengan Al). Apabila isim yang diketahui adalah ‘Aam
(umum), maka isim yang dima’rifatkan juga ‘Aam, dan apabila isim yang diketahui
adalah Khosh (khusus), maka isim yang dima’rifatkan juga khusus.
ð
Contoh yang Aam,
seperti firman Allah Ta’ala; “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat;
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah, kemudian apabila telah
Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan ruh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka
tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya”. Lalu para malaikat itu
bersujud semuanya”.(Qs. Shad; 71-73).
ð
Contoh yang Khash,
seperti firman Allah Ta’ala; “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul
kepada Fir’aun, namun Fir’aun mendurhakai Rasul itu, maka Kami siksa dia
dengan siksaan yang berat”.(Qs. Al Muzzammil; 15-16).
وأما المعرف "بأل"
التي لبيان الجنس؛ فلا يعم الأفراد، فإذا قلت: الرَّجُلُ خَيْرٌ مِنَ الْمَرْأَةِ،
أو الرَّجُاُلُ خَيْرٌ مِنَ النِّسَاءِ، فليس المراد أن كل فرد من الرجال خير من
كل فرد من النساء، وإنما المراد أن هذا الجنس خير من هذا الجنس، وإن كان قد يوجد
من أفراد النساء من هو خير من بعض الرجال.
Adapun Isim
Nakirah yang dima’rifatkan dengan “Al, libayanil jinsi” (Al yang menjelaskan
suatu jenis), maka hal ini tidak bersifat umum terhadap bagian-bagiannya. Misalnya
apabila kamu berkata; “الرَّجُلُ خَيْرٌ مِنَ الْمَرْأَةِ” (laki-laki lebih baik daripada wanita) atau; “الرَّجُاُلُ خَيْرٌ مِنَ النِّسَاءِ” (jenis laki-laki lebih baik daripada jenis wanita), maka yang
yang dimaksud bukanlah; “Tiap-tiap orang dari dari tiap-tiap laki-laki adalah
lebih baik daripada tiap-tiap orang dari tiap-tiap wanita”. Sesungguhnya yang
dimaksud adalah; “Jenis laki-laki ini adalah lebih baik daripada jenis waninta
itu”, sekalipun terkadang dijumpai sebagian wanita yang lebih baik daripada
sebagian laki-laki.
العمل
بالعام
MENGAMALKAN DALIL AAM
يجب العمل بعموم اللفظ العام حتى
يثبت تخصيصه؛ لأن العمل بنصوص الكتاب والسنة واجب على ما تقتضيه دلالتها، حتى يقوم
دليل على خلاف ذلك.
Dalil ‘Aam wajib
di’amalkan menurut keumumannya hingga ada suatu ketetapan yang men-takhsishnya.
Karena sesungguhnya nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah wajib di’amalkan apa
adanya sesuai dengan petunjuk yang dikehendakinya hingga diketahui adanya dalil
yang berseberangan dengannya.
وإذا ورد العام على سبب خاص وجب
العمل بعمومه؛ لأن العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب، إلا أن يدل دليل على تخصيص
العام بما يشبه حال السبب الذي ورد من أجله فيختص بما يشبهها.
Dan apabila ada
dalil yang Aam (yang timbul) karena adanya sebab yang khash, maka wajib beramal
menurut keumumannya, karena yang di anggap adalah keumuman lafadz bukan
kekhususan sebab, kecuali apabila ada dalil yang menunjukkan atas pentakhsisan
dalil Aam tersebut dengan sesuatu yang menyerupai keadaan sebab (asbabun nuzul
atau asbabul wurud) yang mana dalil itu timbul karenanya, (dengan demikian)
maka ia ditakhsis dengan sesuatu yang menyerupai sebabnya.
مثال ما لا دليل على تخصيصه:
آيات الظهار؛ فإن سبب نزولها ظهار أوس بن الصامت، والحكم عام فيه وفي غيره.
ومثال ما دل الدليل على تخصيصه
قوله صلّى الله عليه وسلّم: "ليس من البر الصيام في السفر" ، فإن سببه
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم كان في سفر فرأى زحاماً
ورجلاً قد ظُلِّل عليه فقال: "ما هذا"؟ قالوا: صائم. فقال: "ليس من
البر الصيام في السفر"، فهذا العموم خاص بمن يشبه حال هذا الرجل؛ وهو من يشق
عليه الصيام في السفر، والدليل على تخصيصه بذلك أن النبي صلّى الله عليه وسلّم كان
يصوم في السفر، حيث كان لا يشق عليه، ولا يفعل صلّى الله عليه وسلّم ما ليس ببر.
ð
Contoh dalil Aam
yang tidak ada dalil yang menunjukkan atas pentakhsisannya seperti ayat-ayat
tentang dzihar (ucapan suami yang berupa menyerupakan istrinya dengan wanita
yang haram dinikahinya), karena sesungghunya ayat tersebut turun berkenaan
dengan dzihar yang dilakukan oleh Aus bin Shamit. Adapun hukumnya adalah Aam
(umum) untuknya dan untuk yang lainnya.
ð
Contoh dalil Aam
yang diketahui adanya dalil yang menunjukkan atas pentakhsisannya seperti sabda
Nabi Ahallallahu ‘alaihi wasallam; “Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika
bepergian”, karena asbabul wurudnya yaitu; Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
berada dalam sebuah perjalanan, beliau melihat keramaian dan seorang laki-laki
yang mereka payungi, lalu beliau bertanya; “Ada apa ini?”. Mereka menjawab; Ini
adalah orang yang sedang berpuasa. Maka baliau pun bersabda; “Bukan termasuk
kebaikan, berpuasa ketika bepergian”.
ü
Dalil Aam ini
adalah khusus bagi orang yang keadaannya menyerupai keadaan orang tersebut,
yaitu orang yang merasa berat bila berpuasa ketika bepergian.
Adapun
dalil yang menunjukkan atas pentakhsisannya dengan hal yang semacam itu adalah;
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa berada dalam sebuah
perjalanan (lihat; Al-Bukhari; 1945 dan Muslim; 1122) manakala beliau tidak
merasa keberatan, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melakukan
sesuatu pun selian kebaikan.
Komentar
Posting Komentar